Pages

27 Februari 2012

Tumbuhkan Tanggung Jawab dalam Hidup Bersama


Kita hidup dalam zaman yang bertumbuh terus-menerus. Ada banyak tantangan yang mesti kita hadapi. Mampukah kita hadapi semua tantangan itu?

Ketika masih kecil, saya merasakan betapa hidup di desa merupakan hidup dalam kekurangan. Tidak ada listrik. Tidak ada air ledeng. Kami harus mandi di sungai dan mengambil air dari sungai yang cukup jauh dari rumah. Lebih banyak kesempatan kami minum air hujan yang ditampung di dalam bambu-bambu. Kadang-kadang kami minum air dari akar pohon tertentu yang mengeluarkan air. Atau kami mengorek batang pohon pisang untuk mendapatkan air.

Namun hidup dalam kondisi seperti itu terasa nyaman-nyaman saja. Saya merasakan hidup yang sehat. Jarang sekali terserang penyakit yang meresahkan hidup. Saya merasa tidak ada masalah hidup dalam kondisi seperti ini. Hidup terasa damai dan tenteram, meski dalam banyak kekurangan.

Di zaman sekarang, di banyak tempat apalagi di kota, ada banyak kemudahan untuk hidup. Ada listrik yang nyala setiap saat. Ada air ledeng yang bersih. Ada fasilitas-fasilitas yang mampu memenuhi kebutuhan hidup manusia. Ada tempat-tempat rekreasi yang memberikan kesegaran bagi hidup manusia.

Namun persoalan yang dihadapi adalah mengapa semua itu masih dirasakan kurang memuaskan hidup manusia? Mengapa manusia masih merasa tidak nyaman hidup dalam situasi seperti itu? Manusia masih merasa ada banyak halangan untuk membangun hidup yang damai dan sejahtera. Pertanyaannya, mengapa semua ini bisa terjadi? Mengapa masih saja ada orang yang kurang puas dengan hidupnya? Sampai kondisi seperti apa yang menjadikan hidup lebih damai dan tenteram?

Sahabat, minggu-minggu terakhir April 2011 lalu kita dihadapkan pada polemik pembangunan gedung DPR RI yang menelan biaya hingga satu triliun rupiah lebih. Para anggota DPR kita merasa bahwa gedung yang sekarang tidak memadai lagi dengan kebutuhan mereka. Mungkin gedung itu sudah tua, sehingga tidak lagi menampilkan gengsi yang tinggi sebagai simbol wakil rakyat.

Bagi rakyat biasa, saya merasa tidak ada urgensinya membangun sebuah gedung yang mewah. Persoalannya adalah apakah hadirnya gedung itu mampu meningkatkan kinerja para wakil rakyat itu. Apa yang sesungguhnya diperjuangkan oleh para wakil rakyat itu, kalau hidup jutaan rakyat Indonesia masih berada di bawah standar?

Tidak banyak disangkal bahwa hadirnya sebuah gedung menjadi simbol kejayaan sebuah bangsa. Hadirnya gedung baru DPR dalam konteks ini menjadi sebuah simbol gengsi dari sekelompok orang tertentu. Tujuannya agar orang memiliki kesan bahwa para wakil rakyat itu sungguh-sungguh memperjuangkan kehidupan rakyat.

Kita mesti sadar bahwa hingga saat ini banyak anggota masyarakat yang berjuang untuk kehidupan mereka sendiri. Dalam situasi krisis global menimpa dunia, justru tumbuh kreativitas-kreativitas dari masyarakat yang berusaha untuk mengatasi krisis itu. Ada anggota masyarakat yang gigih berusaha untuk keluar dari kungkungan kemiskinan. Apa peranan DPR dalam hal seperti ini? Apakah para anggota DPR peduli terhadap usaha-usaha rakyat kecil untuk keluar dari kungkungan kemiskinan mereka?

Nah, urgensi hadirnya sebuah gedung DPR baru dengan biaya yang mahal itu mesti dipikirkan lagi secara matang. Jangan-jangan hal ini hanyalah ambisi sejumlah orang tertentu dengan kepentingan pribadi. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


877

25 Februari 2012

Sadar akan Pentingnya Lingkungan Hidup



Manusia adalah bagian dari alam semesta. Manusia menjadi bagian dari lingkungan hidup. Mampukah manusia mengelola lingkungan hidup di mana ia tinggal?

Serangan hama ulat bulu mulai memasuki beberapa wilayah di Kabupaten Bantul, seperti Pedukuhan Turi, Desa Sumberagung, Kecamatan Jetis, serta Pedukuhan Cepor, Desa Palbapang, Kecamatan Bantul. Munculnya koloni ulat bulu ini diketahui warga mulai Kamis (14/4/2011) lalu yang menyerang pohon mangga dan rambutan.

Sebelumnya serangan ulat bulu ditemukan di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta. Lantas serangan ulat bulu sudah membuat resah warga di Bantul. Gito, warga Pedukuhan Turi Sumberagung, mengaku kaget mendapati banyak ulat bulu di depan warungnya.

Setelah diamati, ternyata ulat-ulat bulu tersebut berasal dari pohon mangga di depan warungnya. Ia berkata, "Saya mau buka warung, kok, tahu-tahu banyak ulat bulu di teras. Begitu melihat batang pohon mangga, ulatnya banyak sekali."

Melihat keadaan ini, warga kuatir ulat bulu tersebut akan menyebar seperti yang terjadi di Probolinggo. Akibatnya, warga langsung memusnahkan ulat bulu tersebut dengan menyemprot pestisida.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul Edy Suharyanta mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan beberapa alternatif untuk mengendalikan ulat bulu tersebut. Dinas juga akan menyiapkan pestisida yang tepat untuk membunuh ulat bulu.

"Kami sudah menyiapkan edaran untuk masyarakat tentang cara-cara menangani ulat bulu ini. Selain dengan bahan kimia, ulat bulu dapat dimusnahkan dengan cara digepyok menggunakan sapu lidi kemudian dikumpulkan dan dibakar,” kata Edy.

Sahabat, kehadiran ulat bulu pada medio Februari 2011 itu mengganggu kehidupan masyarakat di beberapa wilayah di Jawa. Ulat bulu itu kemudian menyebar ke beberapa pulau lain di negeri ini. Hadirnya ulat bulu menjadi sebuah teror baru bagi kehidupan manusia. Banyak rakyat mesti kehilangan matapencaharian dari pohon mangga atau jagung yang mereka tanam.

Soalnya adalah mengapa terjadi populasi yang begitu tinggi dari ulat bulu itu? Ada ahli yang mengatakan bahwa terjadinya ketidakseimbangan ekosistem. Penyeimbang alam bertumbuh lebih lambat daripada pertumbuhan ulat bulu. Akibatnya, terjadi over populasi. Karena itu, mesti ditunggu sampai populasi penyeimbang itu bertumbuh dengan lebih baik untuk membasmi ulat bulu itu.

Ada ahli yang juga mengatakan bahwa hadirnya ulat bulu itu sebagai akibat dari rusaknya lingkungan hidup. Penggunaan bahan-bahan kimia membunuh penyeimbang ekosistem. Predator yang seharusnya memakan ulat bulu mati terkulai oleh penggunaan insektisida yang berlebihan. Tampaknya masyarakat tidak begitu sabar dalam kehidupan ini. Mereka menginginkan segala sesuatu berlangsung lebih cepat. Akibatnya, mereka selalu menggunakan insektisida untuk membunuh hama tanaman. Hasilnya, predator alami yang menjadi penyeimbang ekosistem pun mati.

Karena itu, yang dibutuhkan dari kita semua adalah suatu kesadaran baru tentang keseimbangan ekosistem. Kita ingin lingkungan hidup kita tetap akrab dengan kehidupan kita. Untuk itu, kita mesti jauhkan hidup kita dari insektisida yang justru menjadi ancaman bagi kehidupan. Ada banyak insektisida alami yang bisa diolah dan dikelola dengan lebih baik.

Kita tidak perlu menuduh Tuhan yang menciptakan makhluk hidup, termasuk hama ulat bulu. Yang mesti kita lakukan adalah masuk ke dalam diri kita sendiri untuk merefleksikan keberadaan kita dalam alam semesta ini. Dengan demikian, kita akan menemukan betapa pentingnya lingkungan hidup dengan ekosistemnya yang normal. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


876

20 Februari 2012

Bertumbuh Selagi Masih Ada Waktu

Apa yang akan Anda lakukan dalam hidup, ketika Anda merasa sudah cukup? Anda diam saja? Atau Anda tetap menimba kebijaksanaan dari kehidupan sehari-hari?

Seorang pemuda mengatakan bahwa ia sering mengecewakan ibunya. Ia tidak menuruti nasihat-nasihatnya yang baik. Ia sering membohongi ibunya yang sudah lama menjanda itu. Padahal ibunya begitu baik kepadanya. Ibunya sangat mencintai dirinya. Ibunya selalu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di usianya yang sudah tua, ibunya menderita komplikasi beberapa penyakit seperti darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi dan sakit lever. Kini ibu itu tidak bisa aktif seperti dulu. Tubuhnya yang dulu tegar sekarang tampak loyo, tak berdaya. Pemuda itu jatuh kasihan terhadap kondisi ibunya.

Karena itu, pemuda itu berusaha untuk merawat ibunya dengan baik. Ia merasa berhutang budi terhadap ibunya. Ia ingin membalas kebaikan ibunya. Saat inilah saat yang tepat untuk memberikan perhatian kepadanya. Ia tidak perlu membohongi ibunya lagi. Ia mesti mengurus ibunya dengan sebaik-baiknya.

Suatu hari, sang ibu yang dicintainya itu menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal dalam dekapan satu-satunya anak yang masih tinggal dengannya, yaitu pemuda itu. Ia menutup matanya dalam damai. Tidak ada pemberontakan. Ia merasakan kasih yang begitu dalam dari sang anak. Pemuda itu pun merasa terharu atas peristiwa itu. Ia telah mengantar kepergian ibunya untuk selama-lamanya dalam damai.

Sahabat, kasih seorang ibu tak terbatas. Setidak-tidaknya ini kasih seorang ibu yang normal. Ia tidak peduli terhadap tingkah laku anak-anaknya yang kurang baik terhadap dirinya. Ia bahkan mengampuni dosa-dosa anaknya. Atau bahkan ia tidak menganggap kenakalan mereka sebagai dosa dan kesalahan. Ia mudah melupakan dosa dan kesalahan mereka. Ia tidak menaruh dendam terhadap mereka.

Kisah di atas mengungkapkan betapa indahnya kasih ibu yang tak pernah lekang oleh waktu. Dalam kondisi fisik yang tidak baik lagi, ia masih mengasihi anaknya. Ia memberikan yang terbaik baginya hingga saat-saat terakhir hidupnya. Damai ia tinggalkan bagi sang anak yang setia menungguinya.

Kita hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Kita hidup bersama orang-orang yang terdekat yang kita kasihi. Apa yang kita rasakan dirasakan juga oleh mereka. Damai yang kita tampilkan dalam hidup kita juga dirasakan oleh sesama kita. Kita belajar hidup dari sesama kita.

Namun sering kita kurang mau belajar dari sesama kita. Kita merasa bahwa kita sudah mencapai kesempurnaan hidup ini. Kita merasa bahwa kita sudah mampu hidup dengan keadaan kita sekarang. Tentu saja sikap seperti ini merupakan suatu kesombongan. Ini suatu keangkuhan dari seorang manusia yang tak sempurna.

