Pages

30 Juli 2014

Hidup dalam Keselarasan

 
Apa yang akan Anda lakukan, saat Anda berhadapan dengan sesama Anda yang banyak bicara? Anda biarkan saja? Anda cuek saja? Atau Anda mengambil ide-idenya untuk melakukan berbagai hal yang baik bagi kehidupan ini?

Sudah lima bulan ini, seorang teman saya tidak mau menonton televisi lagi. Ia mogok. Bahkan layar televisi yang ada di rumahnya dia tutup dengan kertas putih. Ia mau berdiam diri saja. Ia tidak mau mendengarkan obrolan-obrolan para politisi di televisi.

Menurutnya, para politisi itu hanya mengumbar ide-ide. Mereka lebih banyak bicara. Mereka tidak punya telinga untuk mendengarkan suara rakyat, meski mereka selalu mengklaim bahwa mereka selalu peduli terhadap kepentingan rakyat.

Nyatanya, menurut teman saya itu, banyak kejanggalan terjadi di negeri ini. Ada korupsi yang dibiarkan terus-menerus berlangsung. Padahal ada puluhan juta rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Anehnya lagi, rakyat yang berusaha mati-matian untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi para politisi itu menyetujui pemungutan pajak.

Melihat situasi seperti itu, teman saya itu kesal. Ia protes. Ia mogok. Langkah selanjutnya adalah ia merencanakan untuk tidak mau bayar pajak. Ia tahu bahwa hal ini melanggar peraturan. Tetapi ia lakukan itu demi tegaknya keadilan. Apalagi selama ini ia sering ditekan oleh petugas pajak untuk menyuap.

Ia berkata, “Saatnya kita harus ambil tindakan. Kita tidak bisa biarkan praktek-praktek kejahatan merajalela terus-menerus.”

Sahabat, ada orang-orang yang lebih suka berbicara daripada melakukan hal-hal yang berguna bagi kehidupan bersama. Orang yang banyak bicara merasa lebih hebat daripada yang sedikit bicara. Soalnya adalah apakah yang dibicarakan itu demi kebahagiaan bersama? Atau yang dibicarakan itu hanya untuk kesenangan pribadi?

Mungkin baik kita mengikuti usulan untuk mendengar lebih banyak dan berbicara lebih sedikit. Mendengar membuat kita belajar banyak hal dari orang lain. Orang yang banyak bicara memberikan ide-ide bagi kita. Kita mendapatkan berbagai masukan bagi karya kita. Karena itu, kita tidak perlu menggerutu saat ada orang di sekitar kita yang banyak bicara. Kita tidak perlu mogok untuk mendengarkan orang lain yang berbicara banyak itu.

Mendengar juga memungkinkan kita untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama kita. Mungkin kita akan mudah membangun relasi yang berguna bagi hidup kita. Dengan cara demikian, kita menjadi orang yang punya banyak sahabat.

Kisah teman saya di atas menjadi suatu pertimbangan yang baik juga. Ia punya sikap yang tegas. Tetapi kurangnya adalah ia mudah mogok. Ia berhenti untuk melakukan sesuatu yang baik bagi sesamanya. Ia memilih untuk bersikap pasif. Semestinya ia mulai membangun relasi dengan sesamanya. Dengan demikian, ia memiliki banyak kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang baik bagi hidupnya dan sesamanya.

Orang beriman mesti berani memberikan solusi bagi suatu situasi yang kurang baik. Bukannya mengambil sikap mogok dan tidak melakukan hal-hal yang baik bagi sesama. Mari kita tetap berusaha untuk mendengarkan banyak dan berbuat banyak bagi kehidupan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang lain. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1124

29 Juli 2014

Hati yang Tergerak oleh Sesama yang Membutuhkan

Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda berhadapan dengan sesamas yang sangat membutuhkan bantuan Anda? Anda biarkan begitu saja? Atau Anda mau mengulurkan tangan membantunya?

Seorang pengusaha muda baru saja membeli mobil mewah. Dia mengendarai kendaraan barunya dengan kecepatan tinggi menuju tempat kerjanya yang cukup jauh. Di pinggir jalan tampak beberapa anak sedang bermain, namun ia tidak begitu memperhatikannya. Tiba-tiba ia melihat seorang anak kecil melintas di pinggir jalan, tepat yang dilalui oleh pengusaha muda itu. Anak itu terlihat menggenggam sesuatu di tangannya.

Tak...! sebuah batu melayang dan tepat mengenai mobilnya. Bagian sisi pintu mobilnya tergores. Dengan geram pengusaha muda itu keluar dari mobilnya, lalu ia menarik baju anak itu. Dengan marahnya, ia berteriak seakan hendak menelan anak itu hidup-hidup.

Pengusaha muda itu menyergah anak itu, “Apa yang telah kau lakukan? Kau sangka murah untuk memperbaikinya?”

Sang anak dengan muka pucat pasi, karena ketakutan, memohon-mohon maaf. Ia berkata, “Pak, saya melakukan itu karena saya tidak tahu lagi apa yang harus saya perbuat. Maafkan saya, Pak. Saya terpaksa melemparkan batu itu, karena tidak ada seorang pun yang mau berhenti...”

Air mata anak itu berlinang, menetesi tangan pengusaha itu. Lantas anak itu berkata, “Lihat, Pak. Di sana kakak saya yang lumpuh terjatuh dari kursi roda. Saya tidak kuat untuk mengangkatnya. Tak seorang pun datang menolong saya. Maukah bapak menolong saya untuk mengangkat kakak saya?”

