Pages

28 Juni 2014

Mencegah Kejahatan dengan Kasih Berlimpah

 
Apa yang akan Anda lakukan berhadapan dengan kejahatan dalam hidup Anda? Anda berlaku permisif? Atau Anda berusaha mencegahnya?

Pada tahun 1978, Mary Vincent kabur dari rumahnya di Las Vegas, Amerika Serikat. Ketika itu, ia berusia 15 tahun. Setelah tiga bulan, ia siap untuk pulang dan memutuskan mencegat mobil untuk tumpangan gratis. Lawrence Singleton (60) menaikkannya ke dalam van berwarna birunya. Ia kemudian memperkosa Mary dan memotong lengannya dengan sebuah kampak. Ia melemparnya ke dalam jurang dan meninggalkannya hampir mati.

Namun Mary masih hidup. Keesokan harinya, ia ditemukan berjalan di dekat jalan raya. Ia mengangkat tangannya ke udara untuk mencegah aliran darah yang semakin deras. Singleton ditangkap dan terbukti bersalah. Namun ia hanya mendapatkan hukum 8 tahun penjara atas kejahatannya itu. Ia berulang kali menulis kepada penasihat hukum Mary mengatakan bahwa ia akan membunuh Mary ketika ia keluar dari penjara.

Mary hidup tersembunyi, penuh ketakutan terhadap ancaman Singleton. Tahun 1997, Singleton dibebaskan dari penjara. Sembilan hari kemudian ia membunuh seorang pelacur di Florida.

Sementara itu, Mary telah sembuh dari ketakutannya, menikah dan memiliki dua orang anak. Sial, ia diceraikan oleh suaminya. Kemiskinan pun menjadi bagian dari hidupnya. Ia tinggal di sebuah POM Bensin tanpa penghangat di daerah dengan musim dinginnya. Bagi Mary, ini suatu penderitaan yang luar biasa hidup bersama dua orang anaknya.

Tampaknya penderitaan itu tidak berlangsung lama. Ia kemudian menikah dengan seorang pemuda. Inilah kesempatan lebar bagi Mary untuk mulai berkarya. Bersama suami baru, Mary mulai menghabiskan hari-harinya dengan melukis. Ia melukis dirinya sendiri di hadapan sang suami. Lukisannya berkualitas tinggi. Pada 2002, bersama beberapa temannya, ia mengadakan pameran seni.

Setelah mengalami semua penderitaan, terbitlah cahaya dalam kehidupan Mary. Ia kemudian mengikuti pencalonan menjadi walikota Seatle, Negara bagian Washington, Amerika Serikat. Ia menang. Kini ia menjadi walikota yang sangat peduli terhadap karya seni.

“Ia menghancurkan seluruh hidup saya. Cara berpikir saya. Cara hidup saya. Namun saya masih mengerjakan segala sesuatu yang dapat saya lakukan. Sekarang saya berhasil mengatasinya,” kata Mary.

Sahabat, menjadi suatu penderitaan yang sulit dilupakan bagi orang yang tidak menyangka akan menjadi korban. Apalagi hal itu terjadi atas harga diri. Sesuatu yang mesti dijaga dan diperjuangkan. Hal ini berlaku bagi siapa saja, karena memperjuangkan kehidupan tidak bisa ditawar-tawar.

Kisah di atas merupakan tragedi kehidupan manusia. Suatu tragedi yang menimpa anak manusia. Akibatnya, ia menderita dalam hidupnya. Tidak hanya penderitaan fisik. Lebih-lebih penderitaan psikis yang akan terbawa terus dalam hidupnya. Namun Mary Vincent dapat mengatasi dirinya. Dalam kondisi terjepit, ia justru menghasilkan karya yang spektakuler. Ia pun kemudian menjadi seorang pemimpin yang tidak menaruh dendam.

Kita hidup dalam dunia yang sering kurang menghargai kehidupan dan martabat manusia. Kejahatan demi kejahatan sering kita saksikan dalam kehidupan ini. Orangtua menganiaya anak. Suami menghabisi nyawa istri atau sebaliknya. Perampokan sering disertai dengan kematian dari korban. Seolah-olah hidup ini begitu mengerikan. Akibatnya, banyak orang takut akan kehidupan ini.

Orang beriman tentu mengasah hati dan tingkah lakunya menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Orang beriman tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh kejahatan. Sebaliknya, orang beriman senantiasa dikuasai oleh kebaikan dan kasih.

Karena itu, kita mesti senantiasa memperjuang kebaikan dan kasih di atas segala-galanya. Kita mesti mencegah terjadinya ancaman terhadap hidup manusia dengan kasih yang berlimpah-limpah. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1113

27 Juni 2014

Berjuang dengan Tekun demi Hasil Yang Spektakuler



Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda mesti berhadapan dengan kekurangan dan kesulitan? Anda menyerah? Atau Anda berjuang terus dengan menemukan berbagai cara?

Tangan kanan Paul Wittgenstein tertembak saat Perang Dunia I. Padahal ia sangat membutuhkan tangan itu untuk bermain piano. Tangan kanan itu mesti diamputasi. Ia sangat mengalami depresi. Ia hampir putus asa.

Namun Paul Wittgenstein kemudian bangkit. Ia mulai belajar memainkan piano dengan menggunakan tangan kirinya. Selama menjadi tahanan Rusia, ia belajar menggunakan daya ingat di otaknya. Sesudah Perang Dunia I, ia belajar secara intensif memainkan piano dengan tangan kirinya.

Pria kelahiran Austria ini meneruskan perjalanan hidupnya dengan penuh semangat. Ia mengadakan konser di berbagai tempat terkenal. Dalam waktu singkat, ia menjadi seorang pianis kenamaan yang bermain dengan satu tangan, yaitu tangan kiri. Ia meminta para komposer terkenal untuk membuatkan lagu-lagu yang kemudian dimainkannya dengan sangat indah. Ia sangat dihormati oleh para penggemarnya.

Paul Wittgenstein membangkitkan semangat hidup bagi banyak orang yang sedang berada dalam situasi sulit. Kebangkitannya dari depresi menginspirasi kehidupan manusia. Banyak orang kemudian meraih kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup. Ternyata tidak ada aral yang mampu menghalangi kesuksesan manusia.

Sahabat, apa yang mampu menghalangi manusia untuk keluar dari kesulitan hidupnya? Sebenarnya tidak ada yang mampu menghalangi manusia, kalau manusia mau berjuang untuk keluar dari kesulitan hidupnya. Apalagi kalau manusia menyertakan Tuhan dalam perjalanan hidup ini.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kondisi fisik tidak bisa menjadi alasan untuk berhenti berkarya. Paul Wittgenstein membuktikan bahwa ia mampu keluar dari keterbatasan dirinya. Dengan satu tangan, yaitu tangan kiri, ia mampu menghasilkan musik-musik spektakuler dengan memainkan piano.

Kisah ini memberi kita inspirasi untuk tidak pernah berhenti berkreasi dalam kehidupan ini. Kreasi yang kita miliki bukan hanya bagi diri kita sendiri. Kreasi yang kita buat juga untuk kebahagiaan bagi banyak orang. Karena itu, tantangan dan rintangan yang menghadang mesti memberi kita motivasi untuk terus-menerus berkarya.

Untuk itu, yang mesti disadari adalah kita tidak berkarya sendirian. Paul Wittgenstein meminta bantuan orang-orang lain untuk membantunya dalam menciptakan lagu-lagu. Ia melanjutkannya dengan memainkan piano. Ketika kita bekerja sendirian, hasil yang kita dapatkan sering kurang optimal. Tetapi ketika kita saling membantu dalam suatu karya, karya itu menjadi sesuatu yang spektakuler.

Karena itu, yang dibutuhkan adalah suatu sikap rendah hati dalam berkarya. Artinya, orang berani mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya. Lantas orang berani menerima keunggulan orang lain demi kemajuan dirinya. Hal ini sering tidak mudah. Mengapa? Karena orang sering mengandalkan egoisme dirinya. Orang lebih menonjolkan kemampuan dirinya sendiri. Akibatnya, orang tidak mampu menyelesaikan suatu karya yang spektakuler.

Mari kita berkarya bersama untuk menghasilkan karya-karya yang spektakuler. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih baik dan damai. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1112

26 Juni 2014

Kita Semua Berkenan kepada Tuhan

 

Apa yang akan terjadi, ketika kehadiran Anda disepelekan bahkan ditolak? Anda marah?

Seorang anak sudah lama meninggalkan orangtuanya. Ia merasa bahwa kehadirannya di dalam keluarga kurang diterima oleh kedua orangtuanya. Sejak kelas tiga SMA, ia mencari jalan sendiri. Ia berusaha untuk menyelesaikan sekolahnya di SMA. Sejak itu, ia mulai bekerja. Ia pun tidak terlalu peduli terhadap sikap kedua orangtuanya.

