Pages

31 Januari 2014

Menyerahkan Kehendak Diri kepada Tuhan

 


Ada seorang perempuan yang sudah lama menikah. Ia sangat berbahagia hidup dengan suaminya. Ia selalu berusaha melakukan yang terbaik bagi suaminya. Ia tetap mengandalkan cinta dan kesetiaannya kepada suaminya. Baginya, sebuah perkawinan mesti selalu dilandasi oleh kasih dan kesetiaan.

Ia semakin berbahagia, ketika menyaksikan suaminya pun tetap setia dan mencintainya. Soal yang muncul dalam dirinya adalah sudah sekian lama mereka menikah, namun ia belum memberikan keturunan bagi suaminya. Padahal kasih dan kesetiaan mereka tidak kurang-kurang. Usaha-usaha untuk mendapatkan anak pun telah mereka lakukan sebaik-baiknya.

Karena itu, suatu hari ia berdoa kepada Tuhan. Ia memohon agar diberi seorang anak yang menjadi buah cinta dirinya dengan suaminya. Ia berkata, ”Tuhan, berikanlah kami seorang anak yang dapat membuat perkawinan kami semakin bahagia. Biarlah anak itu akan menjadi buah cinta sejati kami. Aku menyerahkan seluruh hidupku kepada-Mu.”

Rupanya Tuhan mendengarkan doa yang penuh harap itu. Enam bulan kemudian, ia hamil. Ia sangat bergembira. Ia berusaha untuk terus-menerus memupuk suasana gembira dalam dirinya dan keluarganya. Suaminya pun ikut bergembira mendengar peristiwa kehamilan istrinya. Ia pun berusaha untuk semakin menyayanginya. Ia berusaha untuk menggembirakannya.

Sahabat, doa orang yang beriman yang penuh harapan dipanjatkan kepada Tuhan ternyata didengarkan. Tuhan masih hidup. Tuhan masih mendengarkan keluh kesah milik kepunyaanNya. Tuhan tidak melupakan umatNya yang berdoa kepadaNya. Harapan seseorang yang merindukan kebahagiaan dikabulkan oleh Tuhan.

Pernahkah kita berdoa dengan penuh iman dan harapan kepada Tuhan? Atau kita terlalu memaksakan kehendak kita kepada Tuhan dalam doa-doa kita? Mungkin hal kedua ini yang sering kita lakukan. Ketika kita mengalami duka nestapa dalam hidup ini, kita sering memaksa Tuhan untuk menyingkirkan duka nestapa itu. Padahal mungkin duka nestapa itu memiliki hikmah bagi hidup kita. Mungkin duka nestapa itu menjadi suatu kesempatan bagi kita untuk belajar menyerahkan hidup kita dengan lebih sungguh-sungguh kepada Tuhan.

Kisah ibu tadi mau mengatakan kepada kita bahwa doa yang dikabulkan adalah doa yang penuh iman menyerahkan seluruh keinginan kepada Tuhan. Biar Tuhan saja yang mengabulkan doa-doanya. Ia tidak memaksakan kehendaknya agar Tuhan mengabulkan doanya. Ia menyerahkan seluruh kehendak dirinya itu kepada Tuhan. Soal dikabulkan atau tidak doanya itu, itu bukan urusannya. Itu urusan Tuhan.

Mari kita menyerahkan doa-doa kita kepada Tuhan. Kita biarkan Tuhan sendiri yang mengabulkan doa-doa kita. Kita tidak perlu memaksa Tuhan. Dengan demikian, hidup kita berkenan kepada Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1039

30 Januari 2014

Mengerjakan Tugas-tugas dengan Sukacita

 

Ada seorang anak yang selalu mengeluh di kala mengerjakan pekerjaan rumah dari gurunya. Ia selalu merasa sulit. Akibat lanjutnya adalah ia enggan untuk mengerjakan soal-soal yang diberikan gurunya. Ia mengaku tidak bisa menyelesaikan soal-soal itu. Baginya, soal-soal itu hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang yang brilian.

Ibunya yang menyaksikan sikap anaknya itu menjadi gelisah. Ia tidak yakin anaknya tidak bisa mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh gurunya. Karena itu, sang ibu berusaha meyakinkan anaknya. Ia berkata, “Nak, kamu pasti bisa mengerjakan soal-soal itu. Kan tidak ada yang sulit.”

Anak itu tidak mau menggubris. Ia sama sekali tidak mau membuka buku pekerjaan rumahnya. Ia merasa yakin bahwa ia tidak mungkin mengerjakan soal-soal itu. Namun ibunya tidak mau menyerah. Ia sangat yakin, anaknya dapat mengerjakan soal-soal yang ditugaskan kepadanya itu.

Ia berkata, “Nak, coba kamu buka buku pekerjaan rumahmu. Ibu yakin, setelah kamu membacanya pasti kamu menyukainya. Kamu pasti mengerjakan soal-soal itu.”

Anak itu pun mulai membuka buku pekerjaan rumahnya. Satu demi satu ia perhatikan soal-soal itu. Tiba-tiba ia berteriak, “Ibu, ini soal-soal yang mudah. Aku pasti dapat mengerjakannya....”

Sahabat, banyak orang menganggap tugas-tugas yang diberikan kepada mereka itu sesuatu yang sulit untuk dikerjakan. Soalnya adalah orang tidak teliti. Orang sudah memiliki prasangka yang bukan-bukan. Akibatnya, orang tidak berani menggerakkan tangan dan kakinya untuk mulai mengerjakan tugas-tugas itu. Tanpa kreativitas, orang tidak akan berhasil mengerjakan suatu tugas pun. Hasilnya akan sangat mengecewakan.

Karena itu, yang mesti dilakukan adalah orang mulai mengerjakan tugas-tugas itu. Tidak perlu terlalu banyak memikirkannya. Mulai saja dan orang akan menemukan bahwa betapa pun beratnya suatu tugas akan dapat diselesaikan dengan baik. Tidak peduli tugas apa yang dikerjakan. Orang mesti memberi perhatian penuh dan yang terbaik. Orang tidak bisa setengah-setengah dalam menyelesaikan tugas itu.

Untuk itu, orang tidak perlu mencari kenyamanan dulu. Orang mesti menciptakan suasana kenyamanan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Mengapa? Karena kenyamanan yang diciptakan sendiri itu akan bertahan lama. Tidak lekang oleh waktu. Orang akan menemukan betapa indahnya kenyamanan itu bagi hidupnya.

Orang beriman mesti melakukan pekerjaan-pekerjaannya dengan penuh iman, pengharapan dan kasih. Mengapa? Karena hanya dengan penyerahan diri yang total kepada Tuhan, orang beriman akan berhasil dalam tugas-tugasnya. Ia tidak bekerja sendirian. Ia bekerja bersama Tuhan yang terlibat dalam proses hidupnya. Ia senantiasa menyertakan Tuhan dalam tugas-tugasnya. Dengan demikian, tugas-tugas itu dikerjakan dengan penuh sukacita dalam kasih yang membara. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1038

29 Januari 2014

Mewujudkan Iman dengan Berbuat Baik

 


Lindsay Lohan (24) adalah seorang bintang film yang sedang menanjak di Amerika Serikat. Awal Desember 2009 lalu ia berada di Inida untuk pengambilan gambar sebuah film dokumenter tentang perdagangan manusia.

Ia bekerja bersama BBC. Kesibukannya yang luar biasa itu tidak membuat Lindsay buta matanya terhadap sesamanya. Bintang film Means Girls ini merencanakan perjalanan amal ke Guatemala setelah kembali dari India.

Tentang kunjungannya ke India, ia berkata, ”Sejauh ini sudah 40 anak yang berhasil diselamatkan. Inilah hidup sesungguhnya. Melakukan semua ini membuat hidup lebih berarti.”

Rupanya kerja amal itu tidak hanya membantu orang lain. Menurut Ibunya, Dina Lohan, kerja amal yang dilakukan Lindsay Lohan telah mengubah dirinya yang temperamental menjadi lebih rendah hati dan sensitif. Karena itu, setelah kunjungannya ke India, Lindsay akan berkunjung ke Guatemala untuk kembali melakukan kerja amal bersama stasiun televisi milik Oprah Winfrey.

Ibunya berkata, ”Lindsay akan kembali memberi. Kami sedang merencanakan perjalanan untuk membantu anak-anak di Guatemala yang akan difilmkan oleh jaringan TV milik Oprah.”

Sahabat, hidup itu semakin bermakna ketika orang berani melakukan sesuatu yang baik bagi sesamanya. Ketika berbuat sesuatu yang baik bagi sesamanya, sebenarnya orang melakukan hal yang indah bagi hidupnya sendiri. Lindsay Lohan telah membuktikannya. Pribadinya berubah menjadi lebih positif, karena kegiatan amal yang dilakukannya untuk sesamanya.

Melakukan sesuatu yang baik bagi sesama kita adalah panggilan kita sebagai orang beriman. Mengapa? Karena pada hakekatnya, orang beriman itu mesti melakukan yang baik bagi sesamanya. Itulah perwujudan iman orang beriman. Orang beriman yang enggan melakukan perbuatan baik bagi sesamanya kehilangan jati dirinya sebagai orang beriman. Ia menjadi lemah dalam hidupnya, karena tidak mempraktekkan ajaran imannya. Ia menjadi orang yang seperti tong kosong nyaring bunyinya. Imannya tidak membuahkan hasil yang baik dan berguna bagi hidup manusia.

Karena itu, orang beriman mesti berani melakukan sesuatu yang baik bagi sesamanya. Orang beriman mesti beranai keluar dari egoismenya untuk melakukan sesuatu yang lebih luas. Dengan demikian, orang tidak terkungkung dalam cinta diri yang berlebihan. Mari kita berusaha untuk melakukan hal-hal yang baik dan berguna bagi sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1037

28 Januari 2014

Membuka Diri untuk Bekerja Sama




Persoalan yang sering dihadapi dalam hidup bersama adalah bekerja bersama yang lain. Kemampuan yang berbeda-beda di antara kita sering menjadi penghalang dalam upaya-upaya bekerja sama untuk membangun hidup yang lebih baik.

Suatu hari seekor kelinci sedang duduk santai di tepi pantai. Tiba-tiba datang seekor rubah jantan besar yang hendak memangsa kelinci itu. Menyadari dirinya akan menjadi mangsa, kelinci itu berkata, ”Kalau memang kamu berani, ayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci. Yang kalah akan jadi santapan yang menang. Saya yakin, saya akan menang.”

Rubah Jantan itu merasa tertantang. Lantas ia berkata, ”Di mana pun jadi. Masak kamu bisa menang melawan aku?”