Hati pengusaha muda itu bergetar melihat kenyataan yang ada di hadapannya. Segera dia mengangkat si cacat itu dari kursinya. Ia merelakan sapu tangannya untuk mengusap luka di lutut si cacat. Ia merenungkan peristiwa itu. Ia membiarkan goresan itu membekas di pintu mobilnya, agar ia tetap mengingat pengalaman yang menggores hatinya.

Sahabat, selalu saja ada jalan untuk melihat terang yang besar yang ada dihadapan kita. Peristiwa-peristiwa hidup memberi kita bantuan untuk menemukan kebaikan dalam perjalanan hidup kita. Namun begitu sering banyak orang mengalami kesulitan untuk tergerak oleh belas kasihan.

Kisah di atas mau mengingatkan kita akan tugas dan panggilan kita. Kita semua dipanggil untuk membantu sesama kita yang kurang beruntung dalam hidup ini. Pengusaha muda itu kemudian tergerak hatinya setelah menyaksikan sendiri penderitaan sesamanya. Ia mau membantunya. Ia mau bersusah payah untuk mengangkat sesamanya yang sedang terjerembab. Tentu saja aksinya menjadi sesuatu yang istimewa.

Orang beriman dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam upaya menyelamatkan sesamanya yang sedang menderita. Sesama senantiasa hadir di sekitar kita. Ada sesama yang sudah beruntung yang tidak perlu lagi dibantu. Tetapi ada sesama yang mesti mendapatkan perhatian dari kita.

Soalnya adalah apakah kita senantiasa sadar akan kehadiran sesama kita yang membutuhkan itu? Bukankah kita lebih sibuk dengan diri kita sendiri? Bukankah dalam kehidupan sehari-hari kita sering lupa dengan sesama kita? Kita cenderung berkutat dan asyik dengan dunia kita. Kita diingatkan bahwa kita mesti merubah sikap kita dan sadar bahwa di sekitar kita ada begitu banyak orang yang membutuhkan bantuan kita.

Untuk itu, kita mesti berhenti sejenak dari kesibukan kita. Kita mencoba untuk melihat kembali apa yang telah kita lakukan selama ini. Dengan demikian, kita dapat membawa sesama kepada sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1123

27 Juli 2014

Belajar Melayani Sesama

 
Mampukah Anda melayani sesama yang hidup di sekitar Anda? Anda akan mampu melayani sesama Anda, kalau Anda mampu melayani diri Anda sendiri.

Presiden China, Xi Jinping, melakukan hal yang tidak biasa dengan antre dan makan di sebuah restoran di Beijing, berbaur dengan warga biasa. Foto-foto yang diunggah ke media sosial Weibo - yang dikenal sebagai Twitter-nya China - memperlihatkan Presiden Xi mengunjungi jaringan restoran Qinfeng. Restoran ini yang menyediakan roti kukus atau steamed bun.

Presiden China, Xi Jinping, mengantre, membayar sendiri, membawa nampan ke salah satu meja. Lantas ia menyantap hidangan untuk makan siang tersebut. Restoran Qingfeng tengah padat pengunjung saat Presiden Xi berada di restoran.

Surat kabar South China Morning Post memberitakan bahwa para pengunjung langsung mengambil foto begitu menyadari pria yang berada di salah satu meja adalah salah satu orang terpenting di China. Tak lama kemudian foto-foto Presiden Xi ini ramai di Weibo.

Seorang pengguna jaringan Weibo berkata, "Saya sampai tak percaya melihat Presiden Xi antre, bayar sendiri, dan membawa nampan makanan."

Para pejabat tinggi China biasanya selalu mendapatkan pengawalan ketat. Sejak menjabat sebagai presiden pada Maret 2013 lalu, Xi berulang kali menyerukan agar para pejabat China tidak bergaya hidup mewah. Mereka mesti lebih sering bergaul dengan rakyat biasa.

Sahabat, sering manusia menginginkan kehormatan. Karena itu, mereka sering berusaha untuk dihormati. Mereka mencari kehormatan itu dalam berbagai kesempatan. Kalau sampai tidak mendapatkan kehormatan, mereka merasa tersinggung. Mereka kemudian menjadi marah. Kalau orang itu seorang yang terpandang, ia akan sangat marah terhadap orang yang melakukan dirinya dengan tidak hormat.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk tidak menempatkan diri kita sebagai orang yang sangat dihormati. Presiden Xi Jinping tidak peduli terhadap status dirinya sebagai seorang penguasa tertinggi di negerinya. Bahkan ia merasa statusnya itu mengganggu dirinya untuk bersentuhan langsung dengan rakyat yang dipimpinnya. Karena itu, ia berani berbaur dengan rakyatnya. Ia memberikan contoh bahwa seorang pemimpin mesti mau melayani dirinya sendiri. Ia tidak harus dilayani oleh rakyatnya.

Melayani sesama merupakan panggilan jiwa dari setiap manusia. Namun begitu banyak orang yang lebih menantikan pelayanan dari sesamanya. Orang enggan untuk melayani sesamanya. Mengapa? Karena orang merasa dirinya lebih penting daripada yang lain. Orang merasa dirinya lebih pantas untuk dilayani.

Tentu saja ini suatu gaya hidup yang mewah. Memiliki pelayan itu mengandaikan orang mampu membayar orang yang melayani dirinya. Padahal manusia dipanggil untuk melayani sesamanya. Melayani sesama mengandaikan orang mampu hidup ugahari. Orang mampu merendahkan diri di hadapan sesamanya dengan rela menjadi pelayan bagi sesamanya.