Suatu hari, ia memutuskan untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi dengan biaya sendiri. Cita-citanya adalah membuktikan kepada orangtuanya bahwa ia merupakan anak yang baik. Ia semestinya berkenan di hati mereka. Ia ingin kembali ke rumah orangtuanya dengan kesuksesan hidup.

Semester demi semester ia mampu lewati dengan baik. Di semester terakhir, ia mampu mempertahankan karya tulisnya. Ia lulus dengan sangat memuaskan. Dengan ijazah S1 di tangan, ia ingin menaklukan hati kedua orangtuanya. Ia pulang untuk menemui mereka. Ia pulang ke rumah untuk membawa berita gembira.

Sayang, begitu menginjakkan kakinya di pintu masuk rumah, sang ayah langsung menghalaunya keluar. “Semua orang di rumah ini tidak berkenan atas kehadiranmu. Kamu sudah mati! Anak durhaka tidak layak tinggal di rumah ini!” hardik ayahnya.

Anak itu merasa sangat tertusuk oleh kata-kata pedas ayahnya. Tetes-tetes airmata membasahi wajahnya. Dengan berat hati, ia mesti meninggalkan rumah orangtuanya. Ia pun bertekad untuk melanjutkan hidupnya tanpa orangtuanya.

“Sudah tidak ada siapa-siapa dalam hidup saya. Tidak ada cinta orangtua dalam diri saya. Tetapi saya tidak akan memberikan sedikit pun ruang bagi kebencian dalam diri saya. Saya tidak akan melakukan balas dendam,” janji anak itu dalam hatinya.

Sahabat, kita hidup dalam dunia dengan berbagai risiko yang mesti dihadapi. Ada yang kuat menghadapinya. Namun ada yang menyerah terhadap risiko-risiko hidup. Ketika orang menyerah terhadap risiko-risiko kehidupan, orang akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam hidup. Kebahagiaan masih menjadi impian dalam hidup ini.

Kisah di atas mengatakan kepada kita bahwa risiko kehidupan ini mesti dihadapi dengan penuh iman. Apa pun yang terjadi, orang mesti menjalani kehidupan ini. Orang mesti berani mengarungi kehidupan ini, meski ada orang-orang terdekat menolak kehadiran kita. Anak dalam kisah di atas ditolak kehadirannya. Bahkan ia tidak diakui lagi. Namun ia tidak membalas penolakan dengan kebencian. Ia tidak mau membalas dendam.

Sebenarnya setiap orang berkenan kepada Tuhan. Ini yang semestinya menjadi patokan dalam perjalanan mengarungi kehidupan ini. Meski ada orang yang menolak kehadiran kita, tetapi Tuhan tidak pernah menolak kita. Tuhan selalu memperhitungkan kehadiran kita.

Berkenan di hadapan Tuhan mesti menjadi target utama dari perjuangan kehidupan orang beriman. Hal ini memberi motivasi bagi kita untuk terus maju dalam memperjuangkan kehidupan. Dengan cara ini, orang memelihara hati dan jiwanya. Orang punya keyakinan bahwa Tuhan senantiasa menemani dan menyertai perjuangan hidupnya. Orang tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan. Sebaliknya, orang justru selalu memperjuangkan cinta kasih dan damai dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1111

23 Juni 2014

Rahmat Tuhan Mengokohkan Hidup

Kegelapan hidup kadang-kadang membuka kesempatan bagi manusia untuk meraih sukses dan kebahagiaan dalam hidup ini. Namun tentu saja hal ini selalu dibarengi dengan rahmat Tuhan.

April 1968 Kapten Max Cleland punya waktu satu bulan saja untuk menjalani tugas dalam Perang Vietnam. Pria asal Atlanta, Amerika Serikat, ini kemudian segera turun dari helikopter yang membawanya. Ia ingin menangkap granat yang ia kira terlepas dari jaketnya. Tiba-tiba granat itu meledak, menghantam bola matanya. Seketika peristiwa itu membutakan matanya.

Ketika ia dapat melihat kembali, ia menyaksikan tangan kanannya telah lenyap. Tidak hanya itu. Ia juga menyaksikan kaki kanannya yang telah terlepas. Semestinya ia berteriak kesakitan, namun Cleland menahan diri. Ia hanya berteriak tentang kaki dan tangannya, “Itu punya saya. Itu punya saya.”

Ia dibawa pulang ke negaranya. Syukur, ia masih hidup. Setelah menjalani berjam-jam operasi, jiwanya tertolong. Setelah sembuh, Cleland ternyata tidak langsung menjalani hidup secara normal. Keputusasaan selalu menyelimuti dirinya. Ia lampiaskan keputusasaannya dengan minum minuman keras, makan makanan yang berlemak secara berlebihan. Ia selalu dibayang-bayangi oleh rasa takut akan masa lalu yang kelam. Ia takut menatap masa depannya.

Dalam kondisi demikian, veteran perang Vietnam ini harus memilih: mau terus hidup atau mati. Cleland memilih untuk hidup. Ia kemudian meninggalkan keputusasaan dan seluruh kekelaman masa lalunya. Hasilnya? Ia menjadi anggota DPR Negara Bagian Goergia, Amerika Serikat. Ia pun sukses memangku berbagai jabatan.

“Tanpa rasa sakit tidak ada kenikmatan, tanpa bukit-bukit tidak ada gunung-gunung yang tinggi, dan tanpa perjuangan tidak ada rasa untuk meraih cita-cita,” kata Cleland.

Sahabat, tidak mudah berjuang untuk bangkit dari kegagalan hidup. Lebih mudah orang menceburkan diri ke dalam keputusasaan. Lebih mudah orang mengakhiri perjalanan hidupnya. Namun ini bukan sikap orang beriman. Orang beriman itu orang yang tegar. Orang yang tidak begitu saja tenggelam dalam keputusasaan.

Kisah Max Cleland di atas menjadi contoh bagaimana seorang beriman mesti berjuang dalam kehidupan ini. Meski keputusasaan melanda hidupnya, ia kemudian bangkit. Ia tidak mau tenggelam dalam keputusasaan. Ia memilih untuk menjalani hidup ini. Ia tidak ingin dikuasai oleh kematian.

Hidup ini milik Tuhan. Ini yang diyakini oleh orang beriman. Tuhan tidak pernah mati. Tuhan tetap hidup sampai selama-lamanya. Karena itu, dasar perjuangan hidup orang beriman adalah Tuhan yang tetap hidup dalam perjalanan hidup manusia. Tuhan yang hidup itu senantiasa menyertai setiap langkah hidup manusia.

Karena itu, ketika manusia membuka diri kepada Tuhan, Tuhan akan memberi semangat dan motivasi untuk melanjutkan perjalanan hidup ini. Ketika manusia memiliki semangat untuk tetap setia kepada Tuhan, Tuhan tidak akan meninggalkan dirinya. Tuhan membangkit semangat untuk berjuang meraih kesusksesan dalam hidup ini.

Orang beriman tidak pernah menyerah saat berhadapan dengan tantangan-tantangan. Bahkan orang beriman terus maju untuk meraih sukses yang gilang-gemilang dalam hidup ini. Dengan bantuan rahmat Tuhan, upaya manusia akan berhasil. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT/Tabloid KOMUNIO

1110

19 Juni 2014

Menepati Janji Itu Membahagiakan Hidup Bersama

 
Menepati janji merupakan suatu kewajiban dari setiap orang. Mengapa? Karena dalam janji itu terkandung banyak hal yang mencerminkan diri seseorang.

Amerika adalah tanah penuh kesempatan. Jargon itu tidak hanya dipercaya oleh bangsa Asia yang berusaha mengadu nasib di sana, namun juga oleh orang Eropa yang berasal dari negara yang perekonomiannya kurang beruntung. Namun, mimpi itu terkadang tidak seindah kenyataan. Hal inilah yang berusaha dihadirkan oleh film The Terminal.

Kisah dibuka oleh kedatangan imigran bernama Viktor Navorski di bandara internasional John F Kennedy. Navorski berasal dari sebuah negara Eropa Timur yang sedang dilanda perang. Tanpa diketahuinya terjadi kudeta di negaranya saat ia berada di atas pesawat menuju Amerika.

Hasilnya, saat tiba di Amerika, paspornya langsung dinyatakan tidak berlaku karena nama negara Navorski sudah tidak ada lagi. Ia tidak diijinkan untuk masuk ke teritori Amerika. Sementara untuk kembali ke negaranya yang sedang dilanda perang, sudah tidak mungkin lagi.