Kita mesti sadar bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Kita adalah makhluk yang tidak sempurna. Karena itu, kita mesti terus-menerus belajar dari kehidupan. Kebijaksanaan kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Kebijaksanaan tidak jatuh dari langit. Damai yang kita temukan itu tidak kita dapatkan dari dunia khayalan. Damai itu kita temukan dalam kebersamaan hidup sehari-hari.

Seorang bijak berkata, “Hai anakku, peliharalah perintah ayahmu, dan janganlah menyia-nyiakan ajaran ibumu. Tambatkanlah senantiasa semuanya itu pada hatimu, kalungkanlah pada lehermu. Jikalau engkau berjalan, engkau akan dipimpinnya. Jikalau engkau berbaring, engkau akan dijaganya. Jikalau engkau bangun, engkau akan disapanya. Karena perintah itu pelita, dan ajaran itu cahaya, dan teguran yang mendidik itu jalan kehidupan” (Amsal 6:20-23). Mari kita bangun hidup yang baik dan benar dalam hidup sehari-hari bersama sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

875

19 Februari 2012

Menerima Rahmat Tuhan bagi Hidup

Apa yang akan Anda lakukan saat Anda merasa takut? Anda lari dari kenyataan itu? Atau Anda berusaha untuk menghadapinya dengan hati yang tulus dan tegar?

Suatu hari seorang ibu memeluk anaknya erat-erat. Sang anak sedang tenggelam dalam ketakutan yang mendalam. Selidik punya selidik, sang anak trauma terhadap kegelapan. Pernah sang anak menghilang dalam kegelapan. Ia tidak tahu mau ke mana. Semua serba gelap. Setelah mencari jalan untuk keluar dari kegelapan itu, ia menabrak tembok. Keras sekali. Akibatnya, tiga gigi bagian atasnya lepas. Darah mengucur dari mulutnya. Ia menjerit kesakitan. Namun tidak ada orang dapat membantunya.

Karena itu, setiap kali ia menghadapi kegelapan, ia menjadi takut. Sang ibu kemudian memeluknya erat-erat. Saat seperti itu menjadi saat yang nyaman bagi anak itu. Ia tidak perlu takut lagi. Ia boleh mengalami damai dalam pelukan ibunya. Kegelapan seketika lenyap.

Anak itu mengatakan bahwa bersama ibunya menjadi saat yang indah. Saat kegelapan lenyap dari dirinya. Ia merasakan ibunya sebagai orang yang telah menyelamatkan dirinya dari rasa takut. Ibunya telah memberikan rasa tenang baginya. Karena itu, setiap kali ia merasa takut ketika berada dalam kegelapan, ia berusaha untuk memeluk ibunya.

“Ibu memberikan rasa damai kepada saya. Ibu begitu baik. Ibu telah memberi kesempatan bagi saya untuk mengalami kasihnya yang tulus,” kata anak itu.

Sahabat, pernahkah Anda mendapatkan perlakuan yang kejam dari orang yang telah melahirkan Anda? Kalau Anda mengalaminya, mungkin di saat itu ibu Anda sedang mengalami depresi. Kondisi kejiwaannya tidak normal. Mungkin dia sedang mengalami tekanan kejiwaan yang luar biasa. Karena itu, dibutuhkan suatu kesabaran dalam menghadapi kondisi yang demikian.

Kisah di atas menggambarkan suatu suasana kedamaian yang dialami oleh sang anak saat dekat dengan ibundanya. Kasih yang tulus mendamaikan sang anak yang sedang mengalami trauma kegelapan. Ia memeluknya dengan cinta yang sangat menguatkan sang anak. Ketakutan itu seketika hilang saat berhadapan dengan kasih yan tulus itu.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita berhadapan dengan berbagai persoalan hidup. Namun kita tidak boleh gegabah dalam hidup ini. Kita mesti berani menyelesaikan persoalan-persoalan itu dengan hati yang lapang. Kita mesti tampilkan kasih yang tulus dalam menghadapi setiap persoalan hidup. Hanya dengan cara itu, kita menemukan ketenangan dalam hidup sehari-hari.

Orang beriman tentu saja menumbuhkan kasih yang tulus itu dengan bantuan rahmat Tuhan. Untuk itu, orang mesti terbuka akan rahmat Tuhan. Setiap saat Tuhan mencurahkan rahmat-Nya kepada manausia. Sering manusia tidak menyadari hal ini. Manusia lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Manusia lebih mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri.

Mari kita berusaha untuk menerima setiap rahmat Tuhan dengan membiarkan Tuhan bekerja dalam diri kita. Dengan demikian, kita mengalami damai dan sukacita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


874

Menyadari Kehadiran Tuhan dalam Hidup

Dalam hidup ini kita mengalami betapa Tuhan hadir dan memberikan kehidupan kepada kita. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita berjuang sendirian.

Ada seorang yang kurang percaya akan kehadiran Tuhan dalam dunia ini. Ia bahkan menantang orang-orang di sekitarnya untuk menunjukkan kepadanya kehadiran Tuhan itu. Orang-orang menjadi bingung. Namun ia tetap ngotot agar orang-orang menunjukkan kepadanya bukti bahwa Tuhan hadir dalam hidup manusia.

Dalam suasana seperti itu, seorang pemuda berkata kepada orang itu, “Anda punya orangtua yang begitu mengasihi Anda. Tahukah Anda bahwa Tuhan hadir dalam kasih orangtua Anda itu? Anda punya banyak hal untuk hidup, tetapi Anda mesti sadar bahwa semua itu ada karena ada yang memberi. Yang memberi itu adalah Tuhan.”

Orang itu belum juga percaya. Ia menertawakan kata-kata pemuda itu. Ia tidak yakin bahwa Tuhan hadir melalui kasih orangtuanya. Ia berkata, “Bukankah selama ini orangtua saya kurang peduli terhadap saya? Mereka membenci saya. Mereka tidak memberi saya pekerjaan ketika saya meminta kepada mereka.”

Pemuda itu tidak hilang akal. Ia terus-menerus mengarahkan orang yang kurang percaya adanya Tuhan itu. Ia menasihati orang itu untuk mengakui bahwa Tuhan memiliki otoritas total atas segala sesuatu di dunia ini. “Hanya dengan mengakui kuasa Tuhan atas kehidupan kita, Anda akan menemukan bahwa Tuhan itu ada. Tuhan selalu baik terhadapmu,” kata pemuda itu.

Perlahan-lahan orang itu mulai membuka hatinya untuk mau percaya akan kehadiran Tuhan. Namun ia mengatakan, ia butuh waktu untuk sampai sungguh-sungguh percaya. Hal itu disebabkan oleh pengalaman hidupnya yang agak kelam bersama orangtuanya.

Sahabat, pengalaman akan kehadiran Tuhan dalam hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai hal dalam hidup ini. Ada orang yang mampu menarik garis merah kehadiran Tuhan dalam diri orang-orang yang mencintai mereka. Ada orang yang mengalami kehadiran Tuhan pada setiap saat nafas hidupnya. Namun ada juga yang perlu bukti untuk yakin bahwa Tuhan hadir dalam hidupnya.

Kisah di atas mau mengatakan kepada kita bahwa orang boleh saja meragukan kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Namun orang mesti sadar bahwa hidup yang dimilikinya itu ada yang memberikannya. Hidup ini tidak ada begitu saja. Nafas yang menjadi andalah hidup manusia itu tidak datang dengan sendirinya. Ada Tuhan yang memberikannya. Tuhan pula yang punya kuasa untuk menghentikan nafas kehidupan ini.

Untuk itu, yang dibutuhkan dari manusia adalah kesadaran bahwa Tuhan hadir dan berkarya dalam hidupnya. Tuhan tidak mati. Tuhan tidak diam saja. Tetapi Tuhan selalu mengambil insiatif bagi kelangsungan hidup manusia. Orang mesti sungguh-sungguh sadar bahwa Tuhan yang hadir itu bukan Tuhan yang mengacaukan hidupnya. Tetapi Tuhan yang mengatur langkah-langkah hidup manusia.

Orang beriman adalah orang yang sungguh-sungguh meyakini kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Orang yang senantiasa membuka hatinya bagi kebaikan Tuhan yang mengalir melalui kasih dan kebaikan sesama manusia. Mari kita senantiasa membiarkan kasih Tuhan hadir dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


873

16 Februari 2012

Utamakan Kejujuran dalam Menggapai Sukses


Dalam hidup ini, apa yang Anda mau pertahankan? Harta kekayaan yang berlimpah yang diperoleh dengan tidak halal? Atau Anda ingin tetap mempertahankan kejujuran dalam menggapai sukses dalam hidup Anda?

Beberapa tahun lalu, komite olimpiade mencopot medali emas lari 1500 meter yang dimiliki oleh pelari Bahrain bernama Rashid Ramsi. Hal itu dilakukan, karena Ramsi kedapatan melakukan dopping saat sebelum bertanding. Tes urine yang dilakukan menyatakan bahwa ada obat-obatan yang terkandung di dalamnya. Obat-obatan yang dikonsumsi oleh Ramsi itu termasuk yang dilarang untuk digunakan dalam dunia olahraga.

Ramsi berkelit. Ia mengatakan bahwa ia tidak melakukan dopping sebelum bertanding. Ia telah melakukan pertandingan dengan jujur. Karena itu, ia mengharapkan pihak komite tidak mencopot medali emas yang telah diraihnya. Ia telah bekerja keras untuk meraih medali emas itu. Ia telah berlatih berbulan-bulan untuk mengikuti lomba itu. Jadi pihak komite bisa berbuat sewenang-wenang terhadap dirinya.

Ramsi boleh membela diri. Medali itu kemudian diambil daripadanya. Medali itu bukan lagi milik dirinya. Ia tidak bisa mempertahankannya. Ia bisa mempertahankannya, kalau ia berlomba dan memenangi lomba itu di olimpiade yang akan datang. Tentu saja hal ini sangat menantang Ramsi untuk membuktikan kejujuran dirinya.

Sahabat, hidup kita di dunia ini sebenarnya seperti orang yang sedang berada dalam pertandingan. Untuk berhasil meraih ‘medali’ pertandingan, ada banyak tuntutan yang mesti kita penuhi. Dari segi fisik, kita harus melatih tubuh kita agar tetap prima. Dengan demikian, kita dapat tetap bertahan dalam pertandingan itu. Tetapi dari segi psikis, kita juga mesti tetap memperjuangkan kejujuran. Kita tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, saat kita meraih juara, kita meraihnya dengan sukacita.

Kisah di atas mengingatkan kita agar kebenaran dan kejujuran senantiasa dijunjung tinggi dalam hidup ini. Orang mesti bekerja keras untuk meraih impiannya. Orang tidak bisa hanya santai-santai sambil mengharapkan bintang jatuh dari langit. Orang mesti berani berjerih payah untuk meraih sukses dalam hidupnya.

Namun kecenderungan negatif sering memaksa orang untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Orang berani melawan arus kebenaran dan kejujuran untuk meraih kesuksesan dalam hidup mereka. Mereka mengira bahwa dengan mematahkan kebenaran dan kejujuran mereka mampu hidup aman dan tenteram.

Kita menyaksikan begitu banyak pemimpin di negeri ini yang dijebloskan ke penjara begitu turun dari kekuasaan. Mengapa? Karena tidak berhasil mempertahankan ‘medali’ kebenaran dan kejujuran. Godaan uang dan harta membuat mata mereka tersilau. Mereka kemudian tunduk oleh kemilau uang dan harta itu. Ketidakjujuran yang dibungkus dalam korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi bagian hidup mereka.

Karena itu, kita diajak untuk senantiasa mempertahankan ‘medali’ kejujuran. Dengan demikian, kita dapat meraih sukses dengan baik dan benar. Hidup kita menjadi damai dan sejahtera. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


872

15 Februari 2012

Berkorban dengan Kasih yang Tulus Itu Indah

Manusia dapat hidup berkat kasih yang mendalam dari sesamanya. Kasih itu menumbuhkan semangat berkorban dalam hati manusia.

Seorang gadis mengisahkan bahwa ia beruntung memiliki seorang ibu yang sangat peduli terhadap dirinya. Ibunya yang miskin tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Ia selalu memikirkan kebahagiaan anak semata wayangnya. Karena itu, sang ibu tidak kenal lelah bekerja. Ia melakukan apa saja untuk anak tercintanya itu.

Suatu hari, sang ibu terserempet motor. Ia jatuh terjerembab. Wajahnya menampar aspal jalanan. Meski darah keluar dari pipinya, sang ibu tidak menghiraukan. Malah ia sibuk memunguti jeruk yang hendak ia bawa ke pasar untuk dijual. Ia baru sadar setelah seorang ibu yang lain menegurnya. Lantas ibu itu dibawa ke rumah sakit untuk berobat.

Dokter menyarankan agar dia menjalani rawat inap untuk satu atau dua hari. Namun ibu itu mengatakan ia tidak apa-apa. Ia ingin pulang ke rumah. Ia tidak tega putrinya tinggal sendirian di rumah. Kasih ibu itu begitu besar terhadap putrinya. Ia mau mengorbankan dirinya bagi kebahagiaan putrinya itu.

Saat putrinya lulus dari perguruan tinggi, ibu itu sangat bergembira. Namun kegembiraan itu tidak ia tujukan kepada dirinya sendiri. Ia justru menyiapkan makanan yang paling enak kesukaan putrinya. Sementara ia sendiri makan makanan kesukaannya, yaitu tempe, sambal dan nasi.

“Hidup saya bukan untuk diri saya sendiri. Saya ingin putri saya mengalami bahagia dalam hidupnya,” katanya.

Karena itu, ketika putrinya sukses dalam pekerjaan, ibu itu tetap hidup bersahaja. Ketika putrinya mengajaknya untuk pindah ke kota besar, tempat ia bekerja, sang ibu menolak. Ia memilih untuk tinggal di rumah. Ia tidak ingin mengganggu kesibukan putrinya. Namun ketika putrinya mengatakan bahwa kepindahan ke kota besar bukan untuk kebahagiaan sang ibu, ibu itu pun menurutinya. Ia pindah demi kebahagiaan putrinya.

Sahabat, dalam hidup ini ada orang-orang yang mengorbankan hidupnya untuk kebahagiaan sesamanya. Orang rela melepaskan hal-hal yang terbaik yang mereka miliki demi kebahagiaan orang yang mereka cintai. Tentu saja korban seperti ini dilatarbelakangi oleh kasih yang mendalam. Mustahil orang mau berkorban tanpa cinta.

Kisah ibu tadi menjadi inspirasi bagi kita untuk senantiasa menempatkan kasih di atas segala-galanya. Kasih menumbuhkan dan mengembangkan hidup. Ibu itu berkorban untuk kebahagiaan putrinya. Ia merelakan hidupnya, agar putrinya mampu meraih cita-citanya. Kesuksesan sang putri didukung oleh kasih yang melimpah.

Alangkah indahnya kita hidup dalam suasana kasih yang mendalam. Suasana hidup menjadi lebih menyenangkan. Damai senantiasa hadir dalam hidup manusia. Orang tidak perlu cemas akan hidup ini. Orang tidak perlu kuatir akan dirugikan oleh sesamanya. Orang justru senantiasa mengalami kegembiraan dan damai dalam hidup ini.

Namun banyak orang sering mengabaikan kasih yang mendalam ketika mereka mesti berkorban. Mereka memperhitungkan untung rugi saat harus berkorban bagi hidup sesamanya. Mereka menghitung berapa atau apa yang akan mereka peroleh saat mereka berkorban untuk sesamanya.

Sebagai orang beriman, tentu kita tidak demikian. Kita berkorban bagi kebahagiaan sesama, karena kasih mendalam yang tumbuh dan berkembang dalam hati kita. Kita tergerak untuk berkorban melulu karena cinta dan perhatian kita terhadap sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

871

10 Februari 2012

Memaknai Nilai Sebuah Pengorbanan


Dalam hidup ini, setiap orang memiliki kesempatan untuk berkorban. Namun korban itu akan sia-sia, kalau dilakukan hanya untuk mendapatkan pujian. Korban yang memiliki nilai adalah korban yang dilandasi oleh kasih yang mendalam.

Pada tanggal 4 Desember 2006 lalu, seorang prajurit berumur 16 tahun melihat sebuah granat dilemparkan ke atas. Granat itu kemudian jatuh ke dalam mobil perang yang diawakinya bersama empat orang temannya.

Prajurit itu berada di atas kendaraan memegang senapan mesin. Ia masih memiliki waktu untuk melompat keluar untuk menyelamatkan diri. Namun sebaliknya, ia melompat ke dalam tepat di atas granat. Sebuah tindakan pengorbanan demi menyelamatkan empat rekan prajurit lainnya.

Tubuh prajurit itu hancur berkeping-keping. Darah berserakkan membasahi kendaraan itu. Empat rekannya selamat. Mereka dapat meneruskan hidup mereka. Sedangkan prajurit muda itu mesti mengorbankan hidup untuk mereka.

