Pages

28 Mei 2013

Menerima Kehadiran Sesama

 
Apa yang akan Anda buat saat menyaksikan sesama Anda mengalami kesulitan dalam hidup ini? Anda mengusirnya pergi, atau Anda membuka hati Anda untuk menerima kehadirannya?

Berniat hendak mengubah nasib dan meningkatkan taraf ekonomi keluarga, Sariam (35), tenaga kerja wanita asal Cianjur, Jawa Barat, pulang dengan kondisi cacat permanen. Hampir seluruh tubuh ibu dari tiga anak ini mengalami luka-luka akibat disiksa majikan selama tiga bulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Kota Jouf, Arab Saudi.

Selain dipukul dan ditendang, tubuh istri Asep Bin Entom (42) asal Kampung Karang Slawi, Desa Girimukti, Kecamatan Sindangbarang, Cianjur, itu sering juga disetrika. Ia juga dipukuli dengan benda tumpul. Akibatnya, seluruh giginya rontok.

Ia berkata, “Kesalahan kecil yang saya lakukan kerap kali mendapat siksaan yang teramat sangat. Seperti menyetrika baju anak majikan tidak rapi, saya disetrika dengan setrika panas.”

Selain itu, majikan juga melarang keras dirinya memakan makanan di kulkas. Bila tertangkap tangan, selain dipukul dengan palu, gajinya pun dipotong. Ia berkata, “Meskipun baru tiga bulan bekerja, saya sudah tidak betah. Saya meminta dipulangkan ke Cianjur. Setiap malam saya hanya bisa menangis dalam setiap doa.”

Akibat sering mendapatkan siksaan, Sariam pernah dirawat inap di rumah sakit yang tidak jauh dari rumah majikan. Ketika itu, adik majikan yang baik hati membawanya ke rumah sakit, karena tidak sadarkan diri setelah mendapat siksaan. Dia sempat menjalani perawatan di sebuah rumah sakit itu selama 47 hari. Setelah keluar dari rumah sakit, dia melaporkan perbuatan majikan ke polisi setempat.

Sahabat, kemiskinan yang mendera hidup manusia memaksa manusia untuk memperjuangkan hidupnya. Manusia mesti terus-menerus berusaha untuk keluar dari situasi kemiskinannya. Manusia tidak boleh berhenti untuk berjuang. Orang yang beriman itu orang yang senantiasa bangkit dari keterpurukan hidupnya.

Namun terjadi juga kisah sedih dalam perjuangan itu. Kisah sedih Sariam menjadi salah satu bahan refleksi bagi kita. Hidup ini tidak mudah. Di saat kita berusaha untuk keluar dari keterpurukan hidup, masih saja ada kendala. Masih saja ada orang yang menghalangi-halangi usaha kita. Untuk itu, dibutuhkan suatu tekad yang membaja untuk menerjang penghalang-penghalang itu.

Kisah Sariam menampilkan suatu kesulitan yang luar biasa. Kehadirannya tidak diterima dengan baik oleh sang majikan. Tampaknya kehadirannya ditolak. Penderitaan yang mesti ia tanggung menjadi bukti penolakan atas kehadiran dirinya. Padahal ia hadir bukan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ia hadir untuk kepentingan orang lain. Ia hadir untuk memenuhi kebutuhan orang lain.

Karena itu, orang beriman mesti belajar untuk menerima kehadiran sesamanya. Orang beriman mesti membuka hatinya lebar-lebar bagi kehadiran sesamanya. Memang, hal ini tidak terlalu mudah. Banyak orang masih tersandra oleh egoisme dan kepentingan dirinya sendiri. Banyak orang masih mengutamakan pemenuhan atas kebutuhan hidupnya sendiri saja. Banyak orang belum mau melihat kepentingan sesamanya.

Mari kita berusaha untuk menghargai orang lain dengan menerima kehadiran sesama kita. Dengan demikian, hidup ini menjadi kesempatan untuk membahagiakan diri dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


974

12 Mei 2013

Membangun Tekad atas Dasar Kasih


 Apa yang akan Anda lakukan, bila semangat hidup Anda kian meredup? Tentu saja ada banyak cara untuk mengatasinya. Untuk itu, Anda tentu memiliki banyak strategi untuk menghadapinya.

Suatu hari seorang pemuda memutuskan untuk mengunjungi neneknya yang tinggal di sebuah desa yang jauh. Ia mesti naik bus menuju kota. Ia sendiri tidak tahu kota itu berada. Pasalnya, ia belum pernah melakukan perjalanan ke kota tersebut. Ia juga belum pernah mengunjungi desa neneknya. Ia lahir di kota yang lain. Sejak lahir, ia belum pernah ke desa sang nenek. Bahkan ia hanya melihat neneknya dari foto mamanya.

Namun pemuda itu tidak putus asa. Ia mencoba untuk melakukan perjalanan itu. Memang, awalnya ia agak pesimis. Namun ia membuat komitmen untuk mencoba melakukan perjalanan yang jauh dan melelahkan itu. Bermodal alamat dan rute perjalanan yang diberikan sang mama, pemuda itu menyatukan tekadnya untuk mengunjungi nenek.

Rute pertama menuju kota yang terdekat dengan desa nenek itu berjalan dengan baik. Ia cukup duduk tenang di atas bus non AC hingga sampai tujuan. Begitu tiba di kota tersebut, ia langsung mencari angkutan untuk menuju desa di mana sang nenek tinggal. Kali ini ia tidak mudah menemukannya. Ia mesti menunggu agak lama. Namun kesabaran yang sering menjadi ciri khasnya membantu dirinya untukk mendapatkan kendaraan.

Benar! Ia mendapatkan sebuah kendaraan yang baik yang mengantar dirinya menuju rumah sang nenek. Ia boleh menikmati alam pedesaan yang indah. Udara yang bersih belum tercemar polusi kendaraan menjadi bagian yang menyegarkan dirinya. Ia boleh berjumpa dengan nenek. Ia bisa berbicara dari hati ke hari dengan sang nenek. Dambaan untuk berjumpa dengan sosok sang nenek akan menjadi kenyataan. Semua itu berkat tekad membara yang senantiasa hidup di dalam dirinya.

Hari-hari berada di desa sang nenek menjadi suatu kesempatan yang membahagiakan dirinya. Menumpahkan seluruh kerinduannya buat sang nenek. Ia boleh menatap mata sang nenek yang sangat mirip dengan mata mamanya. Pemuda itu menemukan sukacita hidup selama beberapa hari bersama sang nenek.

Sahabat, banyak orang ingin merasakan damai dan sukacita dalam hidup mereka. Namun sering mereka kecewa. Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena mereka kurang punya tekad. Mereka kehilangan determinasi. Mereka kurang punya semangat untuk meraih damai dan sukacita dalam hidup mereka. Akibatnya, kekecewaan yang justru tumbuh dalam hidup mereka.

Kisah pemuda yang sukses berjumpa dengan sang nenek tadi menunjukkan kepada kita bahwa tekad dan komitmen mampu mengalahkan segalanya. Kelelahan dalam menempuh perjalanan jauh tidak ia rasakan. Mengapa? Karena tujuan utamanya adalah mengungkapkan kasihnya kepada sang nenek. Kasih itu mengalahkan segala-galanya. Tekad yang didasarkan atas kasih itu membuahkan hasil yang gemilang. Ia mengalami sukacita dan damai bersama sang nenek.

Dalam hidup sehari-hari, kita juga berjumpa dengan berbagai persoalan hidup. Kita mengalami betapa tidak mudahnya hidup ini. Apakah kita memutuskan untuk tetap berada di tempat? Atau kita mencari cara-cara untuk keluar dari persoalan-persoalan hidup ini?

Untuk itu, kita butuh tekad dan komitmen. Tekad itu mesti terus-menerus kita tumbuhkan dalam perjalanan hidup kita. Tentu saja tekad itu tidak hanya sekedar tekad. Tetap tekad yang didasarkan atas kasih setia kepada hidup ini. Sedangkan komitmen yang kuat mesti mewarnai hidup ini. Dengan demikian, kita mampu memberikan yang terbaik bagi hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

Memberi Dukungan bagi Anak-anak Bangsa


 
Apa yang akan Anda lakukan, kalau Anda mengalami sakit? Tentu Anda akan mencari dokter untuk menyembuhkan sakit Anda. Anda akan berusaha mati-matian dengan berbagai cara untuk menyembuhkan sakit Anda.

Siapa bilang pengobatan di luar negeri selalu lebih baik? Seorang dosen yang sudah berobat bolak balik luar negeri justru menemukan dokter dan pengobatan terbaik untuk cangkok hatinya ada di Indonesia. Dia adalah Nidjat Ibrahim, dosen wanita yang mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti sejak 32 tahun lalu.

Nidjat yang lahir di Solo 66 tahun lalu merupakan pasien kedua dalam proyek terbesar yang melakukan transplantasi atau cangkok hati di RS Puri Indah, Kembangan, Jakarta, pada 17 Desember 2010. Operasi tersebut memakan waktu sekitar 13 jam.

Nidjat mengetahui bahwa dirinya menderita sirosis atau pengerasan hati pada tahun 2001. Tetapi ia sama sekali tidak merasakan keluhan apa-apa, karena sangat gila kerja. Nidjat berkata, “Saya masih menjabat sebagai dosen di Fakultas Ekonomi Trisakti, saya masih ke luar negeri sendiri. Saya tidak merasakan sama sekali sampai tahun 2008 kok makan ini nggak doyan itu nggak doyan. Mulai ada yang dirasakan.”

Nidjat mengaku, ia sudah bolak balik ke luar negeri untuk mencari penyebab. Ia mencari pengobatan terbaik yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Ia berkata, ”Saya sudah ke Singapura, Penang. Bahkan pengobatan alternatif terapi organik di Purwakarta. Saya sudah coba semua alternatif pengobatan, bahkan di Singapura sampai 3 rumah sakit terus ke Penang.”

Ia menemukan kesuksesan itu justru di Indonesia. Ia menjalani proses cangkok hati dan berhasil dengan baik.

Sahabat, setiap orang yang sakit mendambakan kesembuhan. Karena itu, orang akan berjuang sekuat tenaga untuk sembuh dari penyakit yang dideritanya. Ke mana pun orang akan berusaha untuk mendapatkan kesembuhan. Bahkan banyak orang yang berani mencari sesuatu yang tidak masuk akal. Mereka pergi kepada dukun atau paranormal untuk memohon kesembutan.

Kisah di atas memberi kita gambaran mengenai usaha yang tidak kenal lelah untuk memperoleh kesembuhan. Nidjat bahkan sampai melanglang buana ke luar negeri untuk kesembuhan sirosis atau pengerasan hatinya. Ia penuh harapan berusaha untuk segera lepas dari belenggu sakit itu. Sayang, ia tidak temukan kesembuhan itu di luar negeri. Justru ia temukan kesembuhan itu di negerinya sendiri, Indonesia.

Ternyata para dokter di dalam negeri tidak kalah dengan para dokter di luar negeri. Para dokter itu mampu memberi kesembuhan kepadanya dengan cangkok hati. Ada pepatah kuno mengatakan, biarlah hujan emas di negeri orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri. Artinya, sudah saatnya anak-anak bangsa ini menghargai prestasi yang telah diraih oleh sesamanya. Hanya dengan cara itu, kemajuan dalam berbagai bidang dapat diraih oleh anak-anak bangsa ini.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus memberikan motivasi bagi kemajuan anak-anak bangsa. Dengan demikian, kita sungguh-sungguh mampu membangun negeri ini dengan hati yang tulus. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT


972

Menjaga dan Memelihara Hati Kita

 

Mengapa hati Anda kurang terasa damai? Ada berbagai jawaban atas pertanyaan sederhana ini. Namun satu hal yang pasti adalah karena Anda tidak menjaga dan memelihara hati Anda dengan baik.

Dalam suatu acara rohani anak-anak, setiap peserta diberi sebutir telur oleh panitia. Pesannya adalah telur itu dijaga agar jangan pecah atau hilang. Telur itu mesti selalu dibawa setiap saat selama acara rohani berlangsung sampai akhir acara. Entah mereka mengikuti sesi, makan, tidur, bahkan ke kamar mandi, telur itu tidak boleh mereka tinggalkan.

Siapa saja yang kehilangan telur atau sampai memecahkannya, maka ia akan mendapatkan ‘hukuman’ dari Panitia. Dua hari kemudian, ketika acara rohani itu selesai, legalah mereka semua. Namun ada beberapa orang yang harus menanggung hukuman karena memecahkan telur mereka. Seperti halnya menjaga sebutir telur yang mereka lakukan, demikian juga kita harus menjaga hati.

Seorang anak yang memecahkan telur berkata, “Saya sudah menjaganya sedemikian rupa. Tetapi hanya teledor sedikit saja, telur itu pecah. Saya sangat menyesal telah memecahkan telur itu. Artinya, saya belum bisa menjaganya dengan baik.”

Anak itu mengerti, ia mesti menjaga hal-hal yang berharga yang dimiliki dirinya. Ia berjanji kepada pembimbing acara rohani itu untuk memelihara hatinya dengan sebaik-baiknya. Ia boleh mendapatkan hukuman atas kelalaiannya. Namun ia dapat belajar banyak hal tentang kehidupan.

Sahabat, persoalan terbesar yang dihadapi oleh semua manusia di dunia ini adalah persoalan hati. Dari hati muncul motivasi. Dari hati muncul rencana. Dari hati timbul perasaan. Dari hati kemarahan diungkapkan. Dari hati keluarlah pikiran-pikiran, perkataan dan tindakan.

Namun banyak orang kurang menyadari hal ini. Banyak orang sering ceroboh dalam hidup ini. Akibatnya, mereka kehilangan hati yang tulus dan murni dalam menjalani hidup ini. Mereka bertindak seenaknya saja. Ada hal yang hilang dari hidup mereka, sehingga mereka kurang punya ketahanan hidup.