Mau tidak mau, Viktor harus menghabiskan waktunya di terminal transit internasional tanpa ada kepastian, kapan ia bisa keluar dari sana. Satu-satunya harapan bagi Viktor adalah perang di negaranya cepat berakhir. Namun seiring dengan bulan demi bulan yang berlalu, kepastian nasibnya belum ada.

Pelan-pelan, ia mulai menyesuaikan diri dengan terminal transit yang dianggap sebagai 'rumah' sementara. Di sana, ia bertemu dengan banyak orang. Ia mempelajari kebudayaan Amerika yang begitu asing. Ia jatuh cinta pada seorang pramugari bernama Amelia dan 'lawan' bernama Frank Dixon, yang berusaha keras supaya Viktor bisa diusir dari bandara John F Kennedy.

Tujuan kepergian Viktor Navorzky adalah untuk mendapatkan tanda tangan dari musisi jazz idola ayahnya. Ia punya janji terhadap ayahnya untuk tanda tangan itu. Karena itu, ia berani mengorbankan dirinya pergi ke Amerika.

Sahabat, janji mesti ditepati. Mengapa? Karena janji adalah utang. Orang yang berjanji itu orang yang punya komitmen. Orang yang bisa dipercaya oleh orang lain. Ketika orang tidak bisa menepati janjinya, dia disamakan dengan ‘tong kosong yang nyaring bunyinya’. Artinya, orang yang hanya bisa omong, tetapi tidak bisa memenuhi janjinya. Orang yang tidak punya bobot dalam hidupnya.

Kisah film The Terminal menjadi contoh bagi kita untuk memperjuangkan pemenuhan janji dalam kehidupan sehari-hari. Viktor Navorski, diperankan oleh Tom Hanks, mesti berjuang keras untuk menepati janjinya. Ia rela bersusah payah menjalani hari-hari hidupnya di terminal. Berbagai tantangan mesti ia hadapi seperti pengusiran dari Amerika.

Setiap kita memiliki komitmen yang mesti kita tepati. Menetapi komitmen berarti kita berani bertanggungjawab atas apa yang telah kita ucapkan. Tentu saja ada banyak tantangan dalam menepati komitmen itu. Ingat, lidah itu tidak bertulang. Banyak janji, tetapi lupa menepatinya.

Karena itu, berpegang teguh pada janji berarti orang rela bersusah payah untuk menepatinya apa pun tantangan yang mesti dihadapi. Orang mesti rela berkorban demi kesetiaan pada komitmen atau janji yang telah diucapkan itu.

Pasangan suami istri, misalnya, mesti tetap berjuang untuk mempertahankan komitmen kesetiaan yang sudah diucapkan saat pernikahan. Jangan hanya janji-janji buta, tetapi mesti melaksanakan janji dalam kehidupan yang nyata. Dengan demikian, hidup perkawinan menjadi suatu kesempatan untuk saling membahagiakan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1109

18 Juni 2014

Hidup Ini Ada pada Penyelenggaraan Tuhan



Anda masih sabar dalam menghadapi proses hidup Anda? Apa yang membuat Anda sabar? Ada banyak alasan untuk orang sabar menjalani proses hidupnya.

Konon pada masa Dinasti Song di China, ada seorang petani yang tidak pernah sabar. Ia merasa padi di sawahnya tumbuh sangat lambat. Ia menginginkan padi-padi itu berbuah dengan lebih cepat. Karena itu, yang dibutuhkan adalah padi itu mesti tumbuh lebih cepat.

Suatu hari ia berkata dalam hatinya, “Jika saya menarik-narik padi itu ke atas, bukankah saya membantunya bertumbuh lebih cepat?”

Lalu ia menarik-narik semua padinya. Sampai di rumah, dengan bangga ia bercerita kepada istrinya bahwa ia baru saja membantu padinya bertumbuh lebih cepat. Istrinya bingung mendengar cerita sang suami. Ia tidak yakin, padi yang baru ditanam tiga minggu yang lalu itu kini hampir menghasilkan.

Istrinya mempertanyakan cara ia membantu padi-padi itu bertumbuh lebih cepat. Dengan enteng, ia mengatakan bahwa ia menarik padi itu ke atas satu per satu. Istrinya terkejut mendengar cerita sang suami. Ia menyalahkan suaminya telah melakukan suatu kebodohan. Namun sang suami merasa yakin bahwa itulah cara yang paling baik untuk mendapatkan hasil secara cepat.

Keesokkan harinya, petani itu pergi ke sawah dengan bersemangat. Namun betapa kecewanya ia, ketika melihat bahwa semua padi yang kemarin ditariknya ke atas sudah mati. Karena tidak sabar, ‘usahanya untuk membantu’ malah membuatnya rugi besar.

Sahabat, Anda masih punya kesabaran dalam hidup ini? Anda masih ingin menyaksikan diri Anda bertumbuh dalam iman secara bertahap? Saya yakin, banyak dari Anda tidak ingin cepat-cepat memiliki iman yang kuat. Iman itu ditumbuhkan dalam proses perjalanan hidup sehari-hari. Kadang-kadang proses itu membuat Anda cemas terhadap diri Anda sendiri. Kadang-kadang proses itu membuat Anda tidak sabar dan frustrasi. Namun ketika Anda terus berjuang dalam jatuh dan bangun, Anda tentu akan menemukan hidup iman yang lebih baik.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa ketidaksabaran dalam hidup membuat orang mengalami kesulitan. Orang ingin cepat-cepat meninggalkan proses yang normal. Orang tidak ingin terlalu lama menunggu hasil dari pekerjaannya. Orang ingin meraih sukses dalam waktu yang singkat.

Mengapa terjadi ketidaksabaran dalam hidup? Jawabannya adalah karena orang tidak percaya pada penyelenggaraan Tuhan. Orang hanya percaya pada kemampuan dirinya sendiri. Orang kurang berani percaya bahwa kalau orang mengikuti proses perjalanan hidup ini, orang akan meraih sukses yang gilang-gemilang. “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan” (Amsal 16:32).

Orang beriman mesti membangun keyakinan bahwa ketika berjalan dalam proses kehidupan bersama Tuhan, orang akan menemukan kesuksesan dalam hidupnya. Orang akan menemukan ketenangan dan kedamaian dalam hidup ini. Orang mesti yakin bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan dirinya berjuang sendirian dalam hidup ini.

Mari kita mempercayakan hidup kita dalam proses penyelenggaraan Tuhan. Dengan demikian, kita menemukan damai dan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1108

16 Juni 2014

Memberikan Dukungan kepada Sesama untuk Maju

 
Setiap orang dipanggil untuk menuntun sesamanya menemukan hidup yang lebih baik. Sayang, tidak semua orang menyadari tugas panggilannya ini.

Suatu hari saya menyuruh seorang anak untuk menyiapkan ijazahnya. Semester yang akan datang dia mesti melanjutkan sekolah di sebuah perguruan tinggi di Palembang. Untuk itu, dia mesti pulang ke kampungnya yang cukup jauh. Ia ambil waktu satu minggu untuk mengurus hal-hal yang berkenaan dengan ijazahnya itu.

Setelah satu minggu urusan ijazah itu selasai, ia pulang ke Palembang. Namun anak itu tidak langsung menyerahkan ijazahnya kepada saya. Padahal saya adalah ‘sponsor’ bagi dirinya untuk studi di perguruan tinggi. Lantas beberapa hari kemudian saya menanyakan ijazahnya. Dia lantas menyerahkan ijazahnya kepada saya.

“Nilai-nilai saya kecil-kecil. Saya takut kalau tidak diterima di perguruan tinggi,” katanya sambil masih malu-malu.

Saya menerima ijazahnya yang sudah dibuka oleh dia. Namun saya tidak sempat melihat nilai-nilainya. Saya menutup ijazah itu. Lalu saya berkata kepadanya, “Sekarang kamu ikut tes.”

Anak itu terpana mendengar kata-kata saya yang tegas itu. Ia pun berangkat ke perguruan tinggi, mengambil (membeli) formulir pendaftaran. Dua hari kemudian, ia mengikuti tes itu. Seminggu kemudian pengumuman tes. Hasilnya, sangat mengecewakan dia, meski dia diterima.

“Saya berada di nomor urut 23 dari bawah. Sangat mengecewakan!” katanya kepada saya.

Sambil tersenyum, saya berkata, “Tetapi kamu diterima! Kamu harus kuliah!”

Dia terpana mendengar kata-kata saya. Dia seolah-olah tidak percaya bahwa saya memberi kepercayaan dan dukungan yang besar bagi dirinya. Dia pun menjalani studi di perguruan tinggi itu. Dia mengatakan kepada saya bahwa dia mesti bekerja keras untuk mengejar ketinggalan.

Hasilnya luar biasa. Setelah empat tahun kuliah, ia meraih prestasi yang tertinggi di jurusannya. Selama kuliah, ia pun sering mengikuti berbagai lomba mewakili perguruan tingginya. Dia merasa puas dan bahagia. Dia boleh meraih cita-cita yang terpendam belasan tahun dalam dirinya.

Sahabat, memberikan motivasi kepada orang lain untuk maju dalam kehidupan ini tidak mudah. Orang mesti punya berbagai cara untuk meyakinkan orang lain bahwa kemajuan itu dapat diraih dalam kehidupan ini. Cita-cita itu dapat diraih meski ada rintangan yang menghadang dalam perjalanan hidup.

Kisah di atas menjadi salah satu contoh, bagaimana kita mesti memberikan motivasi kepada sesama kita. Banyak orang ingin meraih cita-cita dalam kehidupan ini. Namun sering mereka tidak tahu cara untuk meraih cita-cita itu. Akibatnya, mereka berhenti di tengah perjalanan hidup ini. Mereka menjadi bingung, mau berjalan ke arah yang mana.

Tentu saja motivasi yang diberikan kepada sesama kita hanya sebuah cambuk. Orang yang diberi motivasi itu mesti berjuang. Tidak boleh orang itu hanya menggantungkan bantuan dari orang lain. Orang itu sendiri mesti berjuang dalam realitas hidupnya sehari-hari. Ketika ada aral yang melintang dalam perjalanan hidupnya, orang mesti berani menghadapinya. Tentu saja orang mesti menghadapinya dengan kerja keras, bukan dengan rasa takut gagal.

Orang beriman tentu saja mesti berjuang bersama Tuhan yang diimaninya. Melalui ajaran-ajaranNya, Tuhan juga memberi motivasi dan dukungan kepada manusia untuk terus-menerus melangkahkan kaki dalam perjalanan hidup ini. Untuk itu, orang mesti berani berserah diri kepada Tuhan dalam reaalitas hidupnya sehari-hari. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1107

15 Juni 2014

Hati yang Tergerak oleh Kasih untuk Membantu



Apa yang akan Anda lakukan, ketika Anda menyaksikan sesama Anda mengalami kesulitan dalam karyanya? Anda biarkan dia begitu saja? Atau Anda tergerak hati untuk membantunya?

Melihat ayahnya yang selalu kesulitan saat membuka galon air mineral, dua siswa SMPN 6 Malang ini pun tergerak. Mereka kemudian membuat sebuah alat khusus pembuka galon yang praktis dan aman.

Dua siswa itu bernama Bening Sasmita Adam dan Dimas Fahrizal Ramadhany. Mereka adalah salah satu finalis National Young Inventors Award (NYIA) yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pertengahan November 2013 lalu.

Meski terdengar sederhana, namun alat yang mereka ciptakan sangat berguna. Beberapa orang sudah memesan secara khusus pembuka tutup galon itu, bahkan ada yang dari luar Jawa.

"Dulu kan lihat orangtua saya kalau buka galon itu kesulitan. Lalu saya bicara sama Bening, kita rundingkan baru kepikiran alat ini," kata Dimas.

Keduanya lalu membuat desain alat tersebut. Awalnya mereka melihat cara kerja tang. Kemudian direka sebuah gambar alat yang bisa memutar penutup galon hingga terbuka.

“Jadi cara makainya, alat dimasukkan ke galon, lalu ada lidah plastiknya dimasukkan ke lubang alat itu. Lalu alat ditarik dan diputar, kalau sudah rapi maka tinggal diangkat. Desainnya mirip pembuka kornet,” kata Dimas, menjelaskan.

Untuk prototipe, Dimas dan Bening menggunakan bahan dasar besi. Setelah alat-alatnya terkumpul, lalu mereka menyambungkannya ke tukang las. "Kekurangannya alat ini karena masih berat saja. Kita masih pakai besi. Ke depan mungkin bahannya lebih ringan," tutur Dimas.

Dalam waktu dekat, alat ini akan dipatenkan. Tidak menutup kemungkinan, bakal segera beredar di pasaran hasil kreasi dua anak muda hebat ini.

Sahabat, suatu kreativitas akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. Namun betapa banyak orang merasa mengalami kesulitan untuk melakukan kreasi. Mereka selalu mengutarakan berbagai alasan untuk berhenti berkreasi. Padahal panggilan manusia adalah menciptakan sesuatu yang baru bersama Tuhan, Sang Pencipta utama.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa kepekaan terhadap situasi sekitar kita sangat penting dalam kehidupan ini. Kepekaan dua siswa SMP itu memberikan kontribusi bagi kelancaran kerja sang ayah. Tentu saja tidak hanya kontribusi itu. Lebih jauh adalah penemuan keduanya menjadi tanda kasih yang besar bagi keluarga.

Kreativitas juga tumbuh dari kasih yang besar kepada sesama. Kasih bermula dari pengamatan yang dilakukan terus-menerus terhadap kondisi di sekitar kehidupan ini. Orang kemudian tergerak untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi sesamanya. Orang termotivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih lagi terhadap kehidupaan bersama.

Karena itu, yang dibutuhkan orang beriman dalam hidup ini adalah menumbuhkan motivasi untuk mengasihi sesama dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang kita lakukan itu memiliki dasar yang kuat dalam kasih kita terhadap sesama kita. Dengan demikian, hidup ini semakin membahagiakan bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi bagi semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

14 Juni 2014

Mengasah Pikiran dan Hati Kita

 
Apa yang terjadi ketika pikiran dan hati Anda tidak pernah Anda asah? Saya yakin, pikiran dan hati Anda akan menjadi tumpul. Tidak menghasilkan hal-hal yang berguna bagi hidup Anda dan sesama Anda.

Bermula dari rasa risih karena rak sepatunya yang sudah penuh, Fitri Ainun Nazara menciptakan sepatu 3 in 1. Gadis berusia 15 tahun ini menjadikan 3 model sepatu dalam satu sepatu. Unik, bukan?

"Rak sepatu sudah penuh karena aku punya banyak sepatu. Lalu, aku mikir bagaimana caranya mereka bisa jadi satu," kata Fitri Ainun Nazara.

Sepatu karya Fitri ini menjadi salah satu finalis Young Inventor Award 2013 yang digelar oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ajang pameran penemu muda Indonesia ini digelar 14 hingga 15 November 2013. LIPI setiap tahunnya membuat acara ini untuk menemukan para penemu muda untuk kemudian diikutsertakan di ajang penemu internasional. Selain kategori temuan, ada juga karya ilmiah untuk siswa dan guru.

Tiga model sepatu yang bisa dimiliki dalam sepatu ini yakni selop, sepatu kasual dan wedges. Untuk menggunakan model selop, bagian belakang sepatu berbahan kanvas ini bisa dilepas karena dihubungkan dengan kancing yang juga memberi aksen trendy.

Sedangkan jika ingin menggunakan model wedges, sepatu ini memiliki hak yang bisa dipasang atau dilepas. Tak perlu khawatir terlepas, karena Fitri memilih perekat velcro yang kuat.

"Nggak akan lepas soalnya kalau dipakai jalan malah tambah lengket. Sudah aku pakai buat supporteran yang loncat-loncat kok dan nggak lepas," tutur Fitri Ainun Nazara

Proses desain dan produksi sepatu 3in1 ini hanya memakan waktu selama 10 hari. Siswi kelas X SMAN 6 Yogyakarta ini merancang sendiri model sepatu ini. Kemudian ia menyerahkan pengerjaannya kepada tukang pembuat sepatu.

Biaya yang dikeluarkannya untuk satu sepatu adalah Rp 350 ribu. Gadis, yang lahir di Purwakarta, ini juga mengaku dirinya belum berpikir untuk mematenkan hasil karyanya.

"Kalau dijual sih aku belum tahu ya bakal harga berapa, soalnya nanti aku pingin buat yang modelnya lebih cantik lagi," katanya. (Detik.com - 30/11/2013).

Sahabat, sering banyak orang bingung terhadap apa-apa saja yang dimilikinya. Mau buat apa dengan itu semua. Karena saking sayangnya, orang membiarkannya meski kemudian yang menjadi teman barang-barang itu adalah debu. Orang tidak mau membuangnya, karena merasa bahwa barang-barang itu sangat berharga. Orang juga tidak mau memberikannya kepada orang lain, karena tidak ingin disalahgunakan.

Kisah Fitri di atas sangat menarik bagi kita. Ia tidak ingin sepatu-sepatunya itu terlantar. Ia tidak ingin sepatu-sepatunya itu dibiarkan begitu saja. Karena itu, ia punya ide untuk membuat model sepatu 3in one. Suatu kreasi yang luar biasa bagi seorang anak remaja di zaman sekarang ini. Penemuannya memberi inspirasi bagi banyak orang untuk menyelamatkan sepatu-sepatu yang dimilikinya.

Orang beriman itu mesti kreatif. Ini tidak bisa ditawar-tawar. Kalau orang beriman hanya duduk-duduk saja, orang akan mengalami stagnan dalam hidup ini. Kreativitas itu seperti batu asah. Ketika orang menggunakannya dengan baik, batu asah itu membuat tajam pisau atau golok.

Pikiran dan hati kita juga begitu. Ketika kita gunakan dengan baik dan terus-menerus, pikiran dan hati itu membuat hidup kita semakin baik. Kita menjadi semakin trampil dalam hidup kita, karena kita mampu menggunakan pikiran dan hati kita dengan baik dan benar.

Mari kita asah pikiran dan hati kita. Dengan demikian, kita dapat menghasilkan hal-hal yang berguna bagi kehidupan manusia. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1106

13 Juni 2014

Belajar Peduli terhadap Sesama


 
Apa yang Anda buat bagi sesama Anda yang berkekurangan? Anda biarkan saja? Atau Anda berani berkorban untuk sesama Anda?

Lo Siauw Ging, bisa disebut dokter langka di Indonesia saat ini. Dokter senior di Solo ini tidak pernah menentukan tarif untuk pasien yang datang kepadanya. Bahkan lebih banyak dari mereka digratiskan sama sekali dari biaya konsultasi maupun obat. Dia melakukan itu karena merasa ingin mengabdi kepada kemanusiaan dan tahu diri pada negara.

Di usianya yang telah mencapai 79 tahun, setiap hari rata-rata 60 pasien datang ke tempat praktik di kediamannya di Jagalan, Jebres, Solo. Ada yang datang dari kalangan kaya maupun dari kalangan miskin. Semua pasien yang datang, tidak dikenai biaya. Artinya yang mau memberinya uang sukarela, biasanya yang datang dari kalangan berduit. Mereka akan memberinya imbalan konsultasi dengan meletakkan amplop berisi uang sukarela di meja konsultasi.

Namun lebih dari 70 persen diantaranya digratiskan dari biaya konsultasi. Dokter Lo menolak menerima biaya konsultasi dari kalangan bawah. Ia hanya memberikan resep untuk dibeli sendiri oleh si pasien di apotik.

Bahkan terhadap pasien miskin, sama sekali tidak keluar biaya. Selain gratis biaya konsultasi, Dokter Lo juga memberi resep bertanda khusus untuk dibawa ke apotik yang telah ditunjuknya. Pihak apotik akan memberikan obat yang diresepkan itu kepada si pasien secara gratis. Tagihannya akan dibebankan kepada dokter Lo di akhir bulan.

“Tugas dan kewajiban seorang dokter pertama-tama harus melayani pasien. Fungsi sosial inilah yang paling utama, sesuai sumpah jabatannya. Kesehatan dan keselamatan pasien harus didahulukan, melebihi apapun juga,” katanya.

Meski demikian, Dokter Lo menampik menilai kebanyakan dokter sekarang mata duitan. Dia juga enggan menyebut telah terjadi komersialisasi profesi tersebut. Dokter Lo secara hati-hati menyebut dedikasi, keberpihakan pribadi masing-masing dokter kepada sisi kemanusiaan dan juga sistem pendidikan dokter sangat berpengaruh pada berbagai persoalan yang seakan-akan mengesankan komersialisasi itu. (Detik.com - 30/11/2013).

Sahabat, kepedulian terhadap sesama dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dari berbagai bidang kehidupan manusia. Yang penting adalah kepedulian itu memberikan kesejahteraan bagi mereka yang dibantu. Kebahagiaan menjadi target utama dalam upaya kepedulian terhadap sesama itu. Mengapa? Karena ada sejumlah orang yang mau peduli terhadap sesamanya demi ketenaran dirinya.

Kisah Dokter Lo di atas memberi kita inspirasi untuk memiliki kepedulian yang sungguh-sungguh terhadap mereka yang sangat membutuhkan pertolongan. Ia mendedikasikan hidupnya bagi sesamanya yang kurang mampu. Ia merasa itulah bagian dari kehidupan dirinya yang mesti ia berikan bagi sesamanya. Ia tidak ingin mengumpulkan harta hanya demi dirinya sendiri.

Kebaikan seperti ini semestinya menjadi bagian dari kehidupan manusia di zaman sekarang. Memberikan hidup bagi sesama yang berkekurangan tentu sesuatu yang mulia. Namun hal ini tidak datang dengan sendirinya. Hal ini mesti dilatih terus-menerus dalam kehidupan ini. Hanya dengan berlatih, orang akan memiliki hati yang dengan tulus mau membantu orang lain. Orang tidak menggerutu setelah membantu sesamanya.

Orang beriman adalah orang yang mesti selalu memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Hal ini menjadi suatu bentuk perwujudan iman dalam hidup sehari-hari. Seorang bijaksana mengatakan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati. Iman dapat menjadi tetap hidup, ketika orang berani memberi hidupnya bagi sesamanya.

Memberi hidup juga berarti orang berani melepaskan egoisme diri. Yang dipikirkan dan diperbuat adalah kebahagiaan bagi mereka yang dibantu itu. Dengan demikian, orang mampu memiliki hati yang tulus dalam hidupnya. Mari kita memupuk diri untuk peduli terhadap sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1105

12 Juni 2014

Membuka Diri untuk Memperkaya Hidup



Tidak gampang orang mempelajari bahasa orang lain. Namun ketika orang mau membuka diri bagi bahasa dan budaya orang lain, orang akan diperkaya.

Tidak banyak sepertinya anak muda Moskow yang tahu banyak tentang Indonesia. Namun Marina Makarova adalah pengecualian. Gadis cantik ini lancar berbahasa Indonesia, karena dia menjadi sekretaris Duta Besar Indonesia untuk Rusia.

Senyum manisnya tersungging saat berjumpa dengan sejumlah orang di Jakarta beberapa waktu lalu. Rambut brunette-nya dibiarkan tergerai panjang, dengan mata biru yang berkilatan.

"Halo, apa kabar?" sapanya dalam Bahasa Indonesia dengan aksen yang lancar.

Tidak perlu berbahasa Inggris saat berbincang dengan Marina. Dia paham sepenuhnya bahasa Indonesia, karena sudah 4 tahun lebih belajar bahasa Indonesia di Rusia. Marina mengatakan, ia menguasai 5 bahasa, Rusia sebagai bahasa ibu, Inggris, Prancis, Melayu Malaysia dan Indonesia.

"Kalau Prancis saya belajar waktu SMA. Bahasa Indonesia dan Melayu saya belajar sewaktu kuliah mengambil jurusan Bahasa Melayu dan Indonesia di universitas di Moskow," katanya.

Marina dengan bangga menunjukan video di Youtube, ketika dia juara 4 pertandingan pidato bahasa Melayu antarbangsa Piala Perdana Menteri 2012 di Malaysia. Marina kemudian memfokuskan diri belajar bahasa Indonesia ketimbang bahasa Melayu.

"Saya pilih belajar bahasa Indonesia, karena sudah banyak orang Rusia belajar bahasa Jepang atau China, terkait dengan pekerjaan atau bisnis mereka. Bahasa Indonesia tidak sulit kok, tapi kalau kalimatnya panjang. Kalau terkait tema politik atau ekonomi, agak sulit juga memahaminya,” kata Marina.

Marina juga sebenarnya ingin belajar bahasa Arab. Namun karena dia perempuan, dia memahami agak sulit untuk perempuan bekerja dengan perusahaan atau kedutaan Timur Tengah karena faktor budaya.

"Kalau Indonesia kan Islamnya moderat. Komunikasi dengan perempuan juga terbuka, jadi saya belajar bahasa Indonesia," ujarnya.

Sahabat, mempelajari bahasa lain membuka cakrawala pandang tentang suatu bangsa. Orang yang hanya mau tahu tentang bahasanya sendiri akan ketinggalan dalam kehidupan. Cakrawala pandangnya pun menjadi lebih sempit. Ketika cakrawala pandang orang sempit, yang dilihat hanya dirinya sendiri. Dirinyalah yang paling baik. Orang lain tidak lebih baik dari dirinya.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk berani melangkah lebih jauh daripada apa yang kita bisa lakukan sekarang. Marina Makarova memberi kita contoh untuk berani belajar tentang bahasa orang lain. Dengan belajar bahasa orang lain, kita juga dapat membuka cakrawala pandang kita. Bahkan kita bisa belajar tentang budaya dan kebiasaan-kebiasaan orang lain. Hasilnya, kita menjadi lebih kaya dalam kehidupan ini.