Salah seorang dari empat prajurit itu berdecak kagum atas tindakan heroik itu. Ia berkata, “Saya tidak bisa bayangkan, kalau teman kita ini tidak melompat keluar dari kendaraan. Tentu kita semua telah mati. Tetapi dia telah memilih untuk mati demi kehidupan kita semua.”

Mereka pun mengumpulkan tubuh teman mereka yang berserakan itu. Mereka menguburkannya dengan cara yang sangat hormat. Di pusara teman mereka itu tertulis kata-kata, “Dia telah menyerahkan nyawanya untuk kami.”

Sahabat, masih adakah orang yang punya semangat untuk mengorbankan dirinya bagi sesamanya? Masih adakah orang yang merelakan egoismenya bagi kemajuan dan keselamatan sesamanya? Saya yakin, pasti masih ada di antara kita yang mau berkorban bagi sesamanya. Ada berbagai bentuk pengorbanan yang bisa ditunjukkan untuk sesama.

Misalnya, seorang suami rela mengorbankan waktunya demi istrinya yang sedang dirawat di rumah sakit. Ia menunggui sang istri berjam-jam sepanjang hari. Baginya, tidak ada hal lain yang lebih berharga daripada kesehatan istrinya. Ia ingin istrinya segera sembuh. Ia ingin istrinya kembali tersenyum setelah sekian lama wajahnya muram durja oleh terjangan penyakit. Inilah suatu pengorbanan.

Kisah tadi menunjukkan kepada kita bahwa pengorbanan itu membawa kehidupan bagi sesama. Ia tidak peduli terhadap keselamatan dirinya. Ia lebih peduli terhadap keselamatan keempat rekannya. Pengorbanan yang dilakukan dengan tulus hati membuahkan kebaikan bagi kehidupan bersama.

Setiap kita mempunyai kesempatan untuk berkorban bagi kehidupan bersama. Yang penting adalah kita mesti memaknai nilai pengorbanan itu. Apa yang sesungguhnya kita perjuangkan, sehingga kita berani berkorban? Apakah yang kita perjuangkan hanyalah kepentingan diri kita sendiri? Atau yang kita perjuangkan itu sesuatu yang sungguh-sungguh berguna bagi kehidupan bersama?

Tentu saja orang yang rela berkorban itu biasanya didorong oleh kasih yang berkobar-kobar bagi sesama. Kasih itu memberi daya atau semangat berkorban itu. Karena itu, orang beriman mesti selalu berkorban berdasarkan kasih yang tulus dari dalam dirinya. Tanpa kasih yang tulus, korban kita hanyalah suatu kesia-siaan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


870

09 Februari 2012

Meraih Kualitas Hidup melalui Usaha Keras

Anda ingin sukses dalam hidup Anda? Apa yang Anda lakukan? Anda diam saja di tempat tanpa usaha dan latihan? Atau Anda mulai berusaha menemukan berbagai cara untuk meraih kesuksesan itu?

Seorang pemain biola, yang diakui oleh dunia internasional, percaya bahwa fokus dan latihan dengan disiplin adalah kunci kualitas penampilannya. Sekalipun dalam padatnya jadwal bermain untuk 90 konser per tahun, ia masih sempat latihan rata-rata 5 sampai 6 jam sehari.

Begitulah hidup seorang pemain biola terkenal bernama Midori. Tentang kehidupan sehari-harinya, Midori berkata, “Saya latihan untuk pekerjaan saya. Saya latihan setiap hari...”

Meski bermain biola dengan lihai, Midori tetap rendah hati. Ia terus-menerus berlatih untuk mendapatkan ketrampilan yang sungguh-sungguh punya kualitas tinggi bagi kehidupannya. Baginya, kualitas itu hanya dapat dicapai melalui latihan yang keras dan terus-menerus.

Hasilnya adalah ia menjadi seorang pemain biola terkemuka di dunia. Ia mendapatkan order untuk konser per bulan lebih dari tujuh kali. Tentu saja ini suatu pencapaian yang sangat spektakular. Namun ia tetap memilih untuk tidak mendiamkan tangannya usai melakoni konser-konser besar. Setelah mengadakan konser, ia kembali berlatih setiap hari selama lima hingga enam jam. Luar biasa.

Sahabat, Anda ingin sukses dalam hidup Anda? Anda ingin hidup Anda lebih berkualitas? Tidak ada jalan lain, kecuali berlatih dan berlatih. Anda dituntut untuk melakukan latihan yang terus-menerus untuk mendapatkan kualitas yang tinggi dalam kehidupan Anda.

Kisah Midori di atas mencengankan kita. Ia mampu melayani 90 konser dalam satu tahun. Ia berhasil melakukannya dengan baik dalam kualitas yang tinggi, karena ia mau berlatih. Ia mau mengorbankan banyak waktu dalam kehidupannya untuk meraih kualitas yang tinggi dalam bermain biola. Ia ingin mengejar kesempurnaan itu dengan berlatih dan berlatih.

Banyak orang ingin memiliki hidup yang penuh kualitas. Banyak orang ingin meraih impian-impian mereka. Namun banyak pula dari mereka yang jatuh, karena mereka ingin meraihnya dalam waktu yang singkat. Mereka ingin mencapai kualitas hidup yang baik dengan malas-malasan saja. Tentu saja ini hal tidak bisa dipertanggungjawabkan. Tidak ada keberhasilan yang dilalui tanpa pengorbanan.

Sama seperti seorang musisi yang mengejar kesempurnaan dalam permainan musik dengan berlatih keras, kita juga mesti berani berkorban untuk meraih impian-impian kita. Artinya, ketika kita hanya mau bermalas-malasan, kita tidak akan mampu meraih hidup yang lebih berkualitas.