Tentu saja hal ini tidak mudah. Mengapa? Karena orang mesti mampu merendahkan diri di hadapan orang yang akan dilayani itu. Karena itu, menjadi pelayan itu membutuhkan suatu kerendahan hati. Yesus mengatakan bahwa Ia hadir di dunia ini bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.

Pertanyaan bagi orang beriman di zaman sekarang adalah beranikah kita merendahkan diri untuk melayani sesama kita? Tampaknya kita mesti belajar dari Presiden Xi Jinping yang tidak mau merepotkan rakyatnya. Dengan melayani dirinya sendiri, ia belajar untuk melayani rakyatnya dengan hidup sederhana. Mari kita memiliki semangat melayani sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT
1122

25 Juli 2014

Menghadapi Rintangan dengan Optimisme


Apa yang akan Anda lakukan, ketika berbagai rintangan menghadang upaya Anda untuk meraih sukses? Anda berhenti di tengah perjalanan hidup ini? Atau Anda berusaha untuk menghadapi rintangan-rintangan itu dengan penuh optimisme?

Seorang bocah berusia sembilan tahun asal Amerika menjadi orang termuda yang berhasil mencapai puncak gunung Aconcagua, puncak tertinggi di benua Amerika. Tyler Amstrong mendaki pegunungan Andes di Argentina itu bersama ayahnya dan seorang sherpa asal Tibet, Lhawang Dhondup.

Meski berhasil mencapai puncak gunung Aconcagua, Tyler tetap rendaha hati. “Semua bocah bisa melakukan ini, cuma perlu mencoba saja,” katanya.

Ia berhasil mencapai puncak pada malam Natal tahun 2013 yang lalu. Tahun sebelumnya pencapaian tertingginya adalah puncak Kilimanjaro, titik tertinggi di Afrika.

Tentang rahasia suksesnya, ia berkata, “Yang penting pusatkan perhatian pada tujuan.”

Tetapi pencapaian ini bukan main-main. Sudah lebih dari 100 orang yang meninggal dunia akibat upaya pendakian tersebut, yang terletak di titik hampir 7000 meter di atas permukaan laut.

Dalam kekaguman dan masih merasa ngeri, Tyler berkata, “Anda bisa melihat atmosfer dunia dari puncaknya. Semua awan ada di bawah dan sangat dingin.”

Ayahnya, Kevin Armstrong, mengatakan bahwa putra kecilnya itu berlatih mendaki secara rutin dua kali dalam sehari. Ia melakukan latihan itu selama enam bulan sebelum akhirnya melakukan pendakian ke Aconcagua.

“Sebagian besar orang mengira kami sebagai orangtua memaksa Tyler melakukan pendakian ini, yang sebenarnya adalah sebaliknya,” kata sang ayah.

Karena usianya yang masih belia, Tyler membutuhkan izin khusus dari seorang hakim di Argentina untuk melakukan pendakian itu. Menurut ayahnya, sang hakim juga mempertimbangkan bahwa upaya ini dilakukan dengan tujuan amal, yakni menggalang dana untuk riset penyakit kelainan otot muscular dystrophy.

Sahabat, hidup selalu penuh dengan tantangan. Namun ketika orang takut terhadap tantangan, orang tidak akan pernah meraih sukses dalam hidup ini. Hanya orang yang punya nyali yang kuat yang mampu menaklukan tantangan-tantangan yang sedang menghadang. Karena itu, yang dibutuhkan adalah memiliki keberanian untuk meraih kesuksesan.

Kisah Tylor memberi kita inspirasi untuk menciptakan prestasi demi prestasi dalam perjalanan hidup ini. Meski umurnya baru sembilan tahun, ia berani menghadapi dinginnya salju di puncak gunung Aconcagua itu. Namun ia meraih prestasi sebagai pendaki termuda dengan kerja keras. Ia mesti menyiapkan diri selama enam bulan untuk mewujudkan mimpinya. Artinya, ia tidak hanya bermalas-malasan sebelum menaklukan puncak gunung tertinggi di Amerika Selatan itu.

Untuk meraih sukses orang tidak bisa hanya duduk berpangku tangan saja. Orang mesti berjerih payah atau bekerja keras. Orang yang malas itu orang yang tidak punya tujuan dalam hidup ini. Orang seperti ini melihat hidup selalu diliputi oleh rintangan dan halangan. Orang seperti ini selalu pesimis dalam menjalani hidup ini.

Sebaliknya, orang yang rajin selalu melihat hidup ini dari sudut pandang positif. Mereka selalu optimis untuk meraih sukses meski ada begitu banyak rintangan dan halangan dalam menapaki perjalanan hidup ini.

Orang beriman adalah orang yang selalu melihat hidup ini dari sudut pandang positif. Orang beriman selalu optimis dalam hidupnya. Selalu ada jalan dan cara untuk menghadapi rintangan yang menghadang perjalanan hidup ini. Mari kita meraih sukses dengan selalu memiliki optimisme dalam hidup ini. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk mengalami sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1121

23 Juli 2014

Mengenyahkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga



Apa yang akan Anda lakukan ketika kejahatan terjadi dalam rumah tangga Anda? Saya yakin, Anda pasti merasa sedih. Anda tentu saja tidak bisa menerima kondisi seperti itu. Apalagi Anda sendiri menjadi korban.

Ibu tiri hanya cinta kepada ayahku saja! Lagu ratapan anak tiri itu mungkin pas menggambarkan mirisnya nasib Aditya, anak berusia delapan tahun yang menjadi bulan-bulanan pelampiasan kekesalan sang ibu tiri.