Mereka pun masuk ke dalam sarang kelinci. Sepuluh menit kemudian, kelinci keluar sambil mengangkat setangkai paha rubah. Ia melahapnya dengan nikmat. Kelinci itu kembali bersantai. Sambil memakai kaca mata hitam dan topi pantai, tiba-tiba ia disergap oleh seekor serigala yang besar. Namun ia dapat menghindar.

Lalu ia berkata, ”Kalau memang kamu berani, ayo kita berkelahi di dalam lubang kelinci. Yang kalah akan jadi santapan yang menang. Saya yakin, saya akan menang.”

Serigala besar itu merasa tertantang. Ia menerima tawaran kelinci. Serigala itu berkata, “Kamu pasti kalah. Kamu tidak terlatih untuk berkelahi dengan binatang buas seperti kami.”

Mereka pun melangkahkan kaki ke dalam sarang kelinci. Lima belas menit kemudian kelinci keluar sambil menggenggam setangkai paha serigala. Ia melahapnya dengan nikmat.

Senja hari pun tiba. Kelinci itu kemudian melongok ke dalam lubangnya. Sambil melambai, ia berkata, ”Hai keluar. Sudah sore. Besok kita teruskan.”

Dari dalam lubang itu keluarlah seekor harimau yang sangat besar badannya. Sambil menguap, harimau itu berkata, ”Kerja sama yang sukses hari ini. Kita makan kenyang. Saya tidak perlu berlari kencang untuk memangsa makanan.”

Sahabat, seorang pemenang selalu berpikir tentang cara-cara kerja sama yang baik untuk suatu pekerjaan. Kalau orang mau berhasil dalam usaha, orang tidak bisa bekerja sendirian. Orang mesti mau bekerja sama dengan sesamanya. Dengan demkian, hasil yang diperoleh menjadi maksimal. Orang akan mencari strategi-strategi yang baik untuk meraih sukses.

Sebaliknya, seseorang yang kalah biasanya berusaha sendiri. Kerja sama akan ia abaikan. Ia tidak peduli terhadap kebaikan orang lain. Yang ia inginkan adalah ia berjuang untuk meraih kesuksesan bagi kejayaan dirinya sendiri. Ia tidak bisa bekerja sebagai sebuah tim. Baginya, kerja sama hanyalah sebuah penghalang dalam meraih kejayaan itu. Namun sesungguhnya yang terjadi kemudian adalah kerja seorang pecundang itu selalu tidak maksimal. Hasil yang diraih hanyalah sebuah kenikmatan semu saja. Ia hanya memuaskan keinginannya sesaat saja.

Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah kita berani membuka diri kita untuk mau bekerja sama dengan semua orang. Untuk itu, dibutuhkan kerendahan hati dalam diri kita. Orang yang sombong akan mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Orang seperti ini sering menjadi pecundang. Sedangkan orang yang rendah hati akan sukses dalam hidupnya. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1036

27 Januari 2014

Mengosongkan Diri bagi Rahmat Tuhan




Setiap kita pasti pernah mengalami kekurangan. Bagaimana kita berusaha untuk mengatasi kekurangan kita itu? Tentu saja setiap kita punya cara masing-masing untuk mengatasi kekurangan diri kita. Ada yang saling belajar dalam cara mengatasi kekurangan dirinya. Ada yang maunya cari cara sendiri.

Ada seorang pengajar (Lao Tze) yang mendasarkan pemikirannya pada peristiwa-peristiwa yang dipelajarinya dari alam. Menurutnya, alam memberikan pencerahan yang begitu luas bagi hidup manusia. Karena itu, manusia tidak boleh menyia-nyiakan kebaikan-kebaikan dari alam itu.

Kepada murid-muridnya, ia berkata, “Anda tidak bisa mengisi sebuah mangkuk dengan air, jika Anda tidak mengosongkannya terlebih dahulu.”

Sahabat, banyak orang ingin hidup dalam kelimpahan demi kelimpahan. Namun sering orang bingung bagaimana mengisi kelimpahan itu. Orang beranggapan bahwa orang mesti mempertahankan apa yang telah dimilikinya sekuat-kuatnya. Akibatnya, orang menjadi kikir atau pelit. Ketika sesamanya membutuhkan bantuan, mereka diam saja. Tidak mau menggerakkan tangannya untuk memberi sesamanya apa yang dibutuhkannya.

Orang merasa bahwa kalau melepaskan apa yang dimiliki itu orang akan kehilangan. Orang tidak punya apa-apa lagi. Akibatnya, orang menumpuk kekayaan hanya untuk dirinya sendiri. Orang tidak rela berbagi dengan sesamanya. Orang membiarkan dirinya dikuasai oleh egosime dan kepentingan dirinya sendiri.

Falsafah yang ditampilkan oleh Lao Tze di atas menjadi suatu inspirasi bagi kita. Kalau kita tidak mengosongkan diri kita sendiri, kita tidak mampu menampung rahmat demi rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita. Dalam kondisi hati yang tertutup rapat oleh egoisme, rahmat Tuhan sulit menembus diri kita.

Ketika seseorang mengosongkan dirinya dari kesombongan dan egoisme, rahmat Tuhan dengan mudah menetap di dalam dirinya. Rahmat Tuhan dengan leluasa bekerja di dalam dirinya. Dengan demikian, damai dan sukacita menjadi bagian dari hidup orang itu. Orang dikuatkan oleh rahmat Tuhan itu. Orang dikuasai oleh Tuhan. Ketika orang hidup dalam kuasa Tuhan, orang mengalami Tuhan begitu baik. Tuhan menyapa dan membuat dirinya hidup dengan baik.

Untuk itu, orang beriman mesti memiliki hati yang siap sedia untuk senantiasa menerima rahmat Tuhan bagi hidupnya. Orang mesti berani mengosongkan dirinya dari kesombongan, iri hati dan egoisme. Dengan demikian, hidup ini menjadi semakin indah dan berguna bagi sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1035

26 Januari 2014

Jangan Sakiti Tubuh Anda

 

Pernahkah Anda sakiti tubuh Anda sendiri? Mungkin Anda akan mengatakan tidak pernah. Namun kalau kita refleksikan lebih dalam, kita akan mengakui bahwa kita pernah menyakiti tubuh kita sendiri. Caranya bermacam-macam.

Minuman alkohol memang diketahui berdampak buruk dan berbahaya bagi tubuh. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa alkohol tiga kali lebih berbahaya dibandingkan dengan heroin. Penelitian ini dilakukan oleh Profesor David Nutt, seorang mantan kepala penasihat obat Inggris dan rekannya. Ia memberikan peringkat terhadap 20 jenis obat dengan melakukan 16 pengukuran.

Masing-masing obat dilihat bahaya dan kerugiannya termasuk kerusakan mental dan fisik, kecanduan, kejahatan, biaya ekonomi serta dampaknya bagi si pengguna dan juga masyarakat luas.

Hasil penilaian ini menyimpulkan bahwa heroin dan methylamphetamine adalah obat yang paling berbahaya bagi individu. Tetapi alkohol, heroin dan kokain adalah obat yang paling merugikan untuk orang lain. Namun ketika nilai untuk kedua jenis bahaya tersebut ditambahkan, maka alkohol muncul sebagai obat yang paling berbahaya lalu diikuti oleh heroin.

Berdasarkan sistem baru yang lebih kompleks, didapatkan bahwa alkohol memiliki peringkat tiga kali lebih berbahaya dibandingkan dengan kokain atau tembakau. Sementara ekstasi menyebabkan seperdelapan bahaya dari alkohol.

“Hasil ini sesuai dengan kesimpulan laporan ahli sebelumnya bahwa alkohol adalah target merugikan yang agresif sehingga diperlukan strategi kesehatan yang valid bagi publik,” kata Prof Nutt.

Prof Nutt menuturkan, jika dilihat dari risiko bahaya secara keseluruhan, maka alkohol dan heroin jelas lebih berbahaya dibandingkan dengan jenis obat-obatan lainnya. Tapi faktor kuantitas atau jumlah dari obat tersebut yang dikonsumsi juga berpengaruh.

Sahabat, manusia sering terjebak dalam godaan-godaan. Sudah tahu bahwa menyeberang sembarangan di jalan yang ramai dan padat akan membahayakan hidup, tetapi masih saja orang melakukannya. Mereka tidak peduli diri mereka berada dalam situasi bahaya.

Atau banyak orang sudah tahu, kalau minum minuman beralkohol mengganggu kesehatan, tetapi masih saja ada orang yang menenggak minuman itu. Bahkan ada yang mengoplos minuman beralkohol itu dengan racun serangga. Seolah-olah orang mau pamer kehebatan. Orang mau mengatakan kepada sesamanya bahwa ia lebih mampu daripada orang lain dalam hal minum minuman beralkohol. Padahal setelah itu, minuman beralkohol menghancurkan organ-organ tubuh yang vital bagi kehidupan.

Kiranya hasil penelitian Prof Nutt di atas mampu menyadarkan manusia bahwa minuman beralkohol tidak memberi kebaikan bagi kesehatan manusia. Minuman seperti itu hanya menumbuhkan gengsi sesaat dalam diri seseorang. Gengsi itu sering menyesatkan manusia.

Sebagai orang beriman, kita mesti memelihara tubuh kita. Mengapa? Karena tubuh kita ini pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Sampai kapan pun kita ini milik Tuhan. Bahkan sampai tubuh kita ini tidak berbentuk lagi, kita tetap milik Tuhan. Karena itu, jangan kita sakiti tubuh kita ini. Dengan demikian, tubuh kita menjadi tempat tinggal Tuhan yang mahapengasih dan penyayang.

“Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?” kata St Paulus (1Kor 6:19). Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1034

25 Januari 2014

Memaknai Kebaikan Tuhan dalam Hidup



Sering orang melarikan diri dari penderitaan yang dihadapi. Mereka kemudian menyalahkan orang lain atau menyalahkan Tuhan. Padahal Tuhan begitu baik terhadap hidup mereka. Tuhan memelihara hidup mereka.

Suatu hari seorang ibu kehilangan anak semata wayangnya. Ia sangat menyayangi anaknya itu. Namun karena suatu penyakit yang tak tersembuhkan, anaknya menutup mata untuk selama-lamanya. Ibu itu seolah-olah kehilangan pegangan hidup. Ia menjadi loyo dalam hidupnya. Ia enggan untuk memulai hidupnya lagi seperti sedia kala. Ia tenggelam dalam duka nestapa yang berlarut-larut.

Ia tidak mau menerima kenyataan itu. Ia berontak terhadap situasi itu. Ia menuduh Tuhan telah melupakan dirinya. Ia memutuskan untuk meninggalkan Tuhan. Ia berkata, “Mengapa Tuhan memberi penderitaan ini bagi hidup saya? Mengapa Tuhan tidak peduli terhadap doa-doa saya?”