Bagi kita, hati adalah area yang penting dalam kehidupan ini. Hati yang baik mengatur dan mengarahkan setiap hal yang kita kerjakan. Untuk itu, kita mesti menjaga hati kita dengan sebaik-baiknya. Caranya dengan menghidupi nilai-nilai kebaikan yang bersumber dari Tuhan sendiri.

Kalau kita mampu menjaga hati kita dari hal-hal yang kurang baik, kita mampu memancarkan kebaikan Tuhan dalam hidup ini. Kita dapat menemukan bahwa Tuhan begitu mencintai hidup kita. Tuhan tidak pernah menolak kehadiran kita. Tuhan tetap menguasai diri kita, bukan hal-hal lain yang sering mengganggu hidup kita.

Penulis Amsal berkata, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23). Mari kita menjaga hati kita, agar kita mampu memancarkan kasih Tuhan kepada sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Tabloid KOMUNIO

971

04 Mei 2013

Melepaskan Benci dari Diri Kita

Pernahkah Anda dilukai oleh orang lain di masa lalu? Jika ya, sudahkah Anda terlepas dari rasa sakit? Atau luka tersebut terus tertoreh di dalam hati Anda?

Banyak dari kita tahu siapa itu Adolf Hitler. Ia seorang pemimpin Jerman yang sangat rasis. Ia membunuh jutaan orang Yahudi di kamp-kamp konsentrasi selama perang dunia kedua. Setiap orang yang melawan dia akan dihancurkannya. Bahkan orang-orang yang tidak bersalah pun dibunuhnya. Ia menjadi orang yang sangat sadis. Ia menikmati penderitaan orang lain.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Menurut beberapa sumber, Adolf Hitler mempunyai luka batin yang sangat mendalam terhadap orang Yahudi. Ia pernah merasa dilecehkan oleh orang Yahudi. Ia tidak bisa menerima perlakuan seperti itu. Namun luka batin itu tidak diobati oleh Adolf Hitler. Ia membiarkan luka batin itu menguasai dirinya. Kegetiran hatinya itu kemudian menimbulkan penderitaan bagi jutaan orang.

Di kamp konsentrasi Auswitch, misalnya, ribuan orang keturunan Yahudi dimasukkan ke dalam ruang gelap di bawah tanah. Setelah itu gas beracun diluncurkan ke dalam ruangan itu. Akibatnya, ribuan nyawa tak berdosa mati lemas. Adolf Hitler merasa terpuaskan. Ia merasa luka batinnya itu terobati.

Namun hal seperti itu tidak berlangsung lama. Ia terus-menerus dikejar oleh suara hatinya. Ia kemudian melakukan bunuh diri sebelum ditangkap. Luka batin yang tidak diolah dengan baik hanya menimbulkan kepahitan dalam hidup.

Sahabat, setiap orang pernah merasakan sakit hati. Ada banyak penyebab sakit hati itu. Misalnya, ada yang tersinggung oleh kata-kata pedas sesamanya. Ada yang merasa tersinggung karena kehadirannya tidak dianggap. Disakiti atau diperlakukan tidak adil merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita menyikapi diri kita, bila hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita sendiri.

Yang dibutuhkan dari kita adalah mengolah rasa sakit hati itu. Orang yang mampu mengolah rasa sakit hati akan menemukan bahwa hidup ini begitu berharga. Orang belajar dari peristiwa-peristiwa hidup ini untuk memajukan dirinya sendiri. Untuk itu, orang mesti selalu siap untuk menjalani hidup ini dengan hati yang tenang.

Karena itu, orang mesti senantiasa menyadari bahwa ada hal yang lebih penting dari hidup ini. Balas dendam dan benci bukan suatu cara terbaik untuk mengolah luka batin. Luka batin hanya dapat diolah melalui pengampunan yang tulus dari diri kita. Hanya dengan memaafkan sesama, kita mampu bangkit lagi dari luka batin itu. Kita tidak perlu menyiksa diri kita dengan kebencian yang mendalam terhadap sesama kita.

Untuk itu, kita butuh proses untuk menyembuhkannya. Kita butuh saat-saat yang berahmat untuk melapaskan diri dari luka batin yang mencekam diri kita. Caranya adalah dengan menumbuhkan cinta kasih yang mendalam dalam diri kita demi sesama kita.

Seorang bijak berkata, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Tuhan, agar jangan tumbuh akar pahit yang menimbulkan dan mencemarkan banyak orang.” Tuhan memberkati. **



Frans de Sales SCJ

Majalah FIAT

970