Ibu tiri itu mengaku sangat kesal terhadap Aditya. "Saya tak sabar menghadapinya. Makanya saya buang saja di kebun sawit dan semoga dijumpai orang. Itu lebih baik, daripada hilang kesabaranku, terbunuhku pulak dia nanti," kata sang ibu tiri.

Akibat dari perbuatan ibu tiri itu, Aditya mengalami penderitaan lahir dan batin. Ibu tiri dan suaminya tega menyiksa Aditya. Setelah itu mereka membuangnya di kebun sawit di areal perkebunan sawit PTP Nusantara V, Desa Talang Kanto, Kecamatan Tapung Hulu, Kampar, Riau, pada Minggu (15 Desember 2013) lalu.

Aditya nan malang menderita luka di sekujur tubuhnya. Bukan hanya itu, ia mengalami trauma psikologis, apalagi melihat sosok perempuan dan gunting. Ia kemudian berada di bawah relawan yang berusaha untuk mengembalikan kondisi psikologisnya.

Ketika digelandang aparat kepoisian, ibu tiri itu menangis tersedu-sedu. Ia akhirnya ditangkap bersama sang suaminya yang merupakan ayah kandung Aditya setelah menjadi buruan polisi. Ibu tiri itu punya beribu dalih hingga siap sumpah mati. Ia mengaku kesal bukan kepalang melihat tingkah polah Aditya yang dianggapnya nakal. Kedua sejoli ini pun mendekam di sel tahanan Mapolres Kampar.

Sang ibu tiri membantah, jika dia punya niat membunuh Adit. Ia berkata, "Saya minta ke suami agar Adit dibuang saja di kebun sawit biar dipungut orang. Karena saya tak tahan lagi mengasuhnya.”

Sahabat, suatu kejahatan terhadap kehidupan terjadi di depan mata. Sang anak manusia mesti menderita oleh perbuatan orang-orang yang sangat dekat dengan dirinya. Ia menjadi bukan siapa-siapa. Kehadirannya ditolak sama sekali. Kehadirannya tidak diperhitungkan oleh orang-orang yang semestinya mencintai dirinya.

Kisah di atas mesti menjadi pelajaran bagi kita semua. Penyiksaan terhadap sesama manusia mesti dihentikan, karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Manusia tidak punya hak atas hidup orang lain. Hanya Tuhan yang punya hak terhadap diri manusia.

Manusia juga tidak bisa mengatasnamakan Tuhan untuk menyiksa sesamanya, apa pun kelakuan sesamanya itu. Mengapa? Tuhan yang memiliki kehidupan ini pun tidak akan menyiksa ciptaanNya. Bahkan Tuhan dengan sabar menantikan pertobatan dari manusia di kala manusia jatuh ke dalam dosa.

Karena itu, kita mesti mendidik diri kita sendiri. Para suami istri mesti mendidik diri untuk bertanggungjawab atas kehadiran anak-anak dalam keluarga. Para pasangan suami istri mesti belajar untuk memiliki kesabaran dalam mendidik anak-anaknya. Siapa pun anak-anak itu, mereka telah dipercayakan Tuhan kepada para pasangan suami istri. Orang mesti mendidik anak-anak itu dengan penuh kasih sayang.

Mari kita membangun kesadaran akan tanggung jawab dalam mendidik sesama kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri, Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1120

19 Juli 2014

Memperjuangkan Kehidupan karena Berharga




Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda menyaksikan terancamnya kehidupan sesama Anda? Anda diam dan menutup mata Anda rapat-rapat? Atau Anda mau memperjuangkannya?

Sebuah panel penyelidik PBB, Kamis (19/12/2013), mengatakan pihaknya yakin pemerintah Suriah sedang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan melenyapkan orang secara sistematis. Para pemberontak belum lama ini juga mulai melenyapkan para lawan mereka. Taktik perang digunakan pemerintah Presiden Bashar Assad. Taktik itu dapat dikatakan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Mengapa? Karena hal itu merupakan bagian dari kebijakan untuk menyebarkan teror dan penderitaan mental di kalangan orang-orang yang bertanya-tanya tentang orang yang mereka cintai.

Namun, kata panel itu, sebagian besar oposisi melakukan kejahatan perang dengan menculik pendukung hak asasi manusia, wartawan, aktivis, pekerja kemanusiaan, pemimpin agama dan orang-orang yang dianggap sebagai pendukung pemerintah Assad. Itu merupakan kejahatan perang karena walau tidak sistematis, para korban biasanya disandera untuk mendapatkan tebusan atau untuk dipertukarkan. Keberadaan mereka tidak disembunyikan.

Kelompok oposisi Suriah di pengasingan, yaitu Koalisi Nasional Suriah, mengatakan setiap kelompok oposisi yang secara ilegal menangkap dan manahan warga sipil tak berdosa sedang melanggar tujuan dasar pemberontakan Suriah. Juru bicara koalisi itu berkata, "Tindakannya melayani kepentingan rezim."

Paulo Sergio Pinheiro, seorang diplomat dan ilmuwan Brazil, mengatakan pihaknya menemukan "sebuah pola luas yang konsisten" yang dilakukan pihak keamanan, angkatan bersenjata dan milisi pro-pemerintah Suriah. Mereka menangkap orang secara massal atau pencarian dari rumah ke rumah, di pos pemeriksaan dan rumah sakit. Kemudian mereka melenyapkan orang-orang itu dan bahkan menyangkal mereka pernah ada. Dalam tiga tahun konflik, perang saudara telah menewaskan lebih dari 120.000 orang.

Sahabat, semestinya dunia yang semakin maju dan beradab tidak lagi mengandalkan perang untuk menyelesaikan konflik. Sayang, perang masih menjadi solusi bagi penyelesaian suatu masalah. Padahal akibat perang itu sangat mengerikan. Kemanusiaan selalu menjadi korban dari sebuah perang. Kehidupan manusia selalu menjadi sasaran kemusnahan.

Laporan panel PBB tadi membuat bulu kuduk kita berdiri. Mesti begitukah tingkah manusia terhadap sesamanya? Sampai-sampai melakukan pembunuhan secara sistematis terhadap sesamanya yang tidak berdosa? Semestinya di dunia yang semakin beradab ini, pemusnahan terhadap kehidupan telah dihentikan. Yang diandalkan manusia adalah hati yang berkelimpahan kasih. Hati yang melihat sesamanya sebagai saudara yang mesti diselamatkan ketika berada dalam bahaya.

Orang beriman mesti mengatakan ‘stop’ terhadap pemusnahan terhadap kehidupan. Orang beriman mesti senantiasa memperjuangkan kehidupan. Mengapa? Karena kehidupan itu sangat berharga. Kehidupan menjadi kesempatan bagi manusia untuk mengekspresikan kasih sayangnya terhadap sesamanya.

Karena itu, kita mesti mulai dari diri kita sendiri untuk senantiasa memperjuangkan kehidupan dalam peristiwa-peristiwa hidup kita. Memang, hal ini tidak gampang, karena kita masih memiliki egoisme. Namun dengan rahmat Tuhan, saya yakin kita akan dikuatkan untuk memilih memperjuangkan kehidupan daripada kematian. Mari kita terus-menerus berjuang untuk keselamatan umat manusia. Dengan demikian, hidup ini memiliki makna yang mendalam. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT



1118

Memerangi Korupsi untuk Hidup Lebih Baik




Kiranya semua kita setuju kalau korupsi itu seperti penyakit kanker yang perlahan-lahan menggerogoti kehidupan manusia. Karena itu, korupsi adalah dosa berat yang mesti disingkirkan

Gubernur Tokyo Naoki Inose tanggal 19 Desember 2013 lalu mengundurkan diri, karena terlibat skandal keuangan senilai 50 juta yen atau sekitar Rp 5 milyar. Gubernur Inose dituduh menerima uang sekitar 50 juta yen dari perusahaan kesehatan Tokushukai yang mengoperasikan 280 fasilitas kesehatan, termasuk 66 rumah sakit.

Hal itu terungkap akibat kejelian polisi menemukan bukti adanya dana dari perusahaan tersebut yang diberikan kepada enam pejabat pemilihan umum dan dianggap melanggar ketentuan UU Pemilu Jepang.

Gubernur Tokyo yang terkenal sebagai mantan novelis terkenal dan ikut berjasa menjadikan Tokyo sebagai tuan rumah Olimpiade 2020, mengakui bahwa ia menerima uang sebesar itu. Uang dimasukkan ke dalam tasnya. Ketika tim investigasi mengatakan tidak mungkin memasukkan uang dalam kotak ke dalam tas sekecil itu, Gubernur Inose memperagakan bagaimana caranya memasukkan kotak berisi uang tersebut.

Gubernur Tokyo Naoki Inose menunjukkan tas tempat ia memasukkan uang ¥50 juta (sekitar Rp 5 milyar) dalam sidang DPRD Tokyo tanggal 16 Desember 2013.

Setelah itu, dia menyatakan mengundurkan diri sebagai gubernur Tokyo. Naoki Inose adalah mantan wakil gubernur yang maju sebagai calon gubernur. Ia menggantikan Ishihara yang mengundurkan diri setelah empat periode. Naoki Inose memenangi pemilukada Tokyo tahun 2012 dengan suara terbanyak yang pernah ada dalam sejarah pemilihan gubernur Tokyo, yaitu sekitar 4,34 juta suara.

Sahabat, korupsi itu dosa. Pertama-tama dosa melawan hati nurani yang mengingkari sumpah jabatan seorang pejabat. Namun korupsi juga merupakan dosa yang berat, karena menelantarkan rakyat banyak. Semestinya anggaran untuk pembangunan bagi kesejahteraan rakyat banyak, tetapi uang yang ada dipakai hanya oleh satu atau sejumlah orang. Orang hanya mementingkan dirinya sendiri.

Orang tidak peduli terhadap sesamanya yang sangat membutuhkan untuk keluar dari kungkungan kesulitan hidup. Rakyat boleh hidup merana melarat, yang penting pejabat boleh hidup mewah. Ini dosa besar terhadap Tuhan dan sesama.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk menyadari diri kita di hadapan Tuhan dan sesama. Ketika kita melakukan kesalahan, besar atau kecil, kita mesti berani mengakuinya. Dengan mengakui kesalahan itu, kita dapat menyelamatkan banyak hal dalam kehidupan ini. Kita sadar bahwa dosa yang kita buat menyebabkan penderitaan begitu banyak orang. Untuk itu, kita mesti bertobat.

Sayang, di negeri ini para koruptor masih bebas merdeka berlenggang tangan ke sana ke mari. Bahkan para koruptor yang sudah jelas-jelas tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi masih juga membela diri. Mereka masih merasa tidak bersalah atas perbuatan jahat mereka. Mereka tidak tertunduk malu saat digelandang petugas keamanan menuju hotel prodeo. Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan kotor mereka telah menyebabkan begitu banyak rakyat yang menderita.