Dunia sudah terbuka luas. Tidak ada lagi benteng yang membatasi hidup manusia. Komunikasi antarmanusia begitu baik dan lancar. Persahabatan antarbangsa tidak perlu menunggu pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuka jalinan persahabatan itu.

Persahabatan dapat dibangun melalui media sosial yang ada. Kita bisa memiliki sahabat dari negeri mana pun di dunia ini. Kita dapat mengenal bahasa dan budaya yang mereka gunakan. Kita dapat belajar bahasa dan kebudayaan mereka. Hasilnya, kita menjadi ‘orang-orang yang kaya’ dalam hidup ini. Kaya dalam membangun pergaulan dengan sesama, karena mampu mengerti bahasa mereka.

Orang yang beriman itu orang yang mampu membangun relasi dan persahabatan dengan semua orang. Mengapa? Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak hidup sendiri dan dengan bangsanya sendiri. Tuhan menciptakan manusia dengan berbagai bahasa dan bangsa dengan maksud untuk berbagi kehidupan. Yang satu dapat melengkapi kekurangan dari yang lain. Dengan demikian, hidup ini menjadi lebih damai dan bahagia. Mari kita membuka diri untuk belajar bahasa dan budaya bangsa lain. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1104

11 Juni 2014

Tetap Menaruh Pengharapan pada Tuhan


Apa yang Anda lakukan, kalau doa dan permohonan Anda belum dikabulkan? Apakah Anda masih menaruh pengharapan pada Tuhan?

Suatu ketika Tuhan berjanji kepada Abraham, “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya. Maka firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu’” (Kej 15:5).

Sayang, bertahun-tahun janji itu belum ditepati. Istri Abraham, Sara, tetap tidak memiliki anak selama bertahun-tahun. Bahkan saat usia kedua orang kudus itu sudah sangat tua, belum juga ada tanda-tanda bahwa Sara akan melahirkan seorang anak pun.

Namun Abraham tidak kecewa. Abraham tetap percaya bahwa suatu ketika Tuhan menepati janjiNya. Tuhan tidak pernah berbohong. Tuhan senantiasa setia pada janjiNya. Karena itu, dalam situasi seperti itu Abraham tetap setia kepada Tuhan. Ia memberikan hidupnya kepada Tuhan. Ia tidak menggerutu kepada Tuhan. Keyakinannya tetap, yaitu Tuhan akan tetap menepati janjiNya.

Penantian selama 39 tahun itu tidak sia-sia. Tuhan menepati janjiNya. Tuhan memperhatikan Sara, seperti yang difirmankanNya. Sara pun mengandung. Lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan. Abraham berumur 100 tahun saat Ishak lahir, sedangkan Sara 90 tahun. Tidak ada kata terlambat bagi Tuhan! Dia membuat segala sesuatu indah pada waktuNya.

Sahabat, secara manusiawi kita pasti akan kecewa saat janji yang telah diberikan kepada kita ternyata belum terpenuhi. Orang yang memberi pengharapan kepada kita sebut sebagai Pemberi Harapan Palsu alias PHP. Mungkin kita akan sakit hati. Ada yang mungkin menyerah pada keadaan. Ada yang berhenti berharap kepada Tuhan dan mulai memakai logika. Ada yang kemudian mencari pertolongan pada hal-hal di luar Tuhan. Misalnya, orang bepergian kepada dukun untuk memberi ketenangan batin, meski hanya semu.

Padahal nabi Yeremia berkata, “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!” (Yer 17:5). Kisah Abraham menjadi contoh bagi kita untuk tetap berharap pada Tuhan, meski apa yang kita harapkan belum terpenuhi.

Dalam situasi sulit, kita berdoa kepada Tuhan untuk memohon pertolonganNya. Kita menaruh harapan pada Tuhan. Namun kita sering tergoda untuk meninggalkan Tuhan, karena doa permohonan kita belum dikabulkan. Untuk itu, yang mesti kita lakukan adalah tetap bertahan pada iman kita akan Tuhan. Tuhan mengabulkan doa dan permohonan kita pada waktunya. Tuhan akan membahagiakan kita pada saat yang tepat.

Mari kita tetap menggantungkan harapan kita pada Tuhan semata. Mengapa? Hanya Tuhan yang menjadi pemenuhan pengharapan kita. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kedamaian dan kebahagiaan kepada kita. Berharap berarti kita juga belajar untuk tetap setia kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT



1103

05 Juni 2014

Merebut Kebahagiaan dengan Berlaku Jujur


Apa yang terjadi ketika Anda mendapatkan sesuatu dengan tidak jujur? Saya yakin, hati Anda akan terasa tidak tenang. Anda akan merasa galau. Hati Anda terasa dag dig dug, seolah-olah ada orang yang sedang menyelidiki Anda.

Beberapa waktu lalu, masyarakat Jakarta dihebohkan oleh tertangkapnya dua orang pengemis dengan penghasilan Rp 25 juta selama 15 hari mengemis. Kedok Walang (54) dan Sa'aran (60), sebagai pengemis, akhirnya terbongkar setelah Dinas Sosial Jakarta Selatan mengamankan keduanya. Petugas mendapati Rp 25 juta di dalam gerobak yang menjadi alat 'operasi' Walang di bawah Tugu Pancoran.

Cara kerja Walang adalah ia pura-pura mendorong gerobak berisi rekannya yang sakit. Ia mengais belas kasih dari warga Jakarta yang lewat di depan gerobaknya. Menurut seorang petugas Dinas Sosial, Walang yang merupakan aktor intelektualnya, mengemis dengan mendorong gerobak. Sedangkan Sa'aran berada di gerobak dan mengaku sakit.

Rupanya, terungkapnya akal bulus Walang ini bukan pertama kali terjadi. Pihak Dinas Sosial Jakarta Selatan mendapati beberapa fakta bahwa mereka berpura-pura mengiba untuk meminta uang kepada masyarakat. Beberapa kisah pengungkapan yang dilakukan para petugas Dinas Sosial Jakarta Selatan dalam melakukan operasi kepada para gelandangan dan pengemis yang biasa mangkal di jalanan. Mereka kemudian dimasukkan ke panti sosial.

Sahabat, inilah sejumlah kondisi bangsa ini yang mengenaskan. Orang berpura-pura menjadi orang meskin. Banyak dari anggota masyarakat kita yang hidup dengan enak dan gampang. Mereka tidak mau bekerja keras untuk meraih sukses dalam hidup ini. Lebih baik menjual kemiskinan demi meraup duit yang banyak dalam waktu singkat.

Tentu saja hal ini tidak adil terhadap begitu banyak orang yang mesti berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Saya masih ingat tahun 1990-an sejumlah ibu tua yang jam tiga pagi sudah bergegas dari Pakem, Jogjakarta, menuju Pasar Bringharjo, Jogjakarta. Setiap hari mereka lakukan ini dengan menaiki sepeda yang memuat barang-barang yang akan mereka jual di pasar.

Luar biasa, suatu perjuangan tanpa kenal lelah bagi kelangsungan hidup keluarga mereka. Tanpa kenal lelah mereka bekerja. Mereka bahkan tidak memikirkan derita yang menimpa mereka.

Sebagai orang beriman, tentu kita prihatin terhadap mentalitas banyak anggota masyarakat yang mengemis untuk kelangsungan kehidupan mereka. Bukankah manusia diciptakan sebagai makhluk yang bekerja dengan tenaga yang ada dalam dirinya? Bukankah hakekat manusia adalah makhluk yang mesti menggunakan kemampuan dirinya untuk mencari nafkah?

Karena itu, ketika kemalasan menguasai diri akan terjadi ketimpangan dalam hidup manusia. Manusia semestinya mengaktualkan dirinya sebagai makhluk yang mencari nafkah, tidak dengan tipu muslihat. Hanya dengan bekerja keras, orang dapat mengaktualkan diri sebagai makhluk ciptaan Tuhan.

Sebagai orang beriman, kita ingin menggunakan seluruh kemampuan kita untuk meraih sukses dalam hidup ini. Tentu saja kita akan menyertakan Tuhan dalam setiap kegiatan baik kita. Mari kita berusaha dengan tulus untuk meraih kesuksesan dalam hidup kita. Dengan demikian, damai dan bahagia menjadi bagian dari hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

Tuhan Meringankan Penderitaan Manusia


Ketika penderitaan menggerogoti hidup Anda, apa yang Anda lakukan? Saya yakin, Anda tidak mau menanggungnya sendirian. Anda akan menyertakan orang-orang yang ada di sekitar Anda. Anda juga akan menyertakan Tuhan dalam situasi penderitaan itu.