Ibu itu terjerembab dalam pikirannya sendiri. Ia menjadi stress. Ia tidak ingin meneruskan hidupnya lagi. Untung, sang suami kemudian menyadarkan dirinya. Sang suami berkata kepadanya, “Kita tidak boleh menyalahkan siapa-siapa. Anak kita meninggal karena penyakit yang menggerogotinya. Lebih baik baginya untuk kembali ke haribaan yang mahakuasa. Kalau dia masih hidup, penderitaannya akan lebih besar lagi.”

Ibu itu tersadar dari situasinya. Ia berusaha untuk bangkit dari keterpurukannya. Berbulan-bulan kemudian ia dapat menerima kenyataan hidupnya.

Sahabat, kebaikan Tuhan sering kita temukan dalam hidup sehari-hari. Kita masih bisa bangun pagi-pagi untuk menghirup udara yang segar. Kita boleh menikmati sarapan pagi bersama orang-orang yang kita cintai. Kita masih boleh bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup kita sehari-hari.

Namun sering manusia kurang menyadari kebaikan Tuhan itu. Manusia merasa bahwa kalau Tuhan itu baik, itulah kewajiban Tuhan. Karena itu, ketika manusia mengalami penderitaan dan kegagalan dalam hidup, mereka cenderung mencari kambing hitam. Siapa yang sering dikambinghitamkan? Jawabannya adalah Tuhan sering disalahkan oleh manusia yang sedang menderita. Tuhan menjadi kambing hitam penderitaan dan kegagalan manusia.

Benarkah sikap demikian? Tentu saja sikap demikian bukanlah sikap orang yang beriman. Orang beriman itu orang yang bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya. Orang yang berani menghadapi resiko kehidupan ini. Bukan orang yang cengeng. Bukan orang yang mudah mengalihkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain atau Tuhan.

Untuk itu, apa yang mesti dibuat oleh manusia? Yang mesti dilakukan oleh manusia adalah memiliki hati yang lapang. Artinya, hati yang siap sedia menerima resiko apa pun yang dihadapinya. Hati yang lapang itu hati yang tidak kecut. Hati yang tidak takut terhadap setiap bentuk tantangan dan ancam. Hati yang lapang itu hati yang mau menerima sesama apa adanya.

Karena itu, kita mesti bertobat. Artinya, kita menerima setiap kenyataan yang terjadi atas diri kita dengan hati yang lapang dan besar hati. Lantas bersama Tuhan yang kita imani itu kita berusaha untuk mengatasi setiap persoalan hidup kita. Kita biarkan Tuhan berkarya di dalam diri kita dengan rahamatNya. Dengan demikian, kita mampu menanggung setiap beban derita yang kita hadapi. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1033

24 Januari 2014

Hidup Ini Anugerah Tuhan



Masihkah Anda mengalami kasih Tuhan dalam hidup Anda, di saat badai mengguncang hidup Anda? Atau Anda melakukan protes terhadap Tuhan, karena merasa Tuhan tidak adil terhadap diri Anda?

Nick Vujicic adalah seorang pria asal Australia yang mempunyai kondisi tubuh cacat. Dia tidak mempunyai kedua tangan dan kaki yang utuh. Kaki sebelah kirinya pendek sekali, nyaris hanya dari mata kaki sampai telapak kaki. Namun Nick mampu menerima kondisinya ini sebagai karunia Tuhan.

Memang, awalnya Nick menolak kondisi dirinya. Ia merasa Tuhan tidak adil telah menciptakan dirinya tidak normal seperti manusia lain. Saat ia berusia lima hingga tujuh tahun, ia protes kepada Tuhan. Kalau Tuhan itu baik, mengapa ia menciptakan dirinya dengan tidak normal? Bahkan waktu berusia 12 tahun Nick mencoba untuk bunuh diri.

Ia berkata, “Saya memang pergi ke sekolah, tapi hidup saya tidak ada di sekolah. Saya melihat diri saya tidak layak lagi untuk hidup. Saya begitu menyesali keadaan diri saya. Tapi yang saya harapkan saat itu seseorang datang dan berkata semuanya akan baik-baik saja. Tapi saya tetaplah seorang yang cacat. Saya tidak bisa bermain bersama teman-teman saya yang normal.”

Namun Nick mengurungkan niatnya untuk berbuat nekad. Hal itu terjadi, ketika sang ibu menunjukkan gambar orang cacat seperti dirinya dari sebuah koran lokal. Nick sadar bahwa ia tidak sendirian. Masih ada orang yang senasib dengan dirinya. Ia pun bangkit dari keterpurukannya. Ia mulai berjuang. Dan ia berhasil. Ia mengalami kasih Tuhan itu melalui orang-orang yang ada di sekitarnya. Sang mama yang sangat mengasihi dengan merawatnya ia alami sebagai kehadiran Tuhan yang menyertai perjalanan hidupnya.

Sahabat, masihkah Anda yakin bahwa Tuhan masih mengasihi Anda? Kalau Anda masih yakin, mengapa Anda mudah menyerah di kala Anda menghadapi persoalan-persoalan hidup? Mengapa Anda protes terhadap Tuhan, di kala Anda mengalami duka nestapa menimpa diri Anda?

Banyak orang merasa ditinggalkan Tuhan, saat mereka mengalami penderitaan dalam hidup ini. Mereka protes terhadap Tuhan. Mereka berusaha untuk meninggalkan Tuhan. Padahal saat mereka melakukan kesalahan dan dosa, mereka tidak pernah menyertakan Tuhan. Mereka lakukan sendiri dan bahkan sembunyi-sembunyi.

Kisah Nick di atas memberi kita inspirasi bahwa kasih karunia Tuhan tidak berkesudahan. Tuhan tetap setia kepada kita. Tuhan memberi kita kemampuan untuk melintasi perjalanan hidup ini. Tuhan telah menyerahkan bekal hidup bagi kita saat menciptakan diri kita. Dengan cara itu, Tuhan ingin agar kita tetap setia kepadaNya. Kita tetap mengarahkan hidup kita kepada diriNya. Kita terus-menerus mengembangkan diri kita dengan mengandalkan kasih karunia Tuhan itu.

Sebagai orang beriman, kita mesti terus-menerus mencari dan menemukan kasih Tuhan dalam hidup ini. Kasih Tuhan itu dapat kita temukan dalam diri orang-orang yang ada di sekitar kita. Jangan biarkan kasih Tuhan lewat begitu saja. Jangan biarkan hidup kita tanpa arah yang jelas. Mari kita mengalami kasih Tuhan yang hadir dalam hidup kita melalui sesama di sekitar kita. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1032

23 Januari 2014

Menciptakan Keselarasan dalam Hidup




Kalau Anda punya tujuan hidup, apa yang Anda lakukan untuk meraih tujuan hidup itu? Tentu saja Anda akan lakukan hal-hal yang terbaik untuk menggapai tujuan hidup Anda.

Ada seorangg teman yang sedang berusaha untuk menurunkan berat badannya. Bayangkan, berat badannya melampaui batas, yaitu 120 kilogram. Perawakannya memang tinggi besar. Tetapi ia mengalami kesulitan untuk bergerak dengan leluasa. Jantungnya pun megap-megap. Ia takut nanti punya masalah dengan jantungnya. Ia tidak ingin mati muda. Ia tidak mau mengalami serangan jantung atau stroke.

Sudah bertahun-tahun ia berusaha untuk menurunkann berat badannya. Namun ia masih gagal juga. Ia resah dengan situasi dirinya. Ia mau menurunkan berat badannya. Namun ia kurang berhasil. Ia hidup dalam kecemasan.

Soal yang ia hadapi adalah ia sering ke dapur untuk memasak makanan kesukaannya. Mulutnya tidak berhenti dari cemilan. Ia tidak bisa diet. Ia tidak bisa membiarkan kulkas di rumahnya tetap tertutup. Ia tidak kuat untuk membiarkan perutnya lapar dalam beberapa saat. Ia tidak bisa melawan keinginan lidahnya untuk mencicipi makanan yang enak.

Karena itu, usahanya untuk menurunkan berat badan itu sia-sia saja. Ia mesti menghadapi ancaman serangan jantung dan stroke.

Sahabat, sering orang melakukan hal-hal yang tidak selaras dengan tujuan atau mimpi yang telah dicanangkannya. Orang mudah mengingkari tujuan yang telah ditetapkannya. Orang mudah meninggalkan janji-janjinya. Orang sering kurang peduli terhadap komitmen yang telah dibuatnya. Akibatnya, tujuan yang telah ditetapkan tidak mudah tercapai. Mimpi yang dicanangkan hanyalah mimpi hampa di siang bolong.

Kisah teman saya di stas menjadi contoh orang yang suka melanggar tujuan yang telah ditetapkannya. Orang tidak bisa mengharapkan mukjizat terjadi atas dirinya, kalau ia sendiri tidak mau berjuang. Mukjizat terjadi ketika orang telah berusaha mati-matian. Tuhan intervensi ke dalam hidup seseorang, karena ketidakmampuannya untuk mengatasi krisis atau persoalan hidupnya.

Karena itu, kalau Anda telah menetapkan tujuan hidup Anda, tetaplah berpegang pada hal itu. Usaha untuk mencapai tujuan itu butuh pengorbanan. Tidak ada sukses yang diraih tanpa keringat dan air mata. Kalau Anda ingin ada keseimbangan dalam hidup Anda, jangan memforsis diri Anda dengan hidup yang tidak karuan. Kalau Anda berniat menurunkan berat badan Anda, stop makan sepanjang waktu. Stop buka kulkas untuk mengambil makanan dari sana.

Tujuan utama hidup orang beriman adalah berjumpa dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Untuk berjumpa dengan Tuhan, orang beriman mesti menyediakan hati dan telinganya untuk mendengarkan kehendak Tuhan atas dirinya. Kalau orang hidup hanya menurut kehendak dirinya sendiri, kehendak Tuhan tidak akan terjadi dalam dirinya.

Untuk itu, orang beriman mesti senantiasa fokus pada tujuan hidupnya untuk berjumpa dengan Tuhan dalam hidup sehari-hari. Orang mesti menyelaraskan kehendak dirinya dengan kehendak Tuhan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu rahmat bagi hidup ini. Hidup ini memberikan sukacita dan damai. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT'

1031

22 Januari 2014

Peduli terhadap Penderitaan Sesama



Beberapa waktu lalu, negeri kita dibanjiri oleh berbagai bencana alam. Ada gempa dahsyat yang menimpa manusia. Ada letusan gunung berapi yang memaksa manusia untuk mengungsi. Ada banjir bandang dan tsunami yang mengancam nyawa manusia. Lantas ada juga tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi Super Jet 100 milik Rusia.

Berhadapan dengan situasi seperti ini, apa yang Anda mau buat bagi sesama yang menderita? Masihkah hati Anda mudah tergerak oleh penderitaan sesama Anda?

Tanggal 12 Desember 1992 lalu gempa besar menggoncang Kota Maumere, Flores dan sekitarnya. Gempa besar itu disusul oleh tsunami yang melululantakkan Pulau Babi. Dua ribu lebih orang meninggal dunia. Banyak orang hidup dalam ketakutan akan gempa susulan.

Bayangkan, banyak rumah roboh dan hancur berantakan. Kepanikan luar biasa menimpa diri manusia. Mereka tidak tahu mau lari ke mana. Mereka tidak tahu mau buat apa. Ada yang memutuskan untuk tidak lari ke mana-mana.

Hari-hari sebelum peristiwa tragis itu, tidak ada tanda-tanda. Orang hidup biasa saja dalam rutinitas mereka. Apa yang akan terjadi dalam hidup manusia, tidak pernah ada yang tahu. Orang tidak tahu kalau akan terjadi gempa atau badai dalam dirinya. Kadang-kadang semua peristiwa itu berada di luar nalar manusia.

Namun yang terjadi sesudah suatu bencana alam adalah tumbuhnya solidaritas dalam hidup manusia. Terlepas dari tulus tidaknya solidaritas itu, kita menyaksikan adanya hati yang mudah tersentuh oleh penderitaan orang lain. Orang tidak ingin membiarkan sesamanya terpuruk dalam penderitaan.

Karena itu, tangan-tangan baik terus-menerus mengulur bagi sesama yang menderita. Tidak peduli apakah sesama itu dikenal atau tidak. Yang penting adalah sesama itu mendapatkan pengharapan untuk bangkit dari keterpurukannya itu. Keberpihakan hadir dalam diri manusia. Hasilnya adalah semangat juang tumbuh dalam diri para korban bencana alam itu.

Sahabat, apa yang dibutuhkan manusia dalam situasi mencekam atau krisis? Yang dibutuhkan adalah kita mampu menaruh kepercayaan kita pada orang lain. Kita percaya bahwa kita tidak sendirian dalam hidup ini. Masih ada orang lain yang siap mengulurkan tangan bagi hidup kita. Masih ada senyum yang tertuju kepada kita, saat kita mengalami duka nestapa ini. Masih ada hati yang mudah tergerak untuk krisis yang kita hadapi.

Karena itu, yang mesti kita lakukan adalah kita tidak perlu cemas akan hidup ini. Tuhan mengatakan, jangan cemas akan apa yang kamu makan besok. Pandanglah burung-burung di udara yang terbang kian ke mari. Mereka tidak menabur, tetapi mereka tetap mendapatkan makanan untuk hidup mereka. Tentu saja kita lebih berharga daripada burung-burung di udara. Kita diciptakan dengan akal budi yang dapat membantu kita untuk hidup lebih baik.

Tidak cemas tidak berarti kita tidak perlu berusaha lagi. Justru dalam ketidakcemasan itu ada kesempatan yang lebih besar untuk melakukan hal-hal yang besar bagi orang lain. Solidaritas terhadap orang lain menjadi lebih kuat tertanam dalam diri kita. Kalau kita punya hati yang mudah tersentuh oleh penderitaan sesama, kita mampu membantu banyak orang.

Mari kita memelihara sikap solidaritas terhadap sesama kita. Dengan demikian, hati kita tetap terbuka terhadap penderitaan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1030

Berharap pada Tuhan Itu Keutamaan




Sebagai orang beriman, masihkah Anda punya harapan kepada Tuhan di saat-saat krisis hidup menimpa Anda? Atau Anda putus harapan, karena merasa Tuhan tidak bisa Anda andalkan lagi?

Seorang anak yang tumbuh dewasa mengatakan bahwa menjadi anak yang dibanggakan orangtua bukanlah impiannya. Hal itu membawa beban bagi dirinya. Di mata saudara-saudaranya, ia memilki masa kecil yang cukup enak dibandingkan mereka. Memang harus diakui, ia adalah anak yang jarang sekali dimarahi oleh orangtuanya. Hal ini wajar, karena ia memang selalu membanggakan mereka. Dari SD hingga SMP, ia selalu memiliki rapor yang bagus. Ia juga termasuk anak rumahan.

Namun masuk SMA, ia mulai sedikit "memberontak" terhadap orangtuanya. Ia yang dulunya suka membaca buku pelajaran pada saat di rumah, tidak ia lakukan lagi. Bahkan agar orangtuanya tidak membanggakan dirinya di depan orang lain atau keluarga besarnya, ia dengan sengaja membuat nilai-nilai mata pelajaran saat kelas 1 SMA cukup jelek. Namun, usahanya itu tidak berhasil.

Meski orangtuanya kecewa dengan hasil rapornya, tetapi mereka tetap menaruh harapan besar kepadanya. Orangtuanya tetap berharap, agar ia dapat membawa keharuman bagi keluarganya. Setelah lama berpikir tentang hal itu, ia menghentikan pemberontakannya. Harapan orangtuanya terlalu indah untuk dilenyapkan. Ia mulai bangkit lagi dari kelesuannya. Di kelas dua, nilai-nilai rapornya sangat baik. Kedua orangtuanya pun merasa bangga atas pencapaiannya itu. Ia capai semua itu berkat ketekunannya.

Sahabat, mengharapkan yang terbaik dari orang yang kita cintai itu sangat wajar. Apalagi harapan itu bukan sesuatu yang jelek. Kita mengharapkan hal-hal yang indah dan baik bagi orang-orang yang kita cintai. Misalnya, sukses meraih cita-cita. Sukses mendapatkan pekerjaan yang baik dan menjanjikan masa depan yang cerah.

Kisah anak di atas menjadi suatu motivasi bagi kita bahwa apa yang kita buat itu juga diharapkan oleh orang lain. Kebaikan yang kita lakukan setiap hari itu tidak hanya untuk diri kita sendiri. Banyak orang sedang menantikan kebaikan kita itu mengalir juga bagi hidup mereka. Karena itu, kita tidak boleh menutup diri terhadap harapan yang begitu besar dalam diri sesama kita. Kita pelihara harapan mereka itu dengan melakukan hal-hal yang baik bagi hidup bersama.

Karena itu, yang kita butuhkan adalah bertanya pada diri kita sendiri: apa yang diharapkan oleh orang lain dari diri kita? Apakah orang lain mengharapkan, agar kita mati konyol karena perbuatan kita yang kurang menyenangkan? Atau orang berharap agar kita meraih sukses dalam hidup ini? Dengan demikian, kesuksesan yang kita miliki itu juga mengalir bagi hidup mereka?

Orang beriman menggantungkann harapannya pada Tuhan. Mengapa? Karena Tuhan senantiasa memberikan yang terbaik bagi hidup manusia. Tuhan tidak ingin manusia ciptaan-Nya itu binasa. Justru Tuhan senantiasa mengharapkan sukacita dan damai dalam hidup manusia. Karena itu, yang dibutuhkan adalah kita terus-menerus menaruh harapan kita pada Tuhan. Dengan demikian, hidup ini senantiasa memiliki makna yang mendalam. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1029

Keselarasan antara Kata dan Perbuatan


Apa yang akan Anda lakukan, saat Anda berhadapan dengan sesama Anda yang banyak bicara? Anda biarkan saja? Anda cuek saja? Atau Anda mengambil ide-idenya untuk melakukan berbagai hal yang baik bagi kehidupan ini?

Sudah lima bulan ini, seorang teman saya tidak mau menonton televisi lagi. Ia mogok. Bahkan layar televisi yang ada di rumahnya dia tutup dengan kertas putih. Ia mau berdiam diri saja. Ia tidak mau mendengarkan obrolan-obrolan para politisi di televisi. Menurutnya, para politisi itu hanya mengumbar ide-ide. Mereka lebih banyak bicara. Mereka tidak punya telinga untuk mendengarkan suara rakyat, meski mereka selalu mengklaim bahwa mereka selalu peduli terhadap kepentingan rakyat.

Nyatanya, menurut teman saya itu, banyak kejanggalan terjadi di negeri ini. Ada korupsi yang dibiarkan terus-menerus berlangsung. Padahal ada puluhan juta rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Anehnya lagi, rakyat yang berusaha mati-matian untuk memenuhi kebutuhan mereka, tetapi para politisi itu menyetujui pemungutan pajak.

Melihat situasi seperti itu, teman saya itu kesal. Ia protes. Ia mogok. Langkah selanjutnya adalah ia merencanakan untuk tidak mau bayar pajak. Ia tahu bahwa hal ini melanggar peraturan. Tetapi ia lakukan itu demi tegaknya keadilan. Apalagi selama ini ia sering ditekan oleh petugas pajak untuk menyuap.

Ia berkata, “Saatnya kita harus ambil tindakan. Kita tidak bisa biarkan praktek-praktek kejahatan merajalela terus-menerus.”

Sahabat, ada orang-orang yang lebih suka berbicara daripada melakukan hal-hal yang berguna bagi kehidupan bersama. Orang yang banyak bicara merasa lebih hebat daripada yang sedikit bicara. Soalnya adalah apakah yang dibicarakan itu demi kebahagiaan bersama? Atau yang dibicarakan itu hanya untuk kesenangan pribadi?

Mungkin baik kita mengikuti usulan untuk mendengar lebih banyak dan berbicara lebih sedikit. Mendengar membuat kita belajar banyak hal dari orang lain. Orang yang banyak bicara memberikan ide-ide bagi kita. Kita mendapatkan berbagai masukan bagi karya kita. Karena itu, kita tidak perlu menggerutu saat ada orang di sekitar kita yang banyak bicara. Kita tidak perlu mogok untuk mendengarkan orang lain yang berbicara banyak itu.

Mendengar juga memungkinkan kita untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan sesama kita. Mungkin kita akan mudah membangun relasi yang berguna bagi hidup kita. Dengan cara demikian, kita menjadi orang yang punya banyak sahabat.

Kisah teman saya di atas menjadi suatu pertimbangan yang baik juga. Ia punya sikap yang tegas. Tetapi kurangnya adalah ia mudah mogok. Ia berhenti untuk melakukan sesuatu yang baik bagi sesamanya. Ia memilih untuk bersikap pasif. Semestinya ia mulai membangun relasi dengan sesamanya. Dengan demikian, ia memiliki banyak kemungkinan untuk melakukan hal-hal yang baik bagi hidupnya dan sesamanya.

Orang beriman mesti berani memberikan solusi bagi suatu situasi yang kurang baik. Bukannya mengambil sikap mogok dan tidak melakukan hal-hal yang baik bagi sesama. Mari kita tetap berusaha untuk mendengarkan banyak dan berbuat banyak bagi kehidupan. Dengan demikian, hidup ini menjadi suatu kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang lain. Tuhan memberkati. **


Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1028

Berkat Sebuah Ucapan Syukur



Pernahkah Anda mensyukuri kebaikan Tuhan saat Anda mengalami sukacita dan bahagia? Atau Anda merasa syukur itu tidak perlu diucapkan, karena Tuhan sudah mulia di surga?

Seorang ibu bercerita bahwa saat ia mengantarkan anaknya yang paling kecil ke tempat tidur, dia memanjatkan sebuah doa yang sangat indah. Padahal anaknya itu paling sulit untuk disuruh berdoa.

Anak itu berdoa, “Terima kasih Tuhan untuk kakak saya, ibu saya, ayah saya, rumah saya, teman-teman saya… dan terutama untuk tempat tidur saya.”

Dia menyampaiakan doa syukurnya atas banyak hal yang ia miliki malam itu selama 10 menit. Setelah ia selesai berdoa, ibu menciumnya. Sang anak mengucapkan selamat malam kepada mamanya. Lantas ia pun memejamkan matanya. Beberapa saat kemudian ia terlelap dalam mimpi-mimpi malamnya.

Ibu itu tetap was-was. Beberapa waktu kemudian, ia melongok ke kamar anaknya itu. Ternyata sang anak tidur dengan sangat nyenyak. Tidak ada gangguan sama sekali. Anak itu telah menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Ia telah mensyukuri kebaikan Tuhan bagi hidupnya. Kebaikan Tuhan itu hadir dalam diri orang-orang yang ada di sekitarnya.

Sahabat, pernahkah kita mengucapkan syukur atas kebaikan Tuhan bagi hidup kita? Bukankah kita mengucap syukur hanya di saat-saat kita meraih kesuksesan? Tetapi di saat-saat kita mengalami duka nestapa, kita lebih mudah menyalahkan Tuhan? Mengapa hal seperti ini bisa terjadi? Hal ini bisa terjadi, karena iman kita kurang berakar dalam diri Tuhan. Iman kita masih tertuju pada keuntungan diri kita sendiri alias masih ada pamrih.

Kisah tadi menampilkan suatu bentuk iman yang begitu polos dari seorang anak kecil. Ia percaya bahwa Tuhan yang ia imani itu senantiasa menjaga dirinya. Ia tidak kuatir saat menutup matanya rapat-rapat, sebab pada saat itu pula Tuhan melindunginya. Tuhan menyertai tidur malamnya yang lelap itu.

Karena itu, kita mesti menambah keteguhan iman kita kepada Tuhan. Beriman berarti kita menyerahkan seluruh hidup kita kepada Tuhan. Kita membiarkan Tuhan menguasai seluruh hidup kita. Kita mempercayakan hidup kita kepada kuat kuasanya Tuhan.

Seorang bijaksana berkata, “Serahkanlah kekuatiranmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau!”

Yang kita butuhkan dalam hidup ini adalah tidak mengizinkan kekuatiran, ketakutan dan egoisme kita mencuri berkat dari Tuhan. Kita mesti membiarkan berkat Tuhan yang begitu berlimpah atas kita menguasai diri kita. Sebaliknya, kita mesti mencurahkan isi hati kita kepada Tuhan dengan ucapan syukur.

Di saat banyak orang sulit mensyukuri kebaikan Tuhan, mari kita bersyukur atas kebaikan Tuhan. Dengan demikian, hidup ini semakin bermakna. Kita mengalami Tuhan hadir dalam setiap detik hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1027

16 Januari 2014

Berjuang Meraih Kebahagiaan dalam Hidup

 
Apa yang Anda dambakan dalam hidup ini? Tentu semua orang akan menjawab, hidup yang bahagia lahir dan batin. Untuk memiliki hidup yang bahagia itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Orang mesti berusaha. Orang mesti berani berjuang dalam hidup yang nyata.

Setiap orang mendambakan hidup yang bahagia. Untuk itu, ada berbagai usaha untuk meraih hidup yang bahagia. Ada yang kemudian bekerja mati-matian untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta kekayaan. Ada yang memuaskan diri dengan berekreasi ke tempat-tempat wisata yang indah permai. Ada yang mengunjungi sebanyak mungkin teman-temannya.

Namun sering orang salah tanggap. Orang merasa bahwa kebahagiaan itu dicapai setelah keinginan-keinginannya terpenuhi. Apalagi keinginan yang terbesar dalam hidup itu sudah terpenuhi, orang akan merasa sangat senang. Orang seolah-olah merasa berada dalam surga. Orang merasa puas. Orang merasa diliputi sukacita yang tiada tara.

Ada seorang gadis yang merasa senang luar biasa, ketika keinginannya untuk bertunangan dengan pria yang diidam-idamkannya terpenuhi. Hatinya berbunga-bunga. Hari-harinya selalu dikuasi oleh perasaan tenang. Namun setelah beberapa bulan, ia mulai merasa bahwa apa yang telah dicapinya itu sebenarnya membuat dirinya tidak bebas lagi. Ia merasa sedih. Apalagi ia seorang gadis karier yang mesti menentukan segala sesuatu untuk kelanjutan hidupnya.

Gadis itu merasa kariernya terancam. Ia tidak habis pikir mengapa hal itu bisa terjadi. Padahal ia telah memutuskan sendiri memiliki pemuda yang menjadi dambaannya. Ia tidak merasa bahagia. Ia merasa ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Ia merasa bahwa hidupnya pun terancam.

Sahabat, kebahagiaan itu bukan hanya soal terpenuhinya keinginan kita. Boleh saja kita meraih keinginan-keinginan yang ada dalam diri kita. Namun bisa saja terjadi bahwa keinginan-keinginan itu justru memasung diri kita. Keinginan-keinginan itu dapat membuat kita tidak bahagia dalam hidup.

Karena itu, orang mesti memiliki pengertian yang benar tentang kebahagiaan. Pengertian yang salah tentang kebahagiaan dapat menyebabkan hidup kita sengsara. Kita dapat menderita lebih parah, ketika kita hanya menyamakan terpenuhinya keinginan dengan kebahagiaan.

Untuk itu, orang mesti menguji keinginan-keinginan hatinya. Jangan-jangan keinginan hatinya itu hanya semu belaka. Dengan demikian, orang tidak terjebak pada hanya mengandalkan terpenuhinya keinginan-keinginannya.

Kebahagiaan itu berarti orang memiliki rasa hidup yang benar. Kebahagiaan itu dicapai ketika orang menjalani hidup ini dengan enak, sesuai kebutuhan, seperlunya, secukupnya, semestinya dan sebenar-benarnya. Kalau orang masih terpasung oleh ambisi pribadi untuk memenuhi keinginan-keinginannya saja, orang gagal meraih kebahagiaan. Orang tidak merasa enak dalam hidupnya. Orang selalu merasa kekurangan dalam hidupnya. Orang belum hidup sebenar-benarnya.

Karena itu, mari kita berusaha mengurangi keinginan-keinginan diri kita. Dengan demikian, kita dapat meraih kebahagiaan hidup yang sebenar-benarnya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1026

14 Januari 2014

Kesetiaan dalam Penantian yang Panjang

 


Pernahkah Anda bayangkan bagaimana seorang istri menjalani hari-hari sebagai pasangan seorang serdadu yang tengah bertugas di medan pertempuran? Bukan perkara mudah untuk menjalaninya, bukan? Terlebih, hari-hari selalu dihantui oleh ketidakpastian akan nasib orang yang dikasihi. Apalagi godaan-godaan terus-menerus membahayakan hubungan mereka.

Kisah-kisah penuh warna ini dijalani oleh Claudia Joy Holden, Denis Sherwood, Roxy LeBlanc dan Pamela Moran. Empat perempuan ini bersuamikan serdadu Amerika Serikat. Suami-suami mereka, ditugaskan di medan pertempuran.

Berbagai persoalan hidup muncul mewarnai kehidupan mereka. Dari menjalani kehidupan sebagai "single parent" atau orangtua tunggal hingga menanti ketidakpastian akan nasib suami-suami mereka. Sebuah kisah yang mengugah. Menyelami kehidupan penuh warna yang nyaris serupa dengan kehidupan nyata para pasangan tentara.

Mereka dituntut untuk tetap setia dalam penantian. Mereka mengisi penantian tak menentu itu dengan berbagai kegiatan. Mengurus anak dengan baik merupakan satu sisi kehidupan mereka. Karena itu, kehidupan mereka jauh dari kesepian. Sisi kehidupan seperti ini menjadi suatu keutamaan yang mereka jalani sehari-hari. Hasilnya adalah suatu situasi yang membahagiakan. Suatu situasi yang juga membanggakan atas tugas militer sang suami di medan laga.

Sahabat, dalam hidup sehari-hari kita semua juga sedang menanti. Ada yang sedang menanti orang yang dicintai. Ada yang menanti hadiah dari seseorang. Saya baru saja mendapat SMS dari seseorang. Ia berkata, “Tolong bantuin aku, Tuhan. Aku sekarang ini lagi nggak ada uang belanja. Aku tak tahu mau ke mana aku harus minta bantuan.”

Orang yang saya tidak kenal ini sangat membutuhkan bantuan. Ia ingin meneruskan perjalanan hidupnya yang masih panjang. Ia sedang menantikan uluran tangan orang-orang yang berkehendak baik. Ia sedang mengalami kesulitan hidup. Pantaskah ia berlama-lama menanti uluran tangan dari sesamanya? Bukankah hidupnya mesti berjalan terus? Bukankah ia tidak ingin hidupnya berhenti lantaran tidak mendapatkan sesuap nasi?

Tentu saja pesan sahabat kita satu ini membangunkan insting manusiawi kita untuk memberi dari apa yang kita miliki. Bukankah setiap manusia telah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk memiliki hati yang rela memberi? Karena itu, penantian penuh harapan dari sahabat kita satu ini sudah semestinya mendapatkan jawaban. Dengan demikian, ia dapat melanjutkan perjalanan hidupnya dengan senyum bahagia.

Mari kita memupuk hati kita untuk mudah tergugah oleh penantian panjang sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1025

Berani Memaafkan Kesalahan Sesama



Mampukah Anda memaafkan sesama yang telah menyakiti hati Anda? Kiranya tidak gampang kita memaafkan orang yang telah menyakiti hati kita. Lebih mudah kita melakukan balas dendam. Bahkan kita rela untuk menjerumuskan orang yang telah menyakiti hati kita itu.

Ada seorang ibu yang merasa sangat sakit hatinya. Hatinya terluka oleh perbuatan suaminya. Suami itu sangat ia cintai. Ia menyediakan semua kebutuhan suaminya dengan penuh perhatian. Setiap kali suaminya mau pergi kerja, ia selalu menyediakan kebutuhan suaminya. Ia merasa bahwa sekali pun dalam hidupnya, ia tidak pernah lalai memperhatikan suaminya.

Namun akhir-akhir ini ia berbalik seratus delapan puluh derajat. Ia ogah menyiapkan kebutuhan-kebutuhan suaminya. Ia tidak kuat lagi menghadapai tipu muslihat yang dilakukan oleh suaminya. Ia pun tidak bisa mengampuni penyelewengan suaminya. Suaminya telah melakukan perselingkungan dengan wanita lain.