Orang beriman mesti mengubah hidupnya. Orang beriman mesti berani menyadari diri bahwa perbuatan dosa membawa akibat soscial yang begitu mengerikan. Misalnya, kemiskinan, kemelaratan hidup, perpecahan dalam kehidupan bersama dan contoh negatif bagi generasi penerus bangsa ini.

Karena itu, orang beriman mesti berani memerangi korupsi. Bukan hanya mengatakan ‘tidak’ terhadap korupsi. Tetapi lebih dari itu, mengatakan korupsi adalah kanker yang membawa penderitaan bagi rakyat. Semoga semakin banyak koruptor menyadari perbuatannya dan bertobat. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1117

04 Juli 2014

Melewati Ujian Iman

 
Apa yang akan Anda lakukan untuk meraih sukses dalam hidup ini? Anda duduk-duduk saja? Atau Anda mau bersusah payah dengan bekerja keras?

Perempuan perkasa ini bernama Noor Liesnani Pamella. Ia ibu dari lima anak, tiga menantu dan 10 cucu. Beliau adalah pemilik Pamella Supermarket, sebuah nama bisnis retailer yang takkan terasa asing bagi masyarakat Yogyakarta. Terlebih, saat ini, Pamella Supermarket sudah memiliki 6 cabang dan SPBU sebagai jenis investasi lain.

Masyarakat Yogyakarta pasti mengenal Pamella Supermarket, karena memang menempati lokasi-lokasi strategis di Yogyakarta. Namun, sebenarnya supermarket raksasa yang menggurita itu dibangun dengan susah payah oleh Pamella. Banyak orang belum mengetahui sejarah berdirinya swalayan ini.

“Saya lakukan pekerjaan ini ketika saya masih sekolah di SMP II Puteri Muhammadiyah. Saya ingin meringankan beban ibu yang sedemikian berat. Dengan menggunakan sepeda pemberian Simbah, saya membawa rantang yang berisi makanan untuk dijual ke teman-teman di sekolah. Makanan itu dimasak oleh ibu. Selain itu, saya pun berjualan pakaian yang diambil dari toko milik Pakdhe. Saya melakukan semua pekerjaan ini tanpa beban dan tanpa rasa malu. Saya mengerjakan semuanya dengan senang dan hati ikhlas,” kata Pamela tentang kerja kerasnya membangun usahanya.

Bisnis retail pun dimulai dari cara yang sangat sederhana. Pamella mengatakan bahwa kondisinya waktu itu tak memungkinkan dirinya menjadi pegawai negeri. Ia hanya punya ijazah SMP. Ketika dinikahi oleh Pak Sunardi pada 14 September 1975, Bu Pamella diminta agar membantunya mencari nafkah. Karena tak mungkin menjadi pegawai negeri, satu-satunya cara adalah menggeluti usaha berdagang. Ia pun mendirikan sebuah warung kecil berukuran 5×5 meter di Jalan Ipda Tut Harsono di atas tanah warisan ayahnya.

Setiap hari, warung itu diisi dengan kebutuhan pokok senilai Rp 250.000. Modalnya tak hanya berasal dari miliknya, tetapi juga pinjaman dari ibunya. Lambat laun, usahanya kian maju. Pada Bulan Ramadhan, omzetnya kian melejit. Berkat usaha dan keuletannya, omzetnya bisa mencapai Rp 60-100 ribu. Tiga karyawan pun dilibatkan karena pengunjung warungnya kian banyak. Kini, Pamella Supermarket telah menjadi “penguasa” dunia usaha retail di Yogyakarta.

Sahabat, mengalahkan bisa karena biasa. Begitu kata pepatah. Suatu usaha yang sukses tentu tidak datang dengan sendirinya. Suatu keberhasilan tidak pernah dicapai melalui ongkang-ongkang kaki alias bermalas-malasan. Hanya para koruptor yang bisa sukses dengan tidak berkeringat. Hanya para penipu yang meraih sukses yang semu. Mereka tidak pernah nyenyak saat tidur malam. Mereka selalu terbangun oleh keresahan yang mendalam, karena teguran suara hatinya yang masih jernih.

Namun orang yang mau bekerja keras akan meraih sukses dengan penuh sukacita. Meski pada awal mengalami duka nestapa, tetapi di akhir perjuangan akan mengalami kegembiraan yang besar.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa usaha dan kerja keras menjadi jaminan untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Namun usaha dan kerja keras itu tidak tiba-tiba muncul. Orang mesti melatih diri sejak awal kehidupan ini. Orang kemudian mengasahnya dalam perjalanan hidup sehari-hari. Dengan demikian, ketrampilan menjadi bagian dari hidupnya.

Beriman kepada Tuhan juga bukan sesuatu yang jatuh dari langit. Beriman kepada Tuhan itu mesti diasah dan dipupuk dalam kenyataan hidup sehari-hari. Ada saatnya orang jatuh terjerembab ke dalam penderitaan. Tetapi hal ini menjadi suatu kesempatan untuk bangkit dan menata kembali hidup iman. Iman diuji dalam perjalanan hidup sehari-hari. Ketika orang mampu melewati ujian iman itu, orang akan menemukan kebahagiaan dalam hidupnya bersama dengan Tuhan.

Yakinlah, Tuhan tidak akan meninggalkan manusia bekerja dan bejuang sendirian. Tuhan pasti membantu manusia ketika jatuh ke dalam penderitaan. Tuhan akan memberikan rahmat dan kasih karuniaNya. Mari kita mengasah iman kita dalam perjalanan hidup kita sehari-hari. Tuhan memberkati. **

03 Juli 2014

Tanamkan Tekad untuk Meraih Sukses

 
Apa yang Anda lakukan, ketika kemiskinan dan kesulitan hidup melilit perjalanan hidup Anda? Anda meratapi nasib Anda? Atau Anda mengambil langkah seribu untuk mengatasi kemiskinan dan kesulitan hidup Anda?