Seorang ibu menceritakan bahwa ia sangat menderita berhadapan dengan suaminya yang suka menyiksa dirinya. Setiap kali ia mengeluh tentang hidupnya, suaminya tidak mau peduli. Mendengar pun suaminya tidak mau. Kalau ia ngotot mengungkapkan kecemasannya tentang dirinya, sang suami tidak segan-segan main tangan. Pipinya kemudian memerah oleh telapak tangan sang suami yang keras menghantamnya.

Sudah sering ibu itu menangis dalam kesunyian. Ia mengalami derita batin yang luar biasa mendalam. Pada saat yang bersamaan, ia mesti membesarkan tiga orang anaknya. Kadang-kadang ia merasa kesulitan untuk mendampingi anak-anaknya. Namun ia mesti kuat dalam menjalani semua itu.

“Airmata ini sudah mengering. Bahkan sekarang tidak ada airmata lagi yang bisa tercurah dari mata ini,” kata ibu itu suatu kali.

Ibu itu merasa sangat menderita. Namun ia mesti bertahan dalam situasi seperti itu demi ketiga anaknya. Ibu itu bercita-cita bahwa suatu saat ia akan mengalami kegembiraan dalam hidupnya. Suatu suasana yang membuat ia bahagia lahir dan batin. Ia tidak tahu, kapan cita-citanya itu tercapai. Namun ia punya harapan yang besar akan meraih kebahagiaan itu.

Cita-cita itu menjadi nyata, ketika suatu hari suaminya mulai bersikap lembut terhadap dirinya. Bahkan sang suami berani meminta maaf atas segala tindakan kerasnya terhadap dirinya. Ibu itu sangat bergembira. Ia merasakan peristiwa itu sebagai suatu mukjijat dari Tuhan.

Sahabat, Kahlil Gibran menulis, “Hal yang membuatmu tertawa suatu saat akan membuatmu menangis. Apa yang kini membuatmu menangis adalah hal yang akan membuatmu tertawa.”

Gibran membidik dengan tepat situasi kehidupan manusia. Tertawa dan menangis adalah hal yang sehat dan normal dalam hidup manusia. Dalam kisah di atas, sang ibu mengalami kegetiran batin yang begitu mendalam. Akibatnya, ia mengalami bahwa airmatanya telah mengering. Suatu simbol akan penderitaan yang begitu berat dalam kehidupan ini.

Semestinya kebahagiaan senantiasa menjadi bagian dari kehidupan manusia. Cita-cita setiap manusia adalah meraih kehidupan yang menggembirakan dan membahagiakan. Namun kadang-kadang orang mesti mengalami hal yang sebaliknya. Orang mengalami kegundahan dan kegetiran dalam hidup.

Orang beriman berani menghadapi kegetiran dan penderitaan dalam hidup ini. Mengapa? Karena orang beriman menghadapinya dengan penuh iman. Mereka yakin bahwa suatu ketika mereka akan menggapai cita-cita untuk hidup bahagia. Tentu saja dengan berbagai usaha yang baik dan benar.

Dalam situasi penderitaan itu, orang beriman menyertakan Tuhan dalam hidupnya. Orang tidak menanggungnya sendirian. Tetapi orang meminta dalam doa yang penuh iman, agar Tuhan membantunya meringankan penderitaan hidupnya. Hanya dengan cara ini, orang mampu menjalani hidup ini. Orang tetap bergerak maju meski hidup ini terasa berat. Mari kita terus-menerus menyertakan Tuhan dalam setiap duka nestapa kita. Dengan demikian, kita mampu menemukan sukacita dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1101

04 Juni 2014

Rahmat Tuhan Tercurah dengan Cuma-cuma

Sebesar apa iman Anda kepada Tuhan? Sebesar biji bayem? Atau sebesar gunung Himalaya? Besar atau kecil iman kita, Tuhan selalu memperhitungkannya. Bahkan Tuhan selalu peduli terhadap hidup ciptaanNya.

Saya pernah menerima SMS doa yang sangat mengesankan. Namun, di bawahnya ada catatan. SMS itu harus diteruskan kepada sedikitnya 12 orang barulah berkat Tuhan akan tercurah. Jika tidak, celakalah yang akan dituai. Menyebarnya SMS itu menunjukkan banyak orang meyakini isinya. Soalnya, apa yang “diimani” para pengirim SMS ini? Apakah Tuhan akan mengabulkan doa manusia yang memberikan sogokan sebanyak 12 SMS?

Saya tersenyum membaca SMS doa tersebut. Tanpa pikir panjang, saya langsung menghapus SMS itu. Tidak terjadi apa-apa dengan kondisi fisik saya. Saya sehat-sehat saja. Paling tidak hingga sekarang saya belum mengalami celaka. Dalam hati saya berpikir, Tuhan tidak mengindahkan sogok dari ciptaan-Nya. Dia tetap mengabulkan doa manusia tanpa syarat apa pun.

Suatu hari, seorang teman juga mendapatkan SMS yang sama. Ia segera mengirim 12 SMS kepada teman-temannya. Ia mengaku bahwa ia takut setengah mati, kalau akan mendapatkan celaka. Ia menjadi sangat kuatir akan hidupnya. Meski sudah mengirim 12 SMS, ia masih merasa cemas akan hidup ini.

Sahabat, doa seseorang memang harus didasari oleh iman. Namun iman yang bebas. Orang tidak boleh terpaksa berdoa kepada Tuhan untuk menghindari celaka. Orang mesti yakin bahwa doa-doanya akan didengarkan oleh Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan itu pengasih dan penyayang. Tuhan mengasihi semua ciptaan-Nya tanpa menuntut balasan dari ciptaan-Nya itu.

Kisah di atas menjadi contoh bagi kita untuk tetap percaya kepada Tuhan. Rahmat Tuhan tercurah kepada setiap ciptaan-Nya dengan cuma-cuma. Rahmat itu diberikan kepada manusia secara gratis demi keselamatan umat manusia. Demi keselamatan itu, Tuhan senantiasa hadir dalam kehidupan kita. Tuhan tidak membiarkan kita manusia berjuang sendirian. Tuhan selalu ingin mendampingi perjalanan hidup manusia.

Orang beriman mesti senantiasa memupuk keyakinan bahwa Tuhan selalu memberikan rahmat-Nya kepada manusia. Tuhan tidak pernah mencederai manusia. Meski dosa manusia merah laksana saga, Tuhan tetap mengampuninya. Tuhan bahkan selalu mencari dan menemukan ciptaan-Nya yang meninggalkan diri-Nya.

Karena itu, orang beriman mesti senantiasa datang kepada Tuhan. Kita mesti menyerahkan seluruh hidup kita kepada-Nya. Bagi kita, tidak ada kekuatan lain yang menjadi andalan hidup kita. Hanya Tuhan yang menjadi andalan hidup orang beriman. Tuhan menjadi sumber hidup orang yang beriman teguh kepada-Nya.

Mari kita memberikan hidup kita kepada Tuhan. Melalui doa-doa kita, kita mengungkapkan kerinduan kita kepada Tuhan. Jangan kita cemas akan hidup ini, karena Tuhan senantiasa menyertai kita. Tuhan peduli terhadap setiap langkah hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

1100

03 Juni 2014

Merindukan Kebahagiaan yang Datang dari Tuhan



Ketika kerinduan yang begitu kuat untuk mengalami damai dan kebahagiaan dalam hidup, apa yang akan Anda lakukan? Anda membiarkannya berlalu begitu saja? Atau Anda berusaha untuk mengaktualisasikan kerinduan Anda?

Dalam bukunya berjudul Sacred Quest, Doug Banister bertanya, “Beranikah saya berharap bahwa saya memiliki hubungan yang demikian dekatnya dengan Tuhan sehingga hati saya diisi dengan visi baru, dan keagamaan kering saya menjadi sebuah pencarian dengan hasrat yang kuat, serta penyembahan kepada Tuhan yang hidup?”

Dalam bagian lain buku itu, Doug Banister melanjutkan pertanyaannya, “Dapatkah saya benar-benar bertemu Tuhan dengan keakraban yang membuat saya tidak lagi menelusuri tempat-tempat kecanduan saya? Dapatkah Tuhan benar-benar menyentuh kesepian hati saya? Apakah ini sesuatu yang terlalu besar untuk diharapkan?”