Tentang hal ini ia berkata, “Saya sangat terluka. Saya tidak bisa mengampuni dia. Dia sudah menyakiti saya berulang kali. Saya tidak mau memaafkan dia. Dia tidak pantas dimaafkan.”

Yang terjadi kemudian adalah ibu ini hidup dalam penderitaan. Luka batinnya begitu dalam. Sulit untuk diobati. Ia memandang suaminya sebagai musuh yang harus dienyahkan. Semua perbuatan baiknya bagi suaminya ia hentikan. Ia tidak mau melayani suaminya lagi. Suatu tragedi terjadi dalam bahtera hidupnya. Padahal hanya satu kali sang suami mengingkari cintanya.

Sahabat, ketika orang memiliki kesepakatan untuk membangun bahtera perkawinan, ada berbagai risiko yang mesti mereka hadapi. Salah satu risiko itu adalah ketika orang mesti menghadapi ketidaksetiaan dari pasangannya.

Kalau orang hanya mau menang sendiri, orang akan jatuh ke dalam egoisme yang sangat besar. Egoisme itu akan menguasai dirinya. Egoisme itu akan menutup semua hal yang baik yang ada dalam diri pasangannya. Yang ia lihat dalam diri pasangannya hanyalah hal-hal buruk dan negatif. Tidak ada hal baik sedikit pun.

Karena itu, dibutuhkan komunikasi yang baik dalam kehidupan berkeluarga. Komunikasi yang baik itu mengandaikan saling pengertian dan percaya. Ketika seseorang mempercayai pasangannya, ia tidak perlu kuatir akan berita miring tentang pasangannya.

Untuk itu, pasangan suami istri mesti selalu saling belajar untuk memiliki pengertian dan rasa percaya. Dengan demikian, mereka tidak perlu saling menaruh curiga. Kasih mereka akan bertumbuh dan berkembang dengan lebih baik. Buah dari kasih itu adalah saling mengampuni. Pintu hati selalu terbuka untuk memaafkan pasangannya. Luka batin tidak perlu tumbuh dalam diri salah satu pasangan hidup.

Memang, tidak gampang menerima dan memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Lebih gampang kita mencampakkan orang yang bersalah itu. Namun ini bukan semangat orang beriman.

Orang beriman itu senantiasa berusaha dengan berbagai cara untuk menerima kembali sesamanya yang bersalah dan berdosa. Tidak ada jalan buntu dalam membangun kasih dan persaudaraan. Mari kita berusaha untuk senantiasa menerima dan memaafkan sesama yang bersalah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1024

Hormati Hidup, karena Hidup Ini Milik Tuhan



Sering orang merasa bahwa hidup ini adalah milik kepunyaannya. Karena itu, mereka memperlakukan hidup ini dengan sekehendak hati. Hidup tak teratur. Minum minuman keras sampai berlebihan. Begadang sampai pagi. Akibatnya, tubuh mereka dipenuh penyakit yang mengancam nyawa.

Suatu hari ada seorang yang baik dan sangat jujur jatuh sakit. Penyakit yang diderita itu pun mengancam nyawanya. Ia menderita sakit kanker. Waktu memeriksakan diri, dokter mengatakan bahwa kanker yang dideritanya sudah mencapai stadium empat. Orang baik itu sangat terkejut. Para anggota keluarganya pun tidak percaya akan hal itu. Selama ini ia tampak baik-baik saja. Ia jarang jatuh sakit. Baru sekali ini ia sakit dan langsung parah.

Banyak sahabatnya pun tidak percaya akan hal ini. Mereka merasa bahwa tidak mungkin Tuhan memberikan hukuman yang begitu kejam terhadap dirinya. Namun dokter tidak membohongi orang baik itu. Ia sudah menelitinya dengan sangat cermat. Kesimpulannya adalah orang baik dan jujur itu menderita kanker ganas. Bahkan obat-obat yang ia berikan sudah tidak mempan. Orang baik itu hanya bisa membaringkan diri di tempat tidur. Lima bulan kemudian orang baik dan jujur itu menghembuskan nafas terakhirnya. Sungguh tragis!

Para anggota keluarganya tidak mudah menerima kenyataan itu. Namun selama perawatan, orang baik itu berusaha untuk menerima kenyataan yang ada. Ia tidak bisa menolaknya. Bahkan ia berusaha untuk menyerahkan hidupnya kepada Tuhan. Ia yakin, penyakit hanya mampu membunuh tubuh manusiawinya. Namun penyakit yang ganas itu tidak mampu membunuh jiwanya.

Karena itu, ketika ada sahabatnya yang bertanya, mengapa Tuhan membiarkan orang baik menderita, ia menjawab, ‘Hidup ini milik Tuhan. Hidup ini bukan milik saya. Tuhan mau buat apa terhadap hidup saya ini, itu terserah Tuhan.’

Sahabat, apa yang terjadi seandainya Anda yang mengalami penderitaan seperti yang dialami orang baik dalam kisah tadi? Rasanya Anda akan memberontak. Anda akan menolak penderitaan yang terjadi atas diri Anda. Mengapa? Karena Anda akan merasa bahwa Tuhan itu tidak adil terhadap Anda. Anda masih ingin hidup untuk waktu yang lama. Tetapi kenapa Tuhan begitu cepat mengambil Anda dari dunia ini.

Sikap orang baik dalam kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa Tuhan tidak menghukum manusia. Penderitaan yang dialami oleh manusia itu melulu karena sifat keinsanan kita. Yang diinginkan oleh Tuhan bagi manusia adalah keselamatan. Untuk itu, Tuhan telah memberikan kasihNya kepada manusia. Melalui orang-orang yang ada di sekitar kita, Tuhan menunjukkan kasih setiaNya itu. Tuhan tetap peduli terhadap kehidupan manusia. Tuhan tidak meninggalkan manusia berjuang sendiri dalam mengarungi gelombang kehidupan.

Dalam penderitaan itu, Tuhan tetap hadir. Tuhan tidak meninggalkan manusia berjuang sendirian melawan sakitnya. Tuhan memberikan semangat kepada setiap orang yang sedang menderita dengan harapan akan kehidupan abadi.

Karena itu, orang beriman mesti memiliki fighting spirit atau semangat juang. Dalam semangat juang itu, manusia memiliki harapan untuk terbebas dari penderitaan. Dalam semangat juang itu, manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Mengapa? Karena hidup ini milik Tuhan. Kapan Tuhan mau mengambil hidup ini dari kita, Dia akan mengambilnya.

Mari kita menyerahkan seluruh hidup kita ke dalam kuasa Tuhan. dengan demikian, hidup kita semakin memiliki makna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1023

Berusaha Hidup Ugahari


Beberapa waktu lalu (tahun 2009) media-media massa memberitakan pembelian mobil baru untuk para menteri kabinet bersatu jilid 2. Harga mobil itu tidak main-main, yaitu satu koma tiga milyar rupiah. Mobil dengan merek super Soluna Syaloom itu menjadi barang mewah yang membantu pekerjaan para menteri yang belum genap seratus hari bekerja.

Menurut berita yang diperoleh, kehadiran kendaraan mewah itu untuk meningkatkan kinerja para pembantu dekat presiden itu. Karena itu, mereka membutuhkan kendaraan yang lebih baik, meski kendaraan sebelumnya, Toyota Camry itu masih layak pakai.

Tentu saja pembelian mobil mahal tersebut disambut protes oleh berbagai kalangan. Pasalnya, pembelian mobil mewah itu tidak mengindahkan krisis yang dihadapi bangsa saat ini. Ada begitu banyak orang miskin. Ada 37 juta lebih orang miskin di negeri ini yang butuh makanan, pakaian, perumahan dan pendidikan yang memadai. Menurut orang-orang yang protes itu, situasi kemiskinan ini dulu yang mesti diatasi. Bukan membeli mobil baru untuk para pejabat negara yang sudah mapan itu.

Menurut perhitungan, sebuah mobil seharga satu koma tiga milyar itu dapat digunakan untuk membangun tiga sekolah baru. Kalau uang itu digunakan untuk membangun tiga sekolah, tentu saja keprihatinan kita di bidang pendidikan akan dapat teratasi. Tidak perlu lagi ada anak bangsa ini yang masih buta huruf, karena tidak sekolah. Menurut perhitungan, uang sejumlah itu sudah dapat membiayai 23 ribu anak-anak sekolah tingkat SMP untuk SPP satu bulan. Tetapi mengapa uang sejumlah itu digunakan untuk membeli mobil pejabat?

Sahabat, kemewahan hidup bukan merupakan sesuatu yang asing lagi di negeri ini. Di saat digembar-gemborkan slogan hidup hemat, ternyata ada sejumlah kalangan yang menikmati hidup mewah. Ada upaya untuk mengabaikan slogan itu. Atau slogan yang begitu indah itu hanya dijadikan sebuah ucapan di bibir saja. Tidak bermakna bagi hidup sehari-hari.

Akibatnya jurang kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar. Mereka yang kaya akan semakin kaya. Sedangkan mereka yang miskin akan semakin miskin. Mengapa? Karena baik yang kaya maupun yang miskin memiliki kewajiban-kewajiban yang sama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di hadapan hukum semua warga negara diperlakukan sama.

Karena itu, ketika seorang pejabat negara melakukan korupsi besar-besaran semestinya hukumannya lebih besar daripada seorang Nenek Minah yang mencuri tiga buah kakao. Namun yang terjadi adalah bahwa para koruptor itu sulit sekali ditangkap untuk diadili sesuai dengan hukum di negeri ini. Kalau toh ditangkap dan diadili, proses pengadilannya berbelit-belit. Tidak sesederhana yang dipikirkan oleh banyak orang. Mengapa hal seperti ini bisa terjadi?

Karena itu, orang beriman mesti memiliki hati nurani yang baik. Orang mesti memiliki kekuatan untuk memilah-milah mana yang semestinya digunakan dalam hidup ini, mana yang tidak. Barang mewah mana yang semestinya dipakai untuk kelancaran hidup dan mana yang tidak. Dengan demikian, orang tidak terjerat oleh suatu kehidupan yang menghambur-hamburkan kekayaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1022

Mengusir Rasa Bosan dari Diri




Saya rasa semua orang pernah mengalami rasa bosan. Berbagai cara dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan. Ada yang berhasil, namun ada yang gagal mengatasi rasa bosan itu. Akibatnya, mereka tenggelam dalam kesendirian. Bahkan ada yang mengalami frustrasi.

Kebosanan sering dirasakan oleh manusia. Apalagi pekerjaan yang dijalankan dari waktu ke waktu hanya itu-itu saja. Orang mengalami kebosanan sebagai sesuatu yang menyiksa batinnya. Karena itu, orang ingin cepat-cepat lari dari kebosanan itu. Orang berusaha menemukan hal-hal lain untuk mengakhiri kebosanan itu. Misalnya, ada yang memelihara burung di rumah usai bekerja. Atau memelihara dan merawat bunga di halaman rumah setelah seharian lelah bekerja. Atau ada yang pergi ke kolam untuk memancing.

Usaha-usaha yang positif mesti selalu dilakukan untuk menyegarkan kembali diri sendiri setelah lelah bekerja. Orang yang tidak menemukan cara-cara kreatif untuk menyegarkan diri dari rutinitas akan mudah stress.

Pemeran sinetron dan film Dude Harlino hingga kini tetap setia dengan sinetron-sinetron yang terkadang shooting-nya melelahkan. Dude kembali meramaikan layar kaca dengan sinetron terbarunya tahun lalu, Seindah Senyum Winona, bersama pasangan main Velove Vexia.

”Saya bekerja seperti orang-orang bekerja. Jadi tidak bosan karena ini pekerjaan. Seperti wartawan yang tiap hari mencari dan membuat berita, tidak bosan, kan?” kata Dude tentang bekerja.

Karena itu, berbagai persoalan yang timbul ketika pengambilan gambar harus bisa diatasi. Dengan membaca, mendengarkan musik dan menonton film, rasa bosan itu bisa diusir.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang semakin sibuk. Kita dituntut untuk kreatif dalam hidup ini. Kreatif bukan hanya dalam usaha memperoleh hasil yang berlimpah-limpah. Tetapi kreatif juga dalam menemukan cara-cara untuk mengusir kebosanan hidup. Orang yang bosan terhadap hidup dan pekerjaannya mudah tergoda untuk melakukan hal-hal yang negatif. Untuk itu, kita mesti hati-hati dalam hidup ini.

Ada berbagai cara untuk mengusir kebosanan. Dude Harlino menemukan cara mengusir kebosanan dengan membaca, mendengarkan musik dan nonton film. Tentu saja setiap orang punya cara-cara sendiri dalam usaha mengusir kebosanan itu.

Yang penting adalah orang tetap konsisten pada apa yang dikerjakannya. Meski pekerjaan itu tampaknya rutin terus-menerus sepanjang puluhan tahun, tetapi ketika orang sungguh-sungguh tetap setia pada pekerjaannya, orang akan terhindar dari rasa bosan.

Karena itu, orang beriman mesti senantiasa mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi dalam hidupnya. Hal ini menjadi penting ketika kita membuat strategi-strategi bagi kemajuan hidup kita. Kita perlu menemukan titik lemah dalam diri kita. Salah satu titik lemah itu adalah rasa bosan. Kalau orang telah menemukan rasa bosan itu, orang akan dengan mudah mampu mengatasinya.

Mari kita berusaha untuk menemukan penyebab-penyebab rasa bosan dalam hidup kita. Kita tetap menyertakan Tuhan dalam hidup kita, dengan demikian kita dapat mengusir rasa bosan dari hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT/Tabloid KOMUNIO


1021

Membantu Sesama untuk Hidup dalam Damai

 

Apa yang akan Anda lakukan ketika Anda berjumpa dengan orang-orang yang menolak sesamanya? Anda biarkan saja? Atau Anda berusaha mendamaikannya?

Suatu ketika seorang ibu tua mendatangi saya. Di tangannya ia memegang sebuah kantong plastik hitam berisi pakaian-pakaiannya. Air mata terus-menerus bercucuran dari matanya membasahi wajahnya yang penuh keriput itu.

Sambil menyeka air matanya, ia berkata, “Tolong saya, romo. Saya diusir anak saya.”

Saya bertanya kepadanya, “Kenapa ibu diusir?”

Ia menjawab, “Kata anak saya, saya terlalu cerewet. Saya terlalu banyak menuntut. Jadi lebih baik saya tidak tinggal di rumahnya saja.”

Saya berusaha mengerti keadaan ibu itu. Setelah mengetahui nama dan alamat anaknya, saya mengajak ibu itu pulang ke rumahnya. Kami naik becak sampai di depan pintu rumah anaknya. Saya kaget luar biasa. Saya berhadapan dengan sebuah rumah yang besar dengan halaman luas. Pasti penghuninya bukan orang miskin atau pas-pasan.

Dalam hati, saya berkata, “Sayang sekali rumah sebagus ini kurang dihiasi oleh cinta kasih. Masak, seorang anak tega mengusir pergi ibu yang telah melahirkannya? Tetapi inilah kenyataan zaman.”

Sambil mempersilakan saya duduk, ibu muda itu bertanya, “Oh, romo. Baru pertama kali ke sini?”

Saya menjawab, “Yah, pertama kali ini saya ke sini. Mudah-mudahan saya tidak mengganggu. Saya datang mengantar ibu Anda. Dia baru saja mendatangi saya, karena ia mengaku diusir oleh anak kandungnya sendiri.”

Ibu muda itu tampak tegang. Wajahnya yang ceria berubah menjadi pucat.

“Kenapa ibu saya, romo?” ia pura-pura bertanya.

“Yah, ibu Anda membutuhkan kasih darimu. Dia butuh diterima. Anda masih ingat kata-kata Tuhan Yesus sewaktu Ia ditinggikan di atas salib? Tuhan Yesus menyerahkan ibuNya kepada seorang muridNya. Murid itu menerima tanpa banyak kata,” saya mencecar ibu muda beranak dua itu.

Sambil mencucurkan air mata penyesalan, ibu muda itu berkata, “Maafkan saya, romo. Saya kilaf.”

Saya berkata, “Saya mengerti. Tetapi sekarang Anda mesti minta maaf dari ibu Anda. Katakan padanya bahwa Anda masih mencintainya.”

Ibu muda itu langsung memeluk ibunya, sambil berteriak, ia berkata, “Mama.....”

Sahabat, hari itu juga rekonsiliasi pun terjadi. Damai bersemi kembali. Kasih kembali mereka jalin. Sejak itu, saya tidak pernah mendengar lagi percekcokan di antara mereka. Terjadi suatu harmoni di antara mereka, karena mereka saling menerima sebagai murid-murid Tuhan Yesus.

Namun rekonsiliasi itu bukan berjalan tanpa peran Tuhan Allah yang lebih dahulu menerima kehadiran manusia apa pun dosa yang telah mereka perbuat. Tuhan tidak pernah melupakan ciptaanNya. Kalau pun manusia melupakan Tuhan, Allah tidak akan pernah melupakannya.

Nabi Yesaya berkata, “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kadungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau.”

Benar, Tuhan menghendaki agar kita tidak saling melupakan, karena kita adalah saudara yang mesti saling menerima. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1020

Tuhanlah Andalan Hidup Kita

Di kala Anda tertimpa susah dan derita dalam hidup ini, apa yang Anda lakukan? Anda mengandalkan diri Anda sendiri? Atau Anda meminta bantuan dari dukun? Tentu saja orang beriman mengandalkan Tuhan dalam saat-saat seperti itu. Tuhan menjadi pegangan hidupnya.

Ada seorang pengusaha yang tertimpa masalah. Selain usahanya gagal dan bangkrut, ia sendiri terkena penyakit serius. Waktu itu, kedua anaknya masih duduk di bangku SMP dan SMA. Padahal mereka masih membutuhkan banyak biaya untuk sekolah mereka.

Masalah lain datang pula menghadangnya. Sang istri yang selalu ia andalkan ternyata terpincut oleh lelaki lain. Ia pergi dengan lelaki mantan pacarnya dulu. Hati pengusaha itu seolah-olah hancur lebur. Namun ia berusaha untuk tabah. Ia menyerahkan seluruh persoalan itu kepada Tuhan.

Suatu hari, ia mendatangi seorang pastor. Ia menceritakan semua persoalan yang dihadapinya. Harapannya, ia dapat diberi solusi yang cespleng. Ternyata harapannya meleset. Pastor itu malahan meminta pengusaha itu untuk membantu anak-anak panti asuhan. Ia menuruti permintaan pastor itu.

Sebelum pulang ke rumahnya, pastor itu memberi nasihat, ”Saya harap, Anda mulai rajin beribadat. Persembahkanlah derita dan keluargamu kepada Tuhan. Hanya dengan cara itu, kamu akan dapat menyelesaikan semua masalahmu.”

Pengusaha itu agak bingung. Namun ia menuruti seluruh nasihat pastor itu. Bertahun-tahun kemudian, kedua anaknya berhasil meraih gelar sarjana. Ia sendiri menemukan kebahagiaan hidupnya, meski tanpa sang istri yang mendampinginya. Usahanya kembali pulih.

Ia berkata, ”Sekarang saya tidak mau kehilangan Tuhan lagi. Ternyata Tuhan begitu baik kepada saya. Tuhan tidak pernah meninggalkan saya berjuang sendiri mengatasi persoalan-persoalan hidup saya.”

Sahabat, kesetiaan kepada Tuhan mesti selalu dibangun dalam perjalanan hidup manusia. Hal ini menunjukkan bahwa kita manusia adalah makhluk yang tidak berdaya tanpa bantuan dari Tuhan. Kita hanya dapat berhasil, kalau kita bekerja bersama Tuhan. Kita dapat meraih cita-cita kita dengan sukses, kalau kita tidak melupakan Tuhan yang bekerja di dalam diri kita.

Namun sering orang yang sudah berhasil lupa akan Tuhan. Mereka seperti kacang lupa kulit. Lupa dari mana mereka berasal. Lupa dari mana sumber kesuksesan itu. Karena itu, orang seperti ini bertumbuh dalam keangkuhan hatinya. Ia merasa ia sendiri dapat mengatasi semua persoalan hidupnya. Usahanya sendiri saja yang mampu membawa dia kepada kesuksesan.

Akibatnya, orang menjadi sombong. Orang lupa akan asal usulnya. Orang lupa bahwa manusia itu hanyalah makhluk yang tidak berdaya. Manusia dapat menjadi berdaya berkat penyelenggaraan Tuhan. Hanya Tuhan yang mampu memberi kebahagiaan bagi hidupnya. Hanya Tuhan yang mampu membimbing dan memberikan kekuatan kepadanya dalam perjalanan hidup manusia.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mengandalkan Tuhan dalam hidup ini. Tuhan yang mahabaik itu akan selalu setia kepada kita. Tuhan selalu mau repot dengan hidup kita. Karena itu, janganlah bosan-bosan melibatkan Tuhan dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT


1019

09 Januari 2014

Berterima Kasih atas Kebaikan Tuhan

 
Kebaikan Tuhan tak mengenal batas. Ini yang kita alami dalam hidup sehari-hari. Tuhan senantiasa melimpahi kita dengan berbagai rahmat yang membuat hidup kita semakin baik hari demi hari. Namun ada orang yang tidak mau berterima kasih atas kebaikan Tuhan itu. Mereka merasa hidup bahagia yang mereka alami itu adalah usaha dari diri mereka sendiri.

Waktu saya masih kecil, saya sering pergi dengan ayah saya ke kebun. Di sana berbagai hal kami kerjakan bersama. Atau lebih tepat, saya belajar banyak hal dari ayah saya. Suatu sore, ayah saya memanjat pohon kelapa yang berada di pinggir tebing. Sebelum naik, ia berdoa terlebih dahulu. Tinggi pohon kelapa itu sekitar 25 meter.

Yang membuat saya takut adalah angin kencang berhembus dari lembah. Pohon kelapa itu diterpa oleh angin senja. Ayah saya sudah hampir sampai di atas pohon. Sontak saja saya berteriak ketakutan. Namun ayah saya tidak peduli. Ia tetap memanjat hingga memetik buah-buah kelapa yang sudah tua itu. Setelah menurunkan semua kelapa yang sudah tua itu, ia turun.

Setelah mengumpulkan kelapa-kelapa itu, ia berkata kepada saya, “Nak, waktu ayah di atas pohon kelapa, kamu tidak usah berteriak-teriak. Ayah dengar suaramu. Tetapi ayah tidak peduli. Soalnya, ayah sudah berdoa sebelum naik pohon kelapa itu. Jadi ayah percaya, Tuhan akan melindungi ayah.”

Saya tercengang mendengar kata-kata ayah. Ia begitu yakin akan perlindungan Tuhan. Ia menyerahkan keselamatan dirinya kepada Tuhan. Baginya, Tuhan itu menyelenggarakan hidup ini, sehingga ia mempercayakan hidupnya kepada Tuhan. Karena itu, setiap kali ia memulai suatu pekerjaan, ia selalu berdoa terlebih dahulu.

Sahabat, banyak orang mengaku sebagai orang beriman. Namun mereka sering lupa bahwa Tuhan selalu hadir dalam setiap hidup manusia. Ada orang-orang yang tidak bisa mengintegrasikan antara hidup keimanan dan hidup sehari-hari. Bahkan ada orang yang memisahkan keduanya. Padahal Tuhan hadir dalam setiap detik hidup manusia.

Karena itu, apa yang mesti dibuat oleh orang beriman? Yang mesti dibuat oleh orang beriman adalah menyatukan antara yang ilahi dan yang insani. Yang ilahi bukanlah suatu kutub yang bertentangan dengan yang insani. Ketika kita melakukan doa atau meditasi, kita menyertakan yang ilahi dalam hidup manusia sehari-hari. Tuhan ingin hidup bersama manusia. Tuhan ingin manusia menerima kehadiranNya dalam diri manusia.

Untuk itu, manusia mesti membuka hatinya lebar-lebar bagi kehadiran Tuhan. Tuhan yang hadir dalam diri manusia itu menguatkan dan memberi semangat kepada manusia untuk perjalanan hidupnya di dunia ini. Tuhan ingin mengalami suka dan duka hidup manusia. Tuhan yang mahapengasih dan penyayang itu memampukan manusia untuk senantiasa melakukan hal-hal yang baik.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa berdoa sebelum melakukan suatu kegiatan yang baik. Namun doa kita itu bukan hanya memohon, tetapi juga bersyukur atas kebaikanNya. Tuhan memberi apa yang kita butuhkan dalam hidup sehari-hari.

Mari kita mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang berkenan kepada Tuhan. Kita menjadi orang-orang yang kudus di hadapan Tuhan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1018

08 Januari 2014

Memiliki Semangat untuk Setia


Tidak mudah untuk melaksanakan sesuatu yang tidak kita sukai. Banyak orang kemudian melanggar aturan-aturan umum yang berlaku. Mereka berpikir bahwa dengan melanggar aturan-aturan itu, hidup mereka akan bahagia.

Suatu hari, seorang pengendara motor melanggar (menerobos) lampu merah. Seharusnya ia berhenti, tetapi ia malah memacu motornya kecencang-kencangnya. Melihat kejadian itu, polisi langsung menghadangnya. Polisi membunyikan peluitnya lantas menyuruhnya minggir di pos polisi.

Namun orang itu tidak mau minggir. Dengan angkuh dan membunyikan motor keras-keras, ia melanjutkan aksinya dengan ngebut sekencang-kencangnya. Polisi mencatat nomor motor tersebut, lantas ia segera mengambil motornya dan mengejar pengendara itu. Sementara temannya yang lain mengontak pos polisi terdekat.

Setelah kejar-kejaran beberapa saat, polisi menangkap pengendara motor itu dengan bantuan polisi di pos terdekat yang sudah menghadang. Pengendara motor itu diperiksa oleh serombongan polisi. Ketika ditanya oleh polisi, pengendara itu menjawab, ”Peraturan itu dibuat untuk dilanggar. Kalau tidak ada pelanggaran, tidak perlu ada peraturan dan polisi. Jadi saya melakukannya dengan kesadaran penuh.”

Jawaban pengendara motor itu sangat menyakitkan hati polisi. Orang itu begitu angkuh. Ia terlalu permisif. Polisi pun mengganjarnya dengan hukuman yang berat. Satu minggu pengendara itu dimasukkan ke dalam sel. Di sana ia diberi pelajaran tentang tatakrama dalam berkendaraan di jalan umum.

Sahabat, berhadapan dengan kisah di atas kita boleh bertanya, masih perlukah orang taat di zaman sekarang ini? Kita hidup di zaman yang memberikan peluang yang sangat besar kepada kebebasan pribadi. Karena itu, ketaatan sering dianggap berlawanan dengan kebebasan. Ketaatan membuat orang tidak bebas dalam mengekspresikan diri. Untuk itu, ada upaya untuk melakukan deregulasi. Artinya, ada upaya untuk mengurangi sebanyak mungkin aturan-aturan yang ada.

Kisah di di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang merasa terbelenggu oleh aturan-aturan yang ada. Padahal aturan itu dibuat untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia, baik pribadi maupun bersama. Bayangkan kalau pengendara itu menabrak orang yang sedang melintasi perempatan jalan? Apa yang akan terjadi? Kecelakaan besar akan menimba hidup manusia. Tidak hanya hidup pengendara motor itu saja. Tetapi mungkin banyak orang akan mengalami celaka sebagai akibat dari ulahnya itu.

Sebagai orang beriman, kita ingin taat pada aturan-aturan yang ada dengan suatu kesadaran penuh. Kita taat pada aturan-aturan yang telah dibuat itu, karena memiliki nilai yang tinggi bagi kehidupan bersama. Keharmonisan dapat terjadi melalui ketaatan terhadap aturan-aturan yang ada.

Dalam hidup sehari-hari orang beriman tidak hanya taat pada aturan-aturan yang ada. Namun orang beriman juga berusaha taat kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Orang beriman taat kepada Tuhan bukan karena takut dihukum ketika tidak taat.

Namun orang beriman taat kepada Tuhan, karena Tuhan memberikan jalan yang terbaik bagi hidup manusia. Tuhan selalu peduli terhadap hidup manusia. Karena itu, mari kita memupuk ketaatan dalam hidup kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang berguna bagi Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1017

07 Januari 2014

Membantu Sesama Tumbuhkan Kebahagiaan


Sering orang merasa kurang punya waktu dan kesempatan untuk membantu sesamanya yang membutuhkan. Atau ada juga orang yang beranggapan, kalau ia membantu sesamanya ia akan kehilangan banyak. Benarkah demikian?

Seorang anak bergumul dengan dirinya sendiri. Ia ingin menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Usaha itu bukan baru saja ia lakukan. Tetapi ia sudah melakukannya bertahun-tahun. Tidak mudah bagi dia untuk menggapai keinginannya. Soalnya adalah ada berbagai rintangan. Ada berbagai godaan yang siap mengganggu usahanya.

Untunglah, suatu hari ia bertemu dengan seorang bijak. Ia meminta nasihat kepada orang bijak itu tentang cara menggapai kebahagiaan. Orang bijak itu bertanya, “Apakah Anda suka membantu orang lain?”

Anak itu menggelengkan kepalanya. Ia mengaku, selama ini ia hanya menuntut bantuan dari orang lain. tetapi soal membantu sesama, ia tidak pernah sedikit pun melakukannya. Karena itu, orang bijak itu menasihatinya untuk mulai menggerakkan kedua tangannya membantu sesamanya.

“Kebahagiaan itu tumbuh dan berkembang, ketika Anda membantu orang lain. Kalau Anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan itu seperti tanaman yang harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan memberi,” kata orang bijak itu.

Anak itu terkejut mendengar kata-kata bijak itu. Ia pun mulai menyadari sikapnya yang egois yang hanya mau dibantu oleh orang lain. Ternyata membantu orang lain itu mendatangkan kebahagiaan dalam hidup. Kebahagiaan itu terletak pada tindakan membantu sesama yang membutuhkan pertolongan.

Sahabat, banyak orang mencari dan berusaha menemukan kebahagiaan pada hal-hal yang berasal dari luar dirinya. Misalnya, punya mobil mewah, rumah mewah atau harta kekayaan yang banyak. Orang melupakan sesuatu yang sangat prinsipial, yaitu kebahagiaan itu mesti tumbuh dari hati yang jujur dan murni. Kebahagiaan itu sebenarnya tidak perlu dicari jauh-jauh. Kebahagiaan itu sudah ada. Tinggal bagaimana manusia menumbukembangkan kebahagiaan itu bagi hidupnya.

Salah satu cara untuk menumbuhkembangkan kebahagiaan adalah dengan keluar dari kungkungan egoisme. Orang mesti berani meninggalkan segala kepentingannya. Orang mesti mampu hidup dalam situasi berbagi dengan sesama yang ada di sekitarnya. Hanya dengan cara ini, orang akan menemukan kebahagiaan. Justru melalui berbagi hidup itu orang mampu menemukan kebahagiaan yang sejati.

Namun apa yang ingin dibagikan itu mesti keluar dari hati yang tulus. Bukan dari hati yang penuh dengan gerutu. Ketika membantu sesama, orang mesti membantunya dengan setulus hati. Membantu sesama itu bukan hanya pertama-tama soal materi atau kekayaan. Tetapi pertama-tama membagi pengalaman hidup yang indah dan menyenangkan. Dengan cara ini, orang akan mampu membahagiakan diri dan sesamanya.

Membantu sesama itu suatu keutamaan bagi orang beriman. Dengan membantu sesama itu, orang menghayati imannya kepada Tuhan yang mahapengasih dan penyayang. Kasih kepada Tuhan menjadi semakin nyata dan indah, ketika orang rela berbagi dengan sesamanya.

Mari kita berusaha terus-menerus untuk berbagi kehidupan dengan sesama. Dengan demikian, kita akan menemukan kebahagiaan sejati dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO/Majalah FIAT

1016