Iwan Setyawan adalah anak seorang sopir angkot di Kota Malang, Jawa Timur. Saat masih kecil, nama tengahnya adalah ‘Anak Miskin’. Namun kini nama tengahnya adalah Perantau Sukses. Tentu saja kesuksesan itu bukan ia raih dengan menadahkan tangan di pinggir jalan. Ia raih kesuksesan hidup itu dengan mengandalkan kerja keras.

Iwan memulai perjalanan hidupnya bermula dari sebuah mimpi untuk memiliki kamar sendiri. Iwan bosan dengan rumah kontrakan sempit yang dihuni tujuh anggota keluarganya. Pria kelahiran tahun 1974 ini pun belajar dengan rajin. Susah payah orangtua membiayainya menamatkan kuliah di Institut Pertanian Bogor. Namun gajinya selama tiga tahun sebagai data analis tetap belum memuaskan. Hingga dia pun mencoba merantau dari Kota Apel Malang ke kota 'Big Apple', New York City, Amerika Serikat.

Malang melintang, Iwan memacu karier selama 10 tahun. Hingga akhirnya dia menjabat Director Internal Client Management Data Analysist and Consulting Nielsen Consumer Research New York. Hanya cinta yang akhirnya membuat dia kembali ke Indonesia.

“Saya ingin berterima kasih pada semua orang yang mendukung saya. Dan saya ingin melakukan sesuatu yang touch people (menyentuh langsung persoalan manusia),” kata Iwan.

Iwan pun merekam jejak perjalanan hidupnya dalam novel '9 Summers 10 Autumns' yang laris di pasaran. "Semakin kita jauh merantau itu membesarkan hati. Merantau itu membuat saya menyadari semakin jernih rasa cinta terhadap kampung halaman dan keluarga," tutur Iwan.

Sahabat, di mana pun kita berada selalu saja ada tantangan yang menghadang perjalanan hidup kita. Namun hal itu tidak boleh menghambat kita untuk maju dalam kehidupan ini. Kita mesti terus-menerus melangkahkan kaki kita. Kita mesti yakin bahwa hidup ini tidak selamanya di bawah. Ketika kita berjuang dengan keras, kita akan meraih hidup yang lebih baik. Kerja keras menjadi bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan hidup ini.

Kisah di atas memberi kita contoh untuk berani berjuang dalam kehidupan ini. Kesulitan hidup atau kemiskinan bukan menjadi penghalang bagi kita untuk berjuang. Tidak ada waktu yang terbuang percuma. Tidak ada alasan untuk meratapi kesulitan hidup kita. Justru kesulitan hidup itu menjadi pemacu untuk bekerja lebih keras.

Iwan Setyawan, anak supir angkot, telah membuktikannya. Ia meraih cita-citanya dengan bekerja keras. Ia berhasil keluar dari kungkungan kemiskinan berkat tekad membaja yang tertanam dalam dirinya. Tentu saja ia tidak berjuang sendirian. Ia menyatukan perjuangannya dengan rahmat Tuhan yang senantiasa menuntun dirinya.

Orang beriman itu membawa Tuhan ke mana pun pergi. Karena itu, orang beriman tidak pernah takut dalam perjalanan hidupnya. Justru orang beriman menjadi semakin berani untuk menjalani hidup ini. Hanya orang beriman yang berani berjibaku dalam merebut hidup yang lebih baik.

Mari kita berjalan bersama Tuhan dalam upaya meraih kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, hidup ini sungguh-sungguh bermakna bagi diri dan sesama. Hidup ini menjadi kesempatan untuk mengaktualisasikan diri kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1116

02 Juli 2014

Hati yang Tergerak oleh Penderitaan Sesama

 
Apa yang akan Anda lakukan terhadap sesama Anda yang kurang beruntung dalam hidup ini? Anda biarkan saja? Atau Anda tergerak hati untuk menolongnya?

Andras Peto menyaksikan sendiri banyak anak yang mengalami kerusakan otak usai Perang Dunia II. Ia tidak tinggal diam. Sebagai seorang dokter, ia tergerak hatinya untuk membantu sesamanya. Ia mendirikan sebuah pusat pelatihan untuk merehabilitasi otak anak-anak yang rusak. Namun ia juga memberikan pendidikan bagi anak-anak.

Ia yakin, otak anak-anak yang rusak itu seperti suka lupa, sensori dan motorik serta ketrampilan berbahasa yang rusak akan dibangun kembali. Hal itu dapat terjadi melalui latihan yang keras.

Sekarang ini, sekitar 1500 anak mengikuti pelatihan di Institut Peto di Budapest, Hungaria. Andras Peto sendiri telah meninggal dunia pada 11 September 1967, namun karyanya tetap dilestarikan hingga kini. Anak-anak yang mengalami kerusakan otak yang mendapatkan perawatan ketika berusia enam bulan hingga empat tahun akan mengalami kesembuhan. Mereka bisa masuk ke tingkat pendidikan sekolah dasar dengan normal.

Apa yang telah dimulai oleh Andras Peto tidak sia-sia. Ia membantu banyak orang untuk keluar dari persoalan hidup mereka. Tentu saja ini sebuah karya kemanusiaan yang sangat membantu banyak orang dalam kehidupan ini.