Doug Banister sedang berada dalam pencarian jati dirinya. Ia ingin menemukan dirinya berada di tengah-tengah ciptaan Tuhan yang lain. Ia rindu untuk berjumpa dengan Tuhan dalam suasana yang membahagiakan. Barangkali Doug Banister belum menemukan Tuhan dalam pencariannya itu. Karena itu, ia tetap memupuk kerinduannya untuk berjumpa dengan Tuhan dalam perjalanan hidupnya.

Sahabat, kiranya kerinduan Doug Banister mewakili kerinduan setiap manusia yang hidup di dunia ini. Manusia rindu untuk memiliki hidup yang damai dan bahagia. Manusia rindu untuk memiliki hidup yang aman tenteram selamanya. Sayang, hanya Tuhan yang memberikan damai, bahagia dan aman tenteram yang abadi.

Manusia tidak mampu menciptakannya sendiri, karena manusia masih memiliki egoisme. Manusia masih memiliki kecenderungan untuk membahagiakan dirinya sendiri. Sebaliknya, kebahagiaan yang sempurna senantiasa terarah kepada sesama manusia. Kebahagiaan yang sempurna itu milik Tuhan.

Orang beriman mesti memohon dari Tuhan untuk memiliki kebahagiaan yang sempurna. “Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan. Hatiku dan dagingku bersorak-sorai kepada Tuhan yang hidup,” kata sang pemazmur (Maz 84:3). Mengapa kerinduannya begitu kuat? Karena sang pemazmur itu yakin bahwa hanya Tuhan yang mampu memberikan kebahagiaan yang sempurna itu. Manusia biasa tidak mampu memberikan kebahagiaan yang sempurna.

Untuk itu, orang mesti selalu berserah diri kepada Tuhan yang mahapengasih dan mahapenyayang. Dengan berserah diri, orang mau mengungkapkan kerinduan yang mahadahsyat kepada Tuhan. Dengan demikian, ia boleh merengkuh kebahagiaan yang sempurna yang datang dari Tuhan itu.

Mari kita menciptakan hati yang selalu rindu akan Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk berjumpa dengan Tuhan. Hidup ini menjadi kesempatan untuk membagikan kebahagiaan kepada sesama yang kita jumpai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1099

02 Juni 2014

Bangun Persahabatan yang Membahagiakan

Membangun persahabatan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Orang mesti mengusahakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada banyak tantangan yang mesti dihadapi. Ada kalanya orang mengalami rasa bosan hidup bersama sahabat-sahabatnya.

Suatu hari seorang gadis merasa hidupnya kurang punya makna. Ia sudah berusaha untuk memaknai kehidupan ini, namun ia sulit menemukannya. Karena itu, ia berusaha untuk menjauh dari sahabat-sahabatnya yang selama ini akrab dengan dirinya. Ia pergi ke suatu tempat yang jauh untuk menyepi. Baginya, itulah cara yang baik untuk menemukan makna kehidupan ini.

Dalam perjalanan untuk menyepi itu, gadis itu berjumpa dengan orang-orang di dalam kendaraan umum. Ia berusaha untuk bersikap ramah terhadap mereka. Senyumnya ternyata sangat bermakna bagi seorang ibu tua. Ibu tua itu pun berusaha untuk menjadi sahabatnya. Gadis itu merasa bahagia boleh berkenalan dan bersahabat dengan ibu tua itu.

Ketika ia turun di tempat yang ditujunya, ibu tua itu pun turun. Rupanya rumah ibu tua itu tidak jauh dari tempat untuk menyepi. Gadis itu membantu membawakan barang-barang ibu tua itu. Keduanya kemudian tidak canggung untuk berbicara. Mereka pun mulai membangun persahabatan.

Beberapa hari tinggal di tempat itu, gadis itu menemukan suatu persahabatan yang menyenangkan. Setiap sore ia mengunjungi ibu tua itu. Mereka bercanda. Mereka berbagi pengalaman bersama. Bahkan ibu tua itu membagikan makanan yang dimasaknya. Gadis itu sangat terkesan oleh keramahan ibu tua itu. Setelah masa menyepi selesai, gadis itu mesti meninggalkan suasana desa yang indah dan penuh persahabatan.

Sahabat, persahabatan yang positif mampu mengubah hidup manusia. Persahabatan membantu orang untuk membangun relasi yang baik dengan sesamanya. Ketika relasi menjadi lebih baik, hidup ini akan mengalami sukacita dan bahagia. Surga pun dapat mulai dibangun di dunia ini.

Kisah di atas memberi kita inspirasi untuk terus-menerus membangun persahabatan di antara kita. Membangun persahabatan itu mengandaikan ketulusan hati. Ketika orang memiliki ketulusan hati, persahabatan yang lebih mendalam akan dibangun dengan baik dan benar.

Dalam persahabatan itu yang terjadi adalah saling memberi. Tidak ada yang menuntut sesamanya. Mengapa? Karena dalam persahabatan yang sejati itu tidak ada yang mencari keuntungan pribadi. Yang selalu diutamakan adalah kebahagiaan bersama. Ada mutualisme. Yang dilakukan adalah menguntungkan semua pihak.

"Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran" (Amsal 17:17). Dalam membangun persahabatan yang diandalkan adalah kasih dan kesetiaan. Mengapa? Karena kasih itu yang menumbuhkan kuatnya persahabatan. Mari kita terus-menerus membangun persahabatan. Dengan demikian, hidup ini semakin membahagiakan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1098

01 Juni 2014

Bertahan dalam Pengharapan Membawa Sukacita

 
Memiliki pengharapan merupakan bagian dari menumbuhkan iman dalam kehidupan sehari-hari. Namun sering orang mudah putus asa. Orang tidak mudah bertahan dalam pengharapan.

Seorang pemuda sedang memancing di sebuah tambak ikan. Ia berharap, hari itu ia mendapatkan banyak ikan. Ia ingin menghadiahkan ikan itu untuk mamanya yang tersayang. Hari itu, sang mama merayakan ulang tahun kelimapuluh. Setengah abad. Jadi ia ingin membuat kejutan bagi sang mama tercinta.

Sayang, hingga sore menjelang, belum banyak ikan yang ia peroleh. Rupanya ikan-ikan di tambak itu tinggal sisa-sisa. Ikan-ikan di tambak itu baru dua hari lalu dipanen oleh pemiliknya. Namun pemuda itu tetap punya pengharapan untuk mendapatkan ikan yang banyak.

Pemuda itu tidak putus asa meski setiap kali melempar pancing, ia tidak memperoleh ikan. Ia tetap tersenyum. Ketika matahari mulai tenggelam, ia pun beranjak pulang. Dengan lima ekor ikan yang ia peroleh, ia pulang ke rumah dengan gembira. Ia membersihkan ikan-ikan itu. Lantas ia membakar ikan-ikan itu. Itulah persembahan yang bisa ia berikan bagi sang mama tercinta.

Sahabat, banyak orang kehilangan harapan ketika ada aral yang melintang di hadapan mereka. Rasa putus asa kemudian menjadi bagian dari kehidupan mereka. Tidak ada gairah lagi dalam hidup ini. Orang menjalani hidup ini dengan penuh pesimisme. Akibatnya menjadi jelas, yaitu orang akan mengalami stress dalam kehidupannya.

Kisah di atas memberi kita warna kehidupan yang berbeda. Kesulitan dihadapi dengan gairah hidup yang penuh pengharapan. Pemuda itu tidak mau putus asa dalam upayanya membahagiakan sang mama. Baginya, memiliki pengharapan itu jauh lebih baik daripada berhenti tidak melakukan apa-apa. Meski mendapatkan ikan yang tidak banyak, ia berbahagia. Ia boleh mengungkapkan rasa sayangnya kepada sang mama.

Orang yang memiliki pengharapan itu memberi kekuatan dan rasa aman bagi jiwa. Harapan adalah sikap yang sehat. Mengantisipasi yang baik membawa kenyamanan bagi pikiran dan hati.

Sebaliknya, keadaan putus asa merupakan kondisi yang mengerikan. Kondisi ini menyedihkan bagi kehidupan manusia. Bukan hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang-orang yang hidup di sekitar kita. Orang yang kehilangan harapan berjalan dalam terowongan gelap yang panjang.

Orang beriman mesti selalu memiliki pengharapan dalam hidup. Mengapa? Karena pengharapan memberikan rasa optimis dalam hidup. Pengharapan mampu membangkitkan gairah dalam menjalani hidup ini. Pengharapan membuat orang memiliki kreativitas untuk membahagiakan diri dan sesamanya.

Mari kita menggantungkan harapan kita pada Tuhan semata. Tuhan akan melengkapi pengharapan kita dengan rahmat demi rahmat-Nya. Untuk itu, kita mesti berpasrah diri kepadaNya. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk menemukan kebahagiaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/KOMSOS KAPal

1097