Kalau kita hanya ingin meraih cita-cita kita dalam waktu yang singkat, jangan harap kita mampu meraihnya. Tiada keberhasilan yang diraih tanpa pengorbanan. Mari kita berusaha untuk terus-menerus berlatih, agar kita mampu meraih hidup yang penuh kualitas. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


869

08 Februari 2012

Menumbuhkan Semangat Memberi dalam Hidup

Apa yang terjadi dalam hidup Anda, kalau Anda memberikan apa yang Anda miliki untuk sesama Anda? Anda merasa kehilangan? Atau Anda merasa Anda menjadi orang yang lebih kaya?

Ada seorang pemuda yang biasa memberi sesuatu kepada teman-temannya. Di saat teman-temannya mengalami kesulitan dalam hidup, ia mengulurkan tangan membantu mereka. Bagi pemuda itu, ia lakukan hal seperti itu sejak ia masih kecil. Orangtuanya selalu mengajarkan kepadanya untuk memberi sesuatu atau bantuan kepada orang lain. Dengan memberi, ia mengalami sukacita dalam hidupnya.

Ia berkata, “Memberi itu membuat saya lebih kaya. Saya punya banyak teman. Saya tidak kehilangan sesuatu pun dalam hidup ini. Bahkan saya mendapatkan banyak hal untuk hidup saya.”

Tentu saja semangat memberi itu sudah menjadi bagian dari hidup pemuda itu. Ia merasakan sakit hatinya saat ia tidak bisa mengulurkan tangannya untuk membantu sesamanya. Ia mengaku, ia pernah tidak bisa tidur semalam suntuk karena tidak bisa membantu temannya.

Meski pemuda itu bukan orang yang kaya, ia selalu berusaha memberikan apa yang dia punyai untuk sesamanya yang membutuhkan. Ia bersyukur memiliki semangat untuk memberi. Dengan cara itu, ia merasakan hidup ini semakin berguna bagi orang lain. Ia boleh mengungkapkan dalam kata dan perbuatan kasihnya kepada sesamanya.

Sahabat, sudahkah Anda memberi sesuatu kepada sesama Anda hari ini? Atau Anda malah menuntut orang lain untuk memberi Anda sesuatu yang Anda butuhkan? Kalau hal kedua ini yang menjadi semangat Anda, lalu Anda akan selalu merasa tidak punya apa-apa. Di saat Anda memberi, Anda akan merasakan ada sesuatu yang hilang dari diri Anda.

Kisah di atas menunjukkan kepada kita bahwa memberi itu menjadi suatu semangat yang menjadi bagian dalam hidup kita. Semangat memberi mesti menjadi hidup kita. Orang yang rela memberikan apa yang dimiliki bagi sesamanya akan mendapatkan banyak hal bagi hidupnya. Ia tidak perlu cemas akan hari depannya. Ia tidak perlu kuatir akan kehilangan apa yang ia berikan itu.

Namun banyak orang tidak suka memberi. Mereka mengira bahwa dengan memberi itu mereka kehilangan banyak hal. Ada yang berprinsip bahwa ia baru mau memberi ketika ia sudah menjadi kaya. Dalam hal ini orang mesti hati-hati. Mengapa? Semangat memberi itu tidak datang dengan tiba-tiba. Semangat memberi itu dapat hadir dalam diri orang berkat kebiasaan memberi yang terus-menerus.

Pemberian yang bernilai tinggi terjadi kita memberikan diri kita bagi kebahagiaan sesama kita. Artinya, di saat situasi menuntut pengorbanan dari diri kita, kita mesti berani memberikan diri kita untuk sesama kita. Dengan demikian, hidup kita menjadi lebih bermakna. Mari kita memberi. Hanya dengan memberi, kita akan mendapatkan banyak hal untuk kehidupan kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

868

07 Februari 2012

Kasih yang Tulus Tumbuhkan Kebesaran Jiwa

Apa sikap Anda terhadap orang yang Anda sayangi ketika musibah menimpa dirinya? Anda biarkan saja? Atau Anda menolak kehadirannya?

Ada seorang gadis cantik yang cerdas. Setelah menyelesaikan sekolahnya di perguruan tinggi, gadis itu bekerja di sebuah perusahaan terkenal. Gajinya cukup tinggi. Meski begitu, gaya hidupnya sangat sederhana. Ia jarang berfoya-foya. Ia tinggal di sebuah apartemen dekat kantornya. Hal itu ia lakukan untuk menghindari biaya mahal, kalau ia mesti tinggal di rumah ibunya yang berada di luar kota.

Di rumah gadis itu, hidup ibunya yang sudah janda. Sebagian kepala dari ibunya botak. Kulit kepalanya menampakkan borok yang baru mengering. Rambut kepalanya tinggal sedikit di bagian kiri dan belakang. Wajahnya pun cacat seperti luka bakar. Ia seperti sebuah monster yang mengerikan.

Gadis itu tidak pernah tahu tentang penyebab dari kondisi ibunya. Namun ia selalu mencintainya. Ia selalu menerima kehadiran sang ibu dengan penuh kasih. Apalagi sang ibu telah membesarkan dan membiayai sekolahnya hingga selesai. Sesekali di akhir pekan, gadis cantik itu membawa sang ibu berjalan-jalan di pantai.

“Nak, apa kamu tidak malu punya ibu seperti ini? Bukankah wajah ibu jelek dan penuh koreng-koreng?” Tanya ibunya suatu hari.

Gadis itu terkejut mendengar pertanyaan ibunya. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan pertanyaan yang menusuk hatinya itu. Gadis itu tersenyum. Ia hanya menggelengkan kepala. Ia tidak pernah merasa malu. Baginya, sang ibu telah mengasihinya begitu tulus. Ia ingin membalas kasih yang tulus itu, meskipun sebenarnya ia tidak pernah dapat membalasnya dengan sempurna.

Sahabat, kita hidup dalam dunia yang nyata. Artinya, kita hidup bersama orang lain yang tidak selamanya sempurna dalam berbagai hal. Ada saja orang-orang yang dekat dengan kita memiliki cacat dalam hidupnya. Ada saja orang-orang yang kita kasihi menderita penyakit yang ganas. Ada saja orang-orang yang begitu kita kagumi jatuh ke dalam kesalahan dan dosa yang berat.

Apa sikap kita yang paling baik terhadap kondisi seperti ini? Kita menolak kenyataan seperti itu? Atau dengan lapang dada dan penuh kasih setia kita menerima kenyataan itu?

Kisah di atas sangat menyentuh hati kita. Gadis cantik itu bisa saja meninggalkan ibunya seorang diri. Bisa saja ia tidak mengakui perempuan tua itu sebagai ibu kandungnya. Namun ia tidak lakukan itu. Mengapa? Karena ia mengalami betapa kasih sang ibu memampukan dirinya untuk meraih sukses dalam hidupnya. Berkat kasih itu pula ia memiliki masa depan yang cerah dan baik.

Kebahagiaan dapat tercipta dalam hidup kita, kalau kita mau menerima kehadiran sesama kita dengan tangan terbuka. Ketika kita menerima kenyataan diri sesama yang kita cintai sebenarnya kita menerima diri kita sendiri. Ketidaksempurnaan yang dimiliki oleh orang-orang yang dekat dengan kita sebenarnya juga menjadi milik kita.

Menerima cacat fisik atau psikis dari orang yang kita cinta itu butuh kebesaran jiwa. Kita mesti berani mengabaikan gengsi yang ada dalam diri kita. Hal ini bisa kita lakukan, kalau kita memiliki cinta yang tulus dan mendalam terhadap orang-orang yang ada di sekitar kita. Mari kita tumbuhkan kasih yang tulus dalam diri kita dengan menerima kehadiran sesama kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ


867

04 Februari 2012

Menumbuhkan Sikap Syukur dalam Hidup

Apa yang akan Anda lakukan saat Anda merasakan kasih yang tulus dari sesama Anda? Anda cuek saja? Atau Anda menumbuhkan sikap syukur dalam diri Anda?

Ada seorang anak yang sangat mensyukuri kebaikan orangtuanya. Padahal selama ini ia merasa telah dibohongi oleh ayah ibunya. Ternyata mereka bukan orangtua aslinya. Mereka adalah orangtua angkat yang telah merawat dirinya sejak bayi. Ia menerima dengan lapang dada saat diberitahukan kepadanya bahwa ia hanyalah anak angkat.

“Saya tetaplah seorang anak yang patut bersyukur atas kebaikan keluarga angkat saya. Mereka sangat baik kepada saya. Mereka sangat mencintai saya. Apa pun yang saya minta, mereka selalu memberikan yang terbaik. Apa pun yang terjadi, mereka adalah orangtua saya,” kata anak itu.

Anak itu bertumbuh dalam suasana cinta kasih yang begitu mendalam. Ia merasakan sendiri kepedihan ibu angkatnya saat ia mesti dirawat di rumah sakit karena demam berdarah. Ibu angkatnya itulah yang menjaga dirinya siang dan malam. Sang ibu rela meninggalkan pekerjaannya. Sang ibu rela meninggalkan ayah angkatnya demi kesembuhan dirinya. Sungguh, suatu cinta yang sangat mendalam telah ia alami sepanjang kehidupannya. Karena itu, ia tetap mensyukuri kebaikan orangtua angkatnya.

Sahabat, kita semua ingin hidup dalam damai. Kita tidak ingin persoalan-persoalan selalu mengusik diri kita. Namun kadang-kadang kita sendiri yang menciptakan suasana yang kurang baik. Tentu saja kalau ini yang kita lakukan berarti kita menjerumuskan diri kita sendiri ke dalam pencobaan.

Kisah anak angkat tadi menjadi inspirasi bagi hidup kita. Pengalaman kasih yang begitu dalam membantu diri anak itu untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman akan Tuhan. Tidak sedikit pun timbul pikiran dalam hatinya untuk mengingkari kasih setia kedua orangtuanya. Malah ia bersyukur memiliki orangtua yang begitu baik.

Tentu saja ada hal-hal yang menjadi pendukung bagi dirinya untuk tetap bertahan dalam ungkapan syukur yang terus-menerus. Pertama, cinta yang begitu tulus dan mendalam dari orangtua angkatnya. Orang yang mengalami cinta yang tulus itu mesti sadar bahwa hanya dengan dan melalui cinta itu orang dapat hidup dengan damai. Hanya dengan dan melalui cinta itu orang mampu menanggapi kebaikan sesamanya.

Kedua, cinta yang tulus itu kemudian ditumbuhkembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tidak hanya membiarkan cinta yang tulus itu hadir begitu saja dalam dirinya. Tetapi orang secara kreatif menumbuhkembangkannya. Cinta yang tulus tetaplah cinta yang tidak berguna saat tidak ditumbuhkembangkan dengan baik dan benar. Orang yang mampu menumbuhkembangkan cinta yang tulus itu orang yang mampu bersyukur atas kebaikan Tuhan.

Karena itu, yang dibutuhkan dari diri setiap orang adalah sikap syukur yang terus-menerus ditampilkan dalam hidup. Selalu saja ada usaha yang terus-menerus untuk menumbuhkembangkan hidup di atas dasar cinta kasih. Tentu saja hal ini tidak gampang. Ada berbagai tantangan yang mesti dihadapi. Anak dalam kisah tadi mesti menghadapi kenyataan bahwa dirinya hanyalah anak angkat. Namun cinta yang tulus telah mengalahkan tantangan hidup itu.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk terus-menerus mensyukuri kebaikan Tuhan melalui cara hidup kita sehari-hari. Tuhan begitu baik kepada kita. Tuhan selalu peduli terhadap kita. Mari kita berusaha untuk mensyukuri kebaikan Tuhan dengan hidup baik di hadapanNya. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

866