Sahabat, suatu kepekaan terhadap sesama yang menderita menjadi bagian dari kehidupan manusia. Namun kepekaan itu mesti disertai dengan cinta yang mendalam terhadap kehidupan ini. Mengapa? Karena suatu karya tanpa cinta yang mendalam hanyalah sebuah karya sosial biasa saja. Ketika ada rintangan yang menghadang, orang akan meninggalkan karya itu.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa usaha Andras Peto menjadi sungguh-sungguh bermakna, ketika ia melakukannya dengan cinta yang mendalam terhadap kehidupan. Ia tidak sekedar membantu anak-anak yang mengalami kerusakan otak. Tetapi dengan cinta yang mendalam, ia ingin membantu generasi muda untuk menghadapi kehidupan yang lebih baik. Tentu saja ada banyak tantangan yang mesti ia hadapi. Namun ia mampu melewati segala tantangan itu.

Dalam kehidupan kita di zaman modern ini, kita juga berhadapan dengan kepedihan-kepedihan. Ada banyak sesama kita yang kurang beruntung dalam hidup mereka. Ada berbagai sebab. Namun yang pasti, kehadiran mereka menjadi kesempatan bagi kita untuk melakukan hal-hal baik dengan penuh kasih. Mereka adalah bagian dari kehidupan kita. Mereka mesti mendapatkan perhatian dan kasih yang mendalam.

Bagi orang beriman, membantu sesama yang berkekurangan merupakan bagian dari penghayatan iman. Iman tidak hanya ada di dalam pikiran atau hati saja. Iman mesti tampak dalam kehidupan sehari-hari. Iman mesti tumbuh dalam proses hidup manusia. Untuk itu, kita mesti melaksanakan iman dalam kehidupan yang nyata, meskipun banyak rintangan yang kita hadapi dalam kehidupan ini.

Mari kita berusaha untuk melaksanakan iman kita dengan membangun kepedulian terhadap sesama yang menderita. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin bermakna. Hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1115

01 Juli 2014

Memaknai Hadirnya Alat-alat Teknologi

Peralatan teknologi diciptakan untuk memberi kemudahan bagi kehidupan manusia. Namun sering manusia kemudian dikuasai oleh peralatan teknologi itu.

Suatu hari seorang bapak mengeluh tentang anaknya yang duduk di SMA. Bapak itu mengatakan bahwa anaknya sangat jauh berbeda. Tidak seperti waktu masih di SMP. Dulu anaknya itu mematuhi perintah-perintahnya. Sekarang anak itu sulit diatur. Dia lebih suka bermain game di komputer. Sampai tidak tahu waktu.

“Anak saya sekarang ini lebih banyak waktu di depan komputer. Begitu selesai sekolah, dia langsung menghilang. Tidak makan dulu. Sampai jam lima sore baru pulang ke rumah,” kata bapak itu.

Situasi seperti ini membuat bapak itu semakin resah. Ia semakin sulit mengatasi anaknya. Ada banyak alasan yang dikemukakan oleh anaknya. Tentang makan, misalnya, anaknya selalu mengatakan ia sudah makan. Padahal nyata-nyatanya belum makan. Ia kuatir kalau-kalau anaknya itu nanti jatuh sakit.

“Anak saya ini pernah sakit berat, karena kurang gizi. Dia harus dirawat di rumah sakit beberapa hari. Saya harus keluarkan biaya untuk rumah sakit. Padahal saya ini bukan orang kaya...” tutur bapak itu.

Bapak itu tidak punya cara lagi untuk menghentikan kebiasaan buruk anaknya. Suatu hari bapak itu mendapatkan satu cara yang menurutnya sangat ampuh. Ia membelikan anaknya sebuah komputer lengkap dengan gamenya. Ia merasa senang melihat anaknya tidak meninggalkan rumahnya. Namun kebiasaan anaknya tetap sama. Ia terpaku di depan komputer itu bermain game.

Sahabat, alat-alat modern sedang menguasai hidup manusia. Manusia mudah terkecoh oleh hadirnya barang-barang elektronik yang mewah itu. Seolah-olah alat-alat itu menjadi segala-galanya dalam hidup manusia. Orang gampang tergoda. Orang sulit untuk melepaskan diri dari pengaruh alat-alat teknologi cangggih.

Keresahan bapak terhadap kebiasaan anaknya dalam kisah di atas menjadi salah satu contoh betapa orang mudah dikuasai oleh kecanggihan tekhnologi. Karena itu, orang mesti ingat bahwa alat-alat tekhnologi itu hanyalah sarana yang memudahkan manusia dalam hidup ini. Alat-alat itu bukanlah segalanya. Alat-alat itu meski diperlakukan sebagai sarana, bukan hal yang utama dalam hidup manusia.

Ketika orang mengandalkan alat-alat tekhnologi canggih itu dalam hidup, orang akan mengalami keresahan dalam hidupnya. Orang tidak akan mengalami ketenteraman dalam hidup ini. Rasa damai menjadi hilang. Orang akan bertengkar satu sama lain.

Sebagai orang beriman, kita mesti mengandalkan kekuatan Tuhan dalam hidup ini. Damai akan terjadi dalam hidup ini. Ketika orang mengandalkan Tuhan, yang terjadi adalah orang menjalani hidup ini dengan tenteram. Tidak akan ada keresahan dalam hidup ini. Soalnya, apakah manusia mau menyerahkan hidupnya kepada Tuhan? Atau manusia lebih mengandalkan diri dan alat-alat teknologi canggih dalam hidupnya?

Mari kita andalkan Tuhan dalam hidup ini. Alat-alat tekhnologi canggih yang kita miliki itu hanyalah sarana yang membantu kita untuk menyerahkan hidup kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1114