Pages

30 September 2009

Berdoa dengan Hati yang Tulus


Ada seorang pemuda yang malas berdoa. Ia berkata bahwa doa pagi waktu bangun tidur dan doa malam menjelang tidur intisarinya setiap hari sama saja. Waktu malam intinya ialah mengucap syukur untuk perlindungan sepanjang hari, lalu memohon perlindungan Tuhan untuk sepanjang malam. Sedangkan doa pagi intinya ialah berterima kasih untuk perlindungan sepanjang malam dan memohon kekuatan serta perlindungan untuk kehidupan di hari yang baru.

Pemuda itu kemudian mengambil dua helai kertas dan menuliskan doa pagi dan doa malam yang sudah ia hafal dengan baik. Setelah selesai ia tempelkan doa pagi di sebelah kiri tempat tidurnya dan doa malam di sebelah kanannya.

Keesokan harinya, ketika bangun di pagi hari, ia hanya berkata kepada Tuhan: “Tuhan, Engkau kupersilakan membaca doa pagiku di sebelah kiri ini. Silahkan baca ya Tuhan, itulah doaku.” Pada waktu malam, dengan mata yang mengantuk ia berkata, “Tuhan saya mau tidur. Silakan Engkau baca sendiri doa malamku.”

Doa seperti pemuda ini memang sangat gampang. Tetapi kemalasan seperti ini sering tidak membawa kebahagiaan bagi hidup. Doa seperti ini sering menghantui hidup seseorang. Orang berdoa hanya karena merasa wajib. Kalau tidak ada kewajiban, orang tidak perlu berdoa.

Hal yang sama akan terjadi ketika seseorang menjalankan ibadahnya hanya karena kewajiban agamanya. Ia merasa sudah beres kalau sudah melaksanakan kewajiban itu. Akibatnya, orang akan merasa dikejar-kejar oleh kewajiban. Padahal ibadah yang baik itu mesti dilaksanakan dengan hati yang bebas. Doa yang baik itu mesti muncul dari hati yang tulus. Doa orang yang percaya itu tidak memerintah Tuhan untuk bekerja bagi dirinya.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa berdoa dengan hati yang tulus. Doa orang yang tulus itu didengarkan oleh Tuhan. Untuk itu, orang tidak perlu berdoa dengan panjang-panjang. Berdoa dengan kalimat-kalimat yang pendek itu akan sangat efektif dan menghasilkan banyak buah bagi hidup.

Mari kita berusaha berdoa dengan hati yang tulus. Dengan demikian Tuhan yang mahapengasih dan penyayang memberikan yang terbaik yang kita butuhkan dalam hidup ini. Kita yakin, Tuhan itu baik kepada kita. Kita percaya Tuhan selalu mendengarkan doa-doa kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




183

29 September 2009

Berusaha Menjadi Sabar di Hadapan Tuhan



Suatu hari seorang pemuda masuk ke rumah makan dan duduk di kursi yang disediakan di sana. Beberapa saat kemudian, datanglah seorang pelayan dengan daftar menu makanan restoran itu dan secarik kertas. Tujuannya agar pemuda itu menuliskan pesanan makanannya di atas kertas itu. Tetapi pemuda itu tidak menulis apa-apa. Ia hanya berkata, “Tolonglah agar segera dibuatkan makanan yang enak untukku. Saya sangat lapar.”

Pelayan itu menjadi heran. Lalu ia berkata, “Anda harus menuliskan dahulu di atas kertas ini makanan apa yang hendak Anda pesan. Setelah itu makanan itu dibuat oleh juru masak di dapur. Anda boleh lihat di daftar menu hari ini. Ada nasi rames, nasi uduk, soto ayam, bakmi goreng, capcay, tekwan dan mpek-mpek.”

Pemuda itu menjadi tidak sabar. Dengan marah ia berkata, “Aku tidak peduli. Pokoknya aku minta makanan secepatnya.”

Ada banyak orang yang kurang sabar dalam hidupnya. Bahkan ketika mereka memohon pertolongan dari Tuhan pun mesti cepat-cepat dikabulkan. Pikir mereka, tidak ada waktu lagi untuk menunggu lebih lama. Maka mereka sering memaksakan kehendak kepada Tuhan. Doa mereka harus segera terlaksana dalam hidup mereka.

Pertanyaannya, apakah sikap seperti ini menunjukkan sikap hati seorang yang beriman kepada Tuhan? Orang yang beriman itu orang yang sabar. Orang beriman itu orang yang penuh penyerahan diri kepada Tuhan. Dalam berdoa, orang beriman itu membiarkan Tuhan mengabulkan doa-doanya atau tidak. Pengabulan doa itu ada di tangan Tuhan. Yang penting bagi seorang beriman adalah ia berdoa kepada Tuhan dengan penuh pengharapan.

Doa yang manjur itu terjadi di kala orang mengarahkan doa-doanya kepada Tuhan. Maksudnya jelas bagi hidupnya. Orang yang tidak macam-macam. Orang yang tidak menggerutu dalam doanya akan mendapatkan pengabulan doa dari Tuhan. Doa dengan penuh iman itu membawa kebahagiaan bagi hidup.

Karena itu, sebagai orang beriman kita diajak untuk senantiasa menyerahkan setiap permohonan kita kepada Tuhan. Kita biarkan Tuhan yang mahapengasih dan penyayang itu mengabulkan permohonan kita. Tuhan yang punya hak untuk mengabulkan atau tidak mengabulkan doa-doa kita.

Mari kita berusaha untuk bersabar dalam doa-doa kita. Kita percayakan seluruh hidup kita ke dalam tangan Tuhan. Biarlah Tuhan yang mengabulkan setiap doa permohonan kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

182

28 September 2009

Berdoa untuk Kebaikan Sesama



Ada seorang yang sangat saleh. Dia bernama Hyde. Ia menggunakan waktunya berjam-jam untuk berdoa setiap harinya, sehingga orang menyebutnya: Hyde si pendoa. Sebagai seorang yang sangat tekun berdoa, namanya sangat terkenal di seluruh dunia.

Pada suatu hari, seorang tokoh terkenal dari luar kota datang mengunjungi Hyde. Ia diperkenankan masuk ke dalam ruangan di mana Hyde sedang berdoa. Orang ini berpikir, “Ah... sebentar lagi aku pasti akan mendengar doa paling indah dari kata-katanya.”

Ketika ia masuk ke dalam ruangan itu, ia memang melihat Hyde sedang berdoa dengan penuh kesungguhan. Lalu ia juga ikut berlutut di sebelah Hyde. Tetapi ia tidak mendengar Hyde mengucapkan sepatah kata pun. Setelah ditunggu 5 menit, yang keluar dari mulut Hyde hanyalah kata ‘Tuhan’. Lima menit kemudian, nama Tuhan disebut lagi. Dan tidak berapa lama kemudian Hyde kembali mengucapkan nama terindah itu: ‘Tuhan’.

Apa yang terjadi? Tokoh terkenal yang berdoa di sisi Hyde itu menceritakan bahwa ketika Hyde menyebut nama Tuhan sampai tiga kali, ruangan itu dipenuhi dengan kuasa Tuhan sedemikian rupa. Ia merasa tubuhnya hampir terangkat dari lantai.

Doa adalah nafas kehidupan manusia. Sebagaimana tanpa nafas tubuh kita akan mati, demikianlah tanpa doa, kerohanian kita akan merana. Banyak orang menganggap remeh kekuatan doa. Ada orang yang menganggap bahwa berdoa itu membuang-buang waktu saja. Tidak ada hasil apa-apa. Benarkah demikian?

Kisah tadi menunjukkan bahwa doa mempunyai kekuatan yang luar biasa. Doa yang singkat tidak kalah kuatnya dengan doa yang panjang-panjang. Apalagi kalau doa itu dilantunkan dengan penuh iman kepada Tuhan.

Semua agama mengajarkan kepada kita betapa penting doa itu. Doa seseorang memiliki kekuatan untuk mengubah hati manusia. Manusia yang keras hatinya dapat berubah menjadi lembut, kalau ia didoakan oleh sesamanya. Kalau orang itu dipersembahkan kepada Tuhan, ia akan memiliki hati yang lemah lembut dan rendah hati.

Kata orang, kekerasan hati hanya dapat diubah dengan doa orang-orang yang penuh harap kepada Tuhan. Sebagai orang beriman, kita semua diajak untuk memanjatkan doa bagi semua orang yang ada di sekitar kita. Kita tidak hanya mendoakan diri kita sendiri. Kita mesti doakan juga orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka menjadi bagian dari hidup kita. Mereka juga mesti mendapatkan perhatian dari kita lewat doa-doa kita.

Karena itu, mari kita berdoa setiap waktu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk semua orang. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



181

27 September 2009

Membuat Prioritas dalam Hidup


Entah karena terlalu lama bermain game perang yang menggunakan pedang, seorang anak kalap mengambil pedang dan menusuk keluarganya saat diminta berhenti bermain game.

Itulah yang terjadi di suatu pagi di Switzerland. Seorang anak berumur 19 tahun tak terima diminta berhenti bermain game kesukaannya oleh ibunya. Kesal, ia langsung mengambil pedang sepanjang 60 cm dan menusuk sang ibu layaknya menikam musuh di dalam game.

Kejadian itu sontak membuat kakak pemain game itu membela sang ibu. Alhasil, sang kakak juga terkena tusukan. Kedua korban segera dilarikan ke rumah sakit, karena menderita luka tusukan di tangan dan perut.

Beberapa hari kemudian kedua korban tersebut sudah membaik. Sang kakak sudah tak lagi dirawat, sementara ibunya masih dirawat untuk pengobatan lebih lanjut.

Tidak dijelaskan lebih detil, game apa yang sangat digandrungi remaja kalap itu. Hanya disebutkan, game tersebut merupakan Role Playing Game (RPG) yang banyak menggunakan pedang untuk membasmi musuh.

Saat ditangkap dan diperiksa, remaja itu dinyatakan sehat dan tidak menderita penyakit psikologis apapun. Perbuatannya itu murni karena marah dan kalap. Sebesar itukah pengaruh game kesukaannya hingga dapat 'terbawa' ke dalam kehidupan nyata?

Sesuatu yang sepele bisa membawa akibat fatal bagi kehidupan. Menegur anak sendiri yang terlalu berlebihan dengan hobbynya bisa saja membawa malapetaka. Untuk itu, orang mesti hati-hati.

Dalam kehidupan sehari-hari kita berjumpa dengan orang-orang yang begitu total dengan hobby-hobbynya. Misalnya, ada suami yang hobby memelihara burung-burung. Di waktu pagi, siang dan sore, ia mencurahkan perhatiannya untuk burung-burung peliharaannya. Ia begitu tenggelam dalam kehidupan burung-burung itu. Sering terjadi ia lebih peduli pada burung-burung itu daripada anak-anak atau istrinya. Prioritas perhatian untuk mereka semakin merosot. Akibatnya, relasi mereka menjadi renggang. Padahal anak-anaknya membutuhkan perhatian yang lebih untuk pertumbuhan kepribadian mereka.

Ada banyak dalih yang akan keluar dari mulut suami itu kalau diingatkan oleh istrinya tentang perhatian bagi anak-anaknya. Ia akan membela diri. Misalnya, ia akan mengatakan bahwa perhatian untuk anak-anak bisa dilakukan oleh ibu atau guru-guru di sekolah. Nanti kalau anak-anak yang sudah mulai menyeleweng dari kaidah-kaidah kehidupan bersama, lalu ia mulai sadar. Syukur-syukur kesadaran itu muncul sebelum penyelewengan itu belum terlalu jauh. Tetapi kalau sudah terlalu jauh akan berakibat fatal bagi kehidupan anak-anak itu.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita memiliki prioritas-prioritas dalam hidup ini. Kita ingin menempatkan hal yang paling utama dalam hidup kita. Hal-hal lain yang menjadi pendukung hidup kita bukan menjadi prioritas perhatian kita. Untuk itu, keluarga-keluarga mesti duduk bersama menentukan prioritas apa yang menjadi perhatian mereka dalam kehidupan bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

180

26 September 2009

Jangan Hanya Bermimpi


Di sebuah gunung yang tinggi terdapat satu sarang burung elang. Sarang itu berisi empat butir telur besar. Suatu hari, terjadi sebuah gempa yang mengguncang gunung itu, sehingga menyebabkan sebuah telur terlempar keluar sarang, bergulir ke kaki gunung, hingga berhenti di dekat peternakan ayam. Ayam-ayam yang melihat telur itu berpikir bahwa telur besar itu pun harus dilindungi dan dijaga. Ada seekor ayam bersedia mengerami dan memelihara telur elang itu.

Setelah beberapa hari, telur itu pun menetas dan lahirlah seekor elang yang indah. Sayangnya, elang itu dibesarkan untuk menjadi seekor ayam, sehingga sang elang kecil itu pun percaya bahwa ia tidak lebih dari seekor ayam. Sang elang mencintai rumah dan keluarganya, tapi jiwanya berteriak agar dia dapat melakukan lebih banyak lagi.

Ketika suatu kali elang bermain-main di halaman, dia melihat ke atas di mana ada segerombol besar elang sedang terbang dengan sangat gagahnya.

Elang itu berteriak, “Oh, saya ingin bisa terbang seperti burung-burung itu.”

Para ayam pun menertawakan keinginannya itu. Kata mereka dengan nada ejekan, “Kamu tidak bisa terbang seperti burung-burung itu. Kamu tidak dapat terbang dengan burung-burung itu. Kamu adalah ayam dan ayam tidak terbang tinggi.”

Sang elang terus memandangi kelompok elang itu. Keluarganya yang asli berada di atas sana. Dia bermimpi bisa hidup bersama mereka. Sang elang tidak bisa melupakan mimpinya. Tetapi setiap kali dia membicarakan hal itu, semua ayam mengatakan bahwa dia tidak bisa terbang. Dan dia pun percaya. Akhirnya, sang elang berhenti bermimpi dan melanjutkan hidupnya sebagai seekor ayam hingga akhir hayatnya.

Ada orang merasa bahwa mereka hidup dalam suasana yang salah. Dalam kondisi ekonomi sulit begitu, ada orang yang menyesal hidup saat ini. Mereka bermimpi seandainya mereka hidup di tahun tujuhpuluhan mungkin hidup mereka lebih baik. Atau ada juga yang bermimpi hidup di negeri yang makmur dan aman sentosa. Mereka yakin, hidup mereka jauh lebih baik.

Tetapi sekarang orang mesti realistis. Inilah hidup itu. Hidup di jaman sekarang banyak menantang manusia. Manusia dituntut untuk menerima kenyataan hidup ini. Namun manusia mesti tetap berusaha untuk keluar dari kesulitan-kesulitan hidup itu. Caranya adalah dengan menyatukan kemauan, kerja keras dan mimpi. Orang yang ingin keluar dari kesulitan hidup itu mesti berani kreatif melakukan berbagai hal yang baik dan positif untuk kemajuan dirinya.

Inilah iman yang hidup. Iman yang hidup itu iman yang tampak dalam hidup nyata. Orang yang mau mengamalkan imannya dalam hidup sehari-hari itu menjadikan iman itu nyata dan berguna. Iman yang nyata dan berguna itu memotivasi orang untuk tetap bertahan dalam kesulitan hidup. Iman seperti ini mendorong orang untuk tetap melakukan hal-hal yang baik untuk keluar dari kesulitan hidup itu.

Karena itu, mari kita bekerja keras. Jangan terlalu lama bermimpi tentang hidup yang enak dan bahagia. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB



179

25 September 2009

Belajar Semakin Peka

Dahulu, di sebuah desa kecil yang terpencil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama "Rumah Seribu Cermin." Suatu hari, seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi Rumah Seribu Cermin itu. Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk dan melihat-lihat apa yang ada di dalamnya.

Sambil melompat-lompat ceria, ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinganya terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah. Ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar. Seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat.

Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat, aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”

Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan. Aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”

Kita senantiasa berhadapan dengan wajah-wajah dalam hidup ini. Ada wajah yang seram, namun hatinya baik. Ada wajah yang ramah, namun bisa saja hatinya penuh dengan iri dan dengki. Tampilan wajah-wajah itu pun tidak sama setiap saat. Bahkan sebuah wajah itu bisa berubah-ubah dalam berbagai situasi.

Karena itu, kita dituntut untuk memiliki kepekaan yang tinggi untuk menafsirkan makna dari wajah-wajah itu. Hidup bersama akan menjadi lebih indah dan harmonis, kalau kita mampu menangkap makna dari wajah-wajah itu. Bisa jadi tampilan wajah seseorang merupakan cermin dari wajah kita sendiri. Kita mesti tanggap ketika wajah seseorang sedang cemberut kepada kita. Menurut survei, anak-anak jaman sekarang sulit sekali menangkap makna wajah ayahnya yang sedang cemberut. Mereka juga sulit sekali mengerti ketika ibu mereka sedang menasihati dan memarahi.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena anak-anak jaman sekarang kurang punya kepekaan terhadap lingkungan di sekitarnya. Yang mereka pelajari di sekolah adalah ilmu pasti yang tidak butuh penafsiran atas yang tampak. Yang tampak itulah yang ada.

Karena itu, sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mencari makna dari apa yang tampak. Ada apa di balik senyum manis yang tersungging di wajah seseorang? Kepekaan terhadap situasi di sekitar kita merupakan hal penting dalam hidup kita. Dengan kepekaan itu, kita dapat mengerti tentang situasi hidup sesama kita. Mari kita berusaha untuk semakin peka akan dunia sekeliling kita. Tuhan memberkati. **

Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
178

24 September 2009

Kau yang Berjanji, Kau yang Mengingkari


Suatu hari ada seorang pedagang berjalan bersama kudanya pulang dari pasar. Barang dagangan dimuat oleh kuda jantan itu. Barang-barang itu akan dijual kembali di desa, tempat pedagang itu tinggal

Di tengah jalan, di daerah yang sepi dan jauh dari desa-desa lain, tampaklah dari kejauhan segerombolan perampok bergerak maju mendekatinya. Melihat pertanda yang membahayakan itu, dengan gugup pedagang itu berkata kepada kudanya, “Ayo, kita lari ke desa yang paling dekat di depan kita. Jika tidak, perampok-perampok itu akan menyiksa kita dan menjarah barang dagangan kita.”

Kuda itu tidak mempedulikan kata-kata tuannya. Tetapi kemudian ia menjawab, “Maafkanlah hambamu ini, tuan. Mengapa kita harus lari tunggang langgang menjauhi perampok-perampok itu?”

Pedagang itu semakin panik. Lantas ia berkata dengan nada keras, “Ah, kamu tolol. Jika kita tidak lari, kita pasti akan ditangkap oleh perampok-perampok itu. Aku akan mereka lukai dan barang dagangan kita akan dirampas. Sedangkan kamu sendiri akan mereka bawa.”

Kuda itu malah berhenti. Ia sulit sekali ditarik oleh pedagang itu. Kemudian ia berkata, “Jadi masalahnya hanya soal ganti tuan? Selama bebannya masih sama dan harus hamba pikul di punggung hamba, tak soal bagi hamba siapa orang yang menjadi tuan hamba."

Pemilik kuda itu tertegun sejenak lantas mulai lari menjauhi para perampok. Sementara kuda itu berlari di belakangnya dengan santai.

Begitu banyak pemimpin sudah yang kita miliki dalam hidup kita. Ada pemimpin pemerintah dari ketua RT hingga presiden. Ada juga para pemimpin kelompok-kelompok tertentu yang juga silih berganti memangku jabatan. Pertanyaannya, apakah para pemimpin itu sungguh-sungguh membawa perubahan bagi kehidupan masyarakat atau para anggotanya?

Menjelang pemilukada atau pemilu legislatif yang lalu di berbagai daerah di Indonesia kita mendengar janji-janji. Misalnya, kalau nanti terpilih menjadi bupati atau walikota atau gubernur, ia akan menciptakan ribuan lapangan kerja. Kesejahteraan masyarakat akan ditingkatkan. Macam-macam janji dilontarkan kepada para calon pemilih.

Tetapi apakah janji-janji itu ditepati? Kita tidak menyangsikan janji-janji itu. Tetapi adalah fakta bahwa kehidupan ekonomi masyarakat kita tidak semakin membaik. Ada BLT dari pemerintah untuk rakyat miskin. Tetapi utang negeri ini semakin menggunung. Seorang ahli ekonomi di negeri ini mengatakan bahwa selama emopat tahun terakhir ini utang luar negeri kita bertambah empat ratus triliun. Ini siapa yang harus bayar? Buat apa utang sebesar itu?

Hal yang jelas adalah semakin banyak orang yang merasakan bahwa hidup ini semakin sulit. Ada orang yang hanya bisa makan kenyang satu hari sekali. Meski sudah ganti pemimpin, tetapi bebannya tetap sama. Bahkan beban hidup masyarakat semakin berat. Lalu di mana janji-janji itu?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar kita berani menepati janji yang kita buat. Ingat janji apa pun yang kita buat itu merupakan utang yang mesti kita bayar. Karena itu, mari kita belajar untuk menepati janji-janji kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal
177

23 September 2009

Berusaha Menepati Janji



Pada suatu hari, Moli seekor anjing, sedang tidur-tiduran di beranda rumah tuannya. Angin sangat sejuk, semilir bertiup dari sela-sela pohon memasuki bulu-bulunya yang halus. Matahari tidak terlalu terik, sehingga suasana sangat tenang dan nyaman. Moli sangat menikmati ketenangan ini. Tiba-tiba, dari kejauhan ia melihat dua anjing tetangganya, Putih dan Kuning sedang berkelahi dengan hebatnya. Mereka saling mengejar dan saling menggigit.

Kata Moli, “Perkelahian itu harus dihentikan. Aku akan melerai mereka.”

Secepat kilat, larilah Moli ke ajang perkelahian. Sesampainya di sana, ia segera memisahkan mereka. Ia mendorong Putih ke kiri dan mendorong Kuning ke kanan. Setelah Putih dan Kuning berhasil dilerainya, Moli kembali ke kandangnya.

Tetapi ada sesuatu yang aneh. Beberapa saat kemudian, Putih justru berbalik mengejar Moli dan menyerangnya. Setelah berjuang keras, akhirnya Moli berhasil melepaskan diri dari kedua anjing itu. Moli babak belur, penuh luka dan berdarah di sekujur tubuhnya.

Dengan wajah kecewa, Moli gerutunya, “Sialan. Mau berbuat baik, malah jadi korban.”

Damai itu sangat dibutuhkan dalam hidup ini. Suasana damai senantiasa dapat meningkatkan kemajuan-kemajuan dalam hidup manusia. Dalam suasana damai orang dapat bekerja. Dalam suasana damai orang dapat menikmati hidup ini dengan lebih baik.

Namun sering terjadi bahwa damai yang dibangun itu dirusak oleh suasana yang tidak mengenakkan. Ada egoisme berlebihan yang sering menjadi pemicu rusaknya suatu suasana damai yang tercipta. Hanya untuk kepentingan diri sendiri dan kepentingan sesaat orang tega merusak harmoni dan damai yang sudah ada.

Apa yang mesti dibuat oleh orang beriman? Orang beriman mesti berani mempertahankan suasana damai dalam kehidupan bersama. Orang beriman mesti setia pada komitmen damai yang sudah disepakati bersama. Orang mesti berani mencari tahu seluk beluk persoalan yang dihadapi.

Karena itu, orang beriman mesti memiliki kasih yang besar dan kuat akan Tuhan dan sesama. Hanya dengan kasih itu, orang mampu memperjuangkan damai. Hanya dengan kasih, orang dapat mempertahankan damai yang sudah tercipta.

Kita hidup dalam dunia yang rentan. Sering damai yang sudah tercipta itu dirusak oleh provokasi murahan. Untuk itu, kita mesti belajar untuk mengatasi persoalan-persoalan yang ada. Kita mesti mengenal terlebih dahulu akar dari persoalan-persoalan itu. Kemudian kita menyiapkan diri untuk menjadi juru damai bagi mereka yang sedang bertikai. Mari kita berusaha untuk mempertahankan damai yang sudah kita miliki. Kita juga terus-menerus memperjuangkan damai itu hadir dalam hati kita dan hati sesama kita. Dengan demikian kita dapat menjadi pembawa damai bagi sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
176

22 September 2009

Hati-hati terhadap Kesombongan Palsu


Ada seekor tikus yang hidup mewah di bawah lumbung. Dasar lumbung itu sedikit berlubang, sehingga setiap hari selalu ada butir-butir padi yang jatuh ke lantai bawahnya. Dengan demikian, setiap hari tikus itu dapat makan kenyang. Tikus itu dapat hidup makmur dan ia bangga sekali akan nasib baiknya.

Pada suatu hari, tikus itu mau menunjukkan kemakmuran dan keberuntungan hidupnya kepada tikus-tikus lain. Ia mengundang teman-temannya, agar malam berikutnya datang ke tempat tinggalnya untuk makan malam. Agar tersedia cukup makanan bagi tikus-tikus yang diundang, dua malam sebelum acara pesta makan itu, tikus itu membuat lubang pada dasar lumbung menjadi lebih besar. Tujuannya agar lebih banyak butir-butir padi yang jatuh ke lantai.

Namun pada hari berikutnya, pemilik lumbung itu menemukan lubang besar itu lalu menutupnya rapat-rapat sehingga pada hari menjelang malam pesta itu tidak lagi ada butir padi yang jatuh ke lantai di bawah lumbung.

Pada malam hari yang sudah ditetapkan untuk pesta makan, banyak tikus berdatangan ke bawah lumbung tempat tinggal tikus. Tetapi tidak ada butir-butir padi di bawah lumbung itu. Dengan demikian, gagallah pesta makan malam itu. Alangkah malunya tikus penghuni bawah lumbung itu, sementara tikus-tikus tamu pergi meninggalkan tempat pesta. Ada yang tersenyum, tertawa, menggerutu, mengumpat menurut keberanian, kebiasaan dan gaya masing-masing.

Ada dari antara kita yang sering membanggakan sesuatu yang kita anggap hebat. Seorang bapak menceritakan anaknya yang meraih berbagai prestasi dalam hidupnya. Dengan menceritakan kehebatan anaknya, ia merasa harga dirinya diangkat. Ia menjadi bangga. Ia dapat menepuk dadanya keras-keras begitu mendengar pujian yang dilontarkan oleh orang-orang kepadanya. Sebaliknya ia menjadi loyo, kalau tidak ada yang memujinya.

Kalau ada orang yang tahu persis tentang anaknya, misalnya ternyata anaknya tidak punya prestasi apa-apa, ia menjadi malu. Atau ia berkelit kepada sesuatu yang lain. Ini yang namanya kesombongan palsu. Biasanya orang yang punya prestasi tinggi itu cenderung merendahkan diri di hadapan orang lain. Orang yang tidak mau gembar-gembor.

Kisah tikus yang sombong karena berlimpah makanan tadi dapat menjadi contoh bagi kita. Sebagai orang beriman, kita mesti tetap menunjukkan kerendahan hati kita kepada sesama. Memang ada begitu banyak keahlian dan kemampuan yang kita miliki. Namun semua itu mesti kita gunakan untuk menggembirakan orang lain tanpa rekayasa. Semua yang ada pada diri kita dapat menjadi suatu kesaksian bahwa Tuhan begitu mencintai hidup kita. Tuhan tetap memenuhi hidup kita dengan kebaikan-kebaikan dan rejeki sehari-hari. Mari kita hidup baik di hadapan Tuhan dan sesama. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
175

Menjadi Pembawa Damai



Seorang penggemar akuarium dan ikan-ikan memelihara ikan hiu pada tempat-tempat yang telah dirancangnya. Ada akuarium kecil, ada akuarium sedang, ada akuarium besar. Pada akuarium yang berukuran kecil, hiduplah ikan hiu kecil. Pada akuarium yang berukuran sedang, tumbuh dan hiduplah ikan hiu yang berukuran sedang. Dan pada akuarium besar, tumbuh dan hiduplah seekor ikan hiu yang berukuran besar.

Seorang pengunjung yang menyaksikan ikan-ikan hiu itu terheran-heran. Ia bertanya, “Bagaimana mungkin kamu bisa mendapatkan ikan-ikan hiu dengan berbagai macam ukuran seperti ini? Dari mana kamu dapatkan rnereka?”

Sang penggemar akuarium itu tertawa. Lalu ia menjawab, “O, saya tidak membeli ikan-ikan itu dalam ukuran seperti sekarang. Pada mulanya, ikan-ikan hiu itu sama, lalu saya taruh pada akuarium yang berbeda ukurannya. Dan kini, mereka berkembang sesuai dengan ukuran akuarium itu.”

Manusia tidak bertumbuh dan berkembang dalam situasi yang sama. Ada orang yang hidup di lingkungan yang keras. Hasilnya, ia bisa bertumbuh menjadi orang yang keras dalam hidupnya. Ia bisa saja sulit diatur. Cara bicaranya pun keras. Ia tidak gampang untuk diajak kompromi.

Tetapi ada juga orang yang hidup di lingkungan yang damai. Suatu lingkungan yang mengandalkan kebersamaan dalam menjalin persaudaraan. Orang ini akan tampil tenang. Ia tidak tergesa-gesa dalam hidupnya. Ia mudah menjadi orang yang bijaksana dalam membangun kehidupannya. Ia dapat menjadi orang yang begitu terbuka terhadap orang lain.

Namun ada juga orang dapat menjadi orang yang begitu tenang dan damai dalam hidupnya meski lingkungan di mana ia hidup itu keras. Ia mampu menguasai suasana di sekelilingnya. Ia tumbuh menjadi orang yang penuh toleran terhadap sesama di sekitarnya. Sebaliknya, bisa saja ada orang yang susah diatur dan keras meski ia tumbuh dan berkembang di lingkungan yang damai dan tenteram. Ia dapat saja menjadi orang yang egois yang tidak toleran terhadap lingkungannya. Ia dapat menjadi orang yang mau menang sendiri. Orang yang sombong dalam hidupnya.

Nah, Anda tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang mana? Sebagai orang beriman, kita mesti dapat hidup dalam lingkungan mana pun. Artinya, kita mesti mampu beradaptasi dengan lingkungan di mana kita tinggal. Kalau kita mampu beradaptasi, kita akan mudah diterima oleh siapa pun yang ada di lingkungan itu. Orang memiliki hati yang terbuka untuk kita. Dengan demikian, kita menjadi orang-orang yang berguna bagi masyarakat di lingkungan kita hidup. Artinya, kita dapat diandalkan untuk menjadi orang yang mampu menciptakan damai dan kesejahteraan bagi lingkungan hidup kita.

Mari kita menjadi orang-orang yang membawa damai bagi sesama. Hanya dengan damai itu, kita dapat menciptakan suatu masyarakat yang baik dan sejahtera. Tuhan memberkati. **





Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




174

21 September 2009

Menemukan Kebahagiaan Dalam Hidup



Suatu hari, seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di tepi sungai. Kata ayah kepada anaknya, “Lihatlah anakku, air begitu penting dalam kehidupan ini. Tanpa air kita semua akan mati."

Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu dari bawah permukaan air. Ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini. Ikan kecil itu berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan yang ditemuinya, “Hai, tahukah kamu di mana air? Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air, kehidupan akan mati.”

Ternyata semua ikan tidak mengetahui di mana air itu. Si ikan kecil semakin gelisah. Lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan tua yang sudah berpengalaman. Kepada ikan tua itu ikan kecil ini menanyakan hal serupa, “Di manakah air?”

Jawab ikan tua, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan mati.”

Kita hidup dalam suatu dunia yang kadang membingungkan kita. Kadang-kadang kita mudah sekali tergoda oleh berbagai tawaran yang datang kepada kita. Kadang-kadang kita ambil saja tawaran itu. Padahal kita sudah punya. Lantas kita bingung mau buat apa dengan tawaran itu.

Kisah ikan kecil itu menunjukkan kepada kita situasi hidup kita. Kadang-kadang kita mengalami situasi seperti si ikan kecil itu. Kita mencari ke sana ke mari kehidupan dan kebahagiaan. Padahal kita sedang menjalaninya. Bahkan kebahagiaan sedang melingkupi hidup kita sampai-sampai kita sama sekali tidak menyadarinya.

Orang kurang yakin bahwa kebahagiaan itu ada dalam dirinya. Ia mencari kebahagiaan yang lain yang ada di luar dirinya. Karena itu, orang sering mengalami kebingungan demi kebingunan dalam hidupnya.

Sebagai orang beriman, situasi seperti ini tentu ingin kita atasi. Kita ingin menemukan kebahagiaan dalam hidup kita. Kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani. Untuk itu, kita mesti membuka hati dan pikiran kita. Saat untuk berbahagia dapat kita tentukan. Tentu saja kita ingin menentukannya bersama Tuhan yang tidak pernah meninggalkan kita berjuang sendiri dalam dunia.

Mari kita berusaha untuk menemukan dan menghidupi kebahagiaan dalam hidup kita yang nyata. Tidak usah mencari jauh-jauh kebahagiaan itu. Saat ini kita sedang menjalaninya. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




173

20 September 2009

Hidup Itu Indah




Ada seorang ibu yang melahirkan anak kembar. Ia bahagia sekali menyaksikan sepasang anak kembarnya. Ia langsung memberinya nama Jeffrey dan Anne. Sebelum lahir, Anne diketahui memiliki kelainan pada jantungnya. Bahkan dokter telah mengatakan kepada ibunya bahwa Anne hanya akan dapat bertahan selama dua jam setelah lahir. Karena itu, ibunya memohon agar diberi kekuatan untuk
menghadapi keadaan itu. Ia yakin, Tuhan punya rencana sendiri atas anaknya itu.

Sang ibu kemudian berdiskusi dengan suaminya, bahwa jika benar apa yang dikatakan oleh dokter, mereka akan mendonorkan organ Anne. Ada dua bayi yang
sedang berjuang hidup dan sekarat, yang sedang menunggu donor organ bayi di rumah sakit itu. Pasangan ini berlinangan air mata. Dalam posisi sebagai orangtua, mereka bahkan tidak mampu menyelamatkan Anne. Pasangan ini bertekad untuk tabah menghadapi kenyataan yang akan terjadi.

Saat sang istri berhasil melahirkan kedua bayinya dengan selamat merupakan saat yang sangat berharga. Sang suami menggendong Anne dengan sangat hati-hati. Anne menatap ayahnya dan tersenyum dengan manis. Senyuman Anne yang imut tak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Tidak ada kata-kata yang mampu menggambarkan perasaan pasangan tersebut pada saat itu.

Mereka sangat bangga bahwa mereka sudah melakukan pilihan yang tepat. Mereka sangat bahagia melihat Anne yang begitu mungil tersenyum pada mereka. Tetapi mereka sangat sedih, karena kebahagiaan itu akan berakhir dalam beberapa jam saja. Sungguh, tidak ada kata-kata yang dapat mewakili perasaan pasangan tersebut. Mungkin hanya dengan air mata yang terus jatuh mengalir, air mata yang berasal dari jiwa mereka yang terluka.

Hidup ini milik Tuhan. Tidak ada orang yang berhak menentukan hari-hari hidupnya. Karena itu, yang mesti dilakukan oleh manusia adalah menerima fakta bahwa kita mesti mempertahankan hidup ini.

Kisah perjuangan orangtua untuk menerima kenyataan hidup anak mereka itu menjadi suatu inspirasi bagi kita. Hidup itu indah. Hidup itu memiliki makna yang sangat dalam bagi manusia. Tanpa hidup, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Tanpa suatu perjuangan untuk mempertahankan hidup ini, kita tidak berarti apa-apa.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk selalu memaknai hidup ini. Setiap hari kita menyaksikan hidup ini berakhir. Ada yang berakhir secara alami dan indah. Tetapi ada hidup yang mesti berakhir secara tragis dan mengenaskan. Kita merasa sedih, ketika kita menyaksikan akhir hidup yang tragis dari orang-orang yang dekat dengan kita. Kita merasa sedih ketika kehidupan yang kita perjuangan dengan berbagai cara mesti berakhir.

Bagi kita, yang penting adalah dalam kehidupan ini kita ingin berguna bagi sesama. Kita melakukan sesuatu untuk kebaikan sesama kita. Kebaikan itu membahagiakan orang lain. Kebaikan yang kita buat bagi sesama itu mendatangkan sukacita bagi mereka. Karena itu, mari kita tak jemu-jemu berbuat baik bagi sesama yang ada di sekitar kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

172

19 September 2009

Hidup itu Berharga


Ada pasangan suami isteri yang sudah hidup bersama beberapa lama tetapi belum mempunyai keturunan. Sejak 10 tahun yang lalu, sang istri terlibat aktif dalam kegiatan untuk menentang ABORSI, karena menurut pandangannya, aborsi berarti membunuh seorang bayi.

Setelah bertahun-tahun berumah-tangga, akhirnya sang istri hamil, sehingga pasangan tersebut sangat bahagia. Mereka menyebarkan kabar baik ini kepada famili, teman-teman dan lingkungan sekitarnya. Semua orang ikut bersukacita. Dokter menemukan bayi kembar dalam rahimnya, seorang bayi laki-laki dan perempuan. Tetapi setelah beberapa bulan, sesuatu yang buruk terjadi. Bayi perempuan mengalami kelainan dan mungkin bisa hidup sampai masa kelahiran tiba. Kondisinya juga dapat mempengaruhi kondisi bayi laki-laki. Jadi dokter menyarankan untuk dilakukan aborsi demi sang ibu dan bayi laki-lakinya.

Fakta ini membuat keadaan menjadi terbalik. Baik sang suami maupun sang istri mengalami depressi. Pasangan ini bersikeras untuk tidak menggugurkan bayi perempuan mereka, meski mereka juga kuatir terhadap kesehatan bayi laki-laki.

"Saya bisa merasakan keberadaannya, dia sedang tidur nyenyak," kata sang ibu di sela tangisannya. Lingkungan sekitarnya memberikan dukungan moral kepada pasangan tersebut dengan mengatakan bahwa ini adalah kehendak Tuhan.

Ketika sang istri semakin mendekatkan diri kepada Tuhan, tiba-tiba dia tersadar bahwa Tuhan pasti memiliki rencanaNya di balik semua ini. Hal ini membuatnya lebih tabah. Pasangan ini berusaha keras untuk menerima fakta ini. Mereka mencari informasi di internet, pergi ke perpustakaan, bertemu dengan banyak dokter, untuk mempelajari lebih banyak tentang masalah bayi mereka. Satu hal yang mereka temukan adalah bahwa mereka tidak sendirian.

Dalam hidup ini keyakinan akan penyertaan Tuhan mesti selalu dipupuk. Pasalnya, ketika orang salah mengambil keputusan akibatnya akan fatal bagi hidup. Orang tidak bisa begitu saja memutuskan sendiri atas sesuatu hal yang sangat penting. Apalagi hal itu berkenaan dengan kehidupan manusia.

Kisah di atas menunjukkan bahwa kasih sayang terhadap kehidupan itu mesti selalu didahulukan dalam hidup ini. Penghargaan terhadap kehidupan mesti di atas segala-galanya bagi orang yang beriman kepada Tuhan. Karena itu, setiap kali orang menghadapi persoalan dalam kehidupan ia mesti terus-menerus memperjuangkan kehidupan itu.

Bagi orang beriman, kehidupan itu mesti selalu diperjuangkan sejak dalam kandungan. Memperjuangkan kehidupan berarti menerima Tuhan sebagai pemberi kehidupan itu. Tuhan begitu sayang kepada manusia dengan memberi kehidupan baru bagi keluarga-keluarga. Untuk itu, orang beriman mesti mensyukuri pemberian Tuhan itu. Tuhan tidak menuntut kita dengan lantang mengucapkan terima kasih kepadaNya. Tuhan hanya mengharapkan kita memberi kesempatan hidup kepada setiap makhluk yang diciptakannya. Apalagi manusia yang merupakan ciptaan tertinggi dari yang Kuasa.

Mari kita perjuangkan kehidupan dalam kenyataan hidup sehari-hari. Kita biarkan Tuhan senantiasa menguasai hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



171

18 September 2009

Keselarasan antara Kata dan Perbuatan



Sambil berjalan di pesisir pantai, seekor induk kepiting dan anaknya bercakap-cakap dalam suasana gembira. Akan tetapi, induk kepiting itu tiba-tiba marah. Induk kepiting itu membentak anaknya, "Lihat, betapa jeleknya caramu berjalan! Mengapa engkau tidak dapat berjalan seperti hewan yang lain? Semua hewan lain berjalan ke depan, tetapi engkau berjalan mundur."

Anak kepiting terperanjat mendengar kata-kata ibunya. Ia kemudian menjawab, "Tetapi ibu, aku belajar berjalan dari ibu. Aku berjalan seperti engkau sendiri. Jika ibu menginginkan aku berjalan ke depan, ibu sendiri harus berjalan ke depan."

Induk kepiting itu diam sesaat. Ia kemudian menyadari bahwa apa yang dikatakan anaknya itu benar. Karena itu, ia tidak mengatakan banyak hal lagi dan kemudian mengganti topik pembicaraan dengan sesuatu yang lebih menyenangkan.

Banyak janji diungkapkan oleh para calon presiden dan calon wakil presiden di saat kampanye pemilu sekarang ini. Mau bangun ini, bangun itu. Memberi nasihat ini, nasihat itu. Di setiap kelompok yang dikunjungi janji-janji itu berbeda-beda. Misalnya, ketika berada di tengah-tengah para petani, janjinya akan menyejahterakan petani dengan harga pupuk yang rendah, harga jual gabah yang tinggi, dll. Ketika berada di lingkungan mahasiswa perguruan tinggi negeri, janjinya akan menghapus undang-undang BHP. Ketika berada di lingkungan para ulama, janjinya akan membangun rumah ibadat untuk meningkatkan iman umat kalau nanti yang bersangkutan terpilih untuk memimpin negeri ini.

Banyak orang gampang berjanji, tetapi sulit melaksanakan apa yang dijanjikannya. Orang seperti ini biasa diibaratkan dengan tong kosong nyaring bunyinya. Omongnya banyak, tetapi tidak berisi.

Karena itu, orang seperti ini mesti menyadari dahsyatnya kata-kata yang diucapkan. Kata-kata itu bagai pedang bermata dua. Kata-kata itu memiliki kemampuan yang luar biasa yang memberi kekuatan dan pengaruh dalam kehidupan manusia. Apa yang dikatakan mesti membuahkan hasil yang berlimpah. Ini yang namanya kata-kata yang bertuah atau berbuahkan kebaikan bagi hidup manusia.

Untuk itu, orang mesti selalu waspada dalam bertutur kata. Setiap kata yang diucapkan itu mesti selalu diperhatikan. Karena itu, kata-kata itu dapat saja membuat orang tergelincir. Kata-kata itu dapat membuat orang kehilangan kepercayaan dari orang lain.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar apa yang kita ucapkan itu selaras dengan apa yang kita lakukan. Artinya, tidak ada kesenjangan antara kata yang kita ucapkan dengan perbuatan kita. Mengapa mesti terjadi begini? Karena kepercayaan orang terhadap kita akan tetap bertahan. Orang tidak lagi meragukan kata-kata yang kita ucapkan, karena kata-kata itu menjadi nyata dalam perbuatan.

Mari kita berusaha mewujudkan ungkapan isi hati kita dalam perbuatan-perbuatan yang nyata. Dengan demikian hidup kita menjadi lebih damai dan bahagia. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




170

17 September 2009

Berusaha untuk selalu berbuat baik


Jaman dahulu hidup seorang budak bernama Androcles. Ia milik seorang majikan yang sangat kejam. Kendati pekerjaan yang dilakukan Androcles baik, majikannya memukulnya setiap hari. Androcles sedih karena itu. Dia berpikir untuk melarikan diri. Begitu mendapat kesempatan, suatu hari ia melarikan diri dari rumah majikannya.

Dalam pelariannya itu ia melewati sebuah hutan yang lebat. Tiba-tiba ia berjumpa dengan seekor singa ganas. Ketika mendengar auman singa itu, ia ingin lari. Tetapi ketika singa itu mengaum untuk kedua kalinya, ia merasakan ada perbedaan. Singa itu mengaum seolah sedang merintih kesakitan. Dengan tenang Androcles mendekati singa itu. Ketika melihat kedatangannya, singa itu melompat dan akan menerkamnya. Tetapi ternyata singa itu kemudian mengangkat cakarnya sambil memohon sesuatu.

Androcles merasa lebih yakin, ia kemudian mendekat. Ia melihat sebuah duri tertancap di salah satu cakar singa itu, sehingga cakar itu membengkak dan singa itu kesakitan. Androcles kemudian mengangkat cakar itu dengan lembut untuk mengeluarkan duri. Atas pertolongan itu, singa mencium tangan Androcles sebagai tanda terima kasih.

Androcles kemudian tinggal bersama singa itu beberapa hari. Ketika singa itu telah membaik, Androcles melanjutkan pelariannya. Akan tetapi, karena ia pergi tidak terlalu jauh, orang-orang majikannya segera menangkapnya. Ia dibawa kembali kepada majikannya.

Sebagai hukuman, Androcles dimasukkan penjara. Hari berikutnya di hadapan raja dan para pegawai istana ia dimasukkan ke dalam gelanggang, di mana seekor singa telah menanti memangsanya. Ketika seekor singa mendekat, Androcles menutup matanya karena takut. Ia sangat terkejut, ketika singa itu hanya menjilat tangannya. Ternyata singa itulah yang telah ia selamatkan. Singa itu ditangkap, ketika ia juga ditangkap. Raja menyaksikan peristiwa itu, kemudian beliau meminta penjelasan. Setelah mendengar cerita tentang hubungan Androcles dan singa itu, maka Androcles dan singa dibebaskan.

Kisah di atas tentu sangat menyentuh hati kita. Raja rimba itu ternyata mampu mengungkapkan rasa terima kasih atas bantuan yang diberikan kepadanya. Kebaikan ia balas dengan kebaikan. Kasih ia balas dengan kasih pula. Betapa indah, kalau hal ini tidak hanya hidup dalam cerita khayalan. Andai saja setiap manusia memiliki sikap yang demikian, tentu dunia ini akan semakin damai. Dunia ini menjadi tempat yang aman bagi hidup manusia.

Dalam hidup sehari-hari kita ditantang untuk senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik bagi sesama yang kita jumpai. Mengapa? Karena sesama itu adalah bagian dari hidup kita. Mereka bukanlah orang asing. Ketika kita membantu sesama yang mengalami kesulitan dalam hidup, kita akan menemukan hidup yang damai dan tenang.

Sebagai orang beriman, kita mau mewujudkan iman kita itu dengan melakukan hal-hal yang terbaik bagi sesama kita. Pada dasarnya kita dipanggil untuk berbuat baik bagi sesama. Kalau toh yang terjadi adalah hal yang sebaliknya, tentu itu bukan niat kita.

Untuk itu, kita mesti tetap bertahan dalam perbuatan-perbuatan baik kita. Kita tidak boleh tergoda oleh berbagai tawaran menarik yang palsu. Sering orang begitu mudah untuk mengikuti bujuk rayu dari godaan-godaan. Ini bahaya. Godaan itu selalu menjerumuskan kita ke jurang yang dalam.

Mari kita berusaha untuk senantiasa berbuat baik bagi sesama kita. Hanya dengan melakukan kebaikan kita dapat menciptakan suatu dunia yang lebih baik, yang aman dan damai bagi hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

169

16 September 2009

Berusaha Menepati Janji





Suatu hari dua orang sahabat sepakat untuk mengadakan perjalanan jauh bersama-sama. Mereka sahabat karib yang telah mengenal satu sama lain bertahun-tahun. Yang satu, beranji kepada yang lain, "Aku akan mendampingimu dalam kesulitan dan kegembiraan. Apa pun yang terjadi aku tetap bersamamu lebih-lebih dalam kesulitan di perjalanan."

Teman yang kedua, yang sedikit lemah dan penakut sangat senang mendengar janji itu. Mereka kemudian bepergian bersama-sama. Dalam perjalanan itu mereka harus melewati sebuah hutan lebat. Karena janji itu, teman yang lemah tidak takut. Akan tetapi, sesudah setengah perjalanan tiba-tiba muncul dari kejauhan seekor beruang besar. Segera teman yang kuat itu memanjat sebatang pohon untuk menyelamatkan diri, meninggalkan temannya. Teman yang lemah tidak dapat mengikuti apa yang dilakukan oleh teman yang kuat. Di saat panik itu tiba-tiba muncul gagasannya. Dia segera berbaring di tanah pura-pura mati. Dia menutup matanya rapat-rapat dan tidak berani bernafas.

Teman yang di atas pohon mengamati beruang mendekati sahabatnya. Beruang melangkah ke tempat orang itu berbaring, berjalan mengelilinginya, berhenti sesaat dekat telinganya dan dengan tenang pergi menghilang. Dengan rasa lega teman yang berada di pohon itu turun, sementara yang satunya duduk.

"Aku mengamati beruang itu tampaknya membisikkan sesuatu kepadamu," kata teman yang lebih kuat.

"Ya, beruang itu berbisik bahwa begitu bodohnya aku mempercayai engkau," jawab orang itu dengan sikap dingin.

Sebuah janji mesti ditepai. Mengapa? Karena janji itu adalah utang yang mesti dilunasi. Kalau tidak, sebuah janji hanya meninggalkan rasa tidak damai di dalam hati seseorang. Kisah di atas mau menunjukkan bahwa sebuah janji yang tidak ditepati itu sangat menyakitkan hati. Suatu persahabatan bisa putus gara-gara janji yang tidak ditepati itu. Karena itu, orang mesti berani bertanggung jawab atas janji yang diucapkannya itu.

Dalam kehidupan berkeluarga ada janji perkawinan. Janji ini mesti ditepati oleh suami istri, agar hidup berkeluarga tetap harmonis. Kesetiaan pada janji perkawinan yang sudah diucapkan itu memberikan suatu bobot tersendiri dalam hidup berkeluarga. Dalam kesetiaan itu terjadi suatu suasana saling percaya. Ada kepastian dalam membangun hidup berkeluarga, karena suami istri saling percaya dan setia pada janji.

Keluarga seperti ini biasanya sebuah keluarga yang sungguh-sungguh menghayati iman kepada Tuhan. Sebuah keluarga yang tidak hanya mengandalkan kekuatannya sendiri dalam membangun hidup berkeluarga. Sebuah keluarga yang yakin bahwa tanpa bantuan Tuhan mereka tidak bisa berdaya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan apa pun kondisi hidup kita. Hanya dengan setia dan menepati janji itu kita akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang di sekitar kita. Mari kita berusaha untuk tetap setia pada janji yang telah kita ucapkan. Kita laksanakan janji-janji itu demi kedamaian dan keharmonisan dalam hidup bersama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


168

15 September 2009

Makna Kejujuran dalam Hidup


Suatu hari seorang anak gembala menggembala ternaknya di padang tepi sebuah hutan. Beberapa lama kemudian ia merasa bosan, karena padang itu sunyi. Dia kemudian berpikir untuk membuat sebuah lelucon. Lalu ia berteriak, "Serigala… Serigala ... Seekor serigala menyergap dombaku! Tolong..!"

Dia yakin orang-orang dari desa terdekat, jika mendengar teriakannya, akan segera datang memberi bantuan dan itu akan mengusir kebosanannya. Benar, teriakannya menarik perhatian penduduk desa. Mereka segera datang bersenjatakan tongkat dan pentung, siap untuk menghalau serigala.

"Di mana serigalanya?" tanya mereka ketika mereka tidak melihat seekor serigala pun.

Anak gembala itu spontan menjawab, "Oh, tidak ada serigala! Saya hanya melucu saja." Ia tertawa terbahak-bahak.

Dengan marah, seorang penduduk desa berkata, "Tidak bisa melucu seperti ini!" Mereka kemudian pergi sambil bersungut-sungut.

Akan tetapi si anak gembala melakukan hal yang sama untuk kedua dan ketiga kalinya. Penduduk desa yang marah itu sampai mengancam akan memukulnya, jika dia berkata yang tidak benar lagi.

Suatu hari seekor serigala benar-benar memangsa domba-dombanya. Anak gembala itu berteriak minta tolong, tetapi sia-sia. Para penduduk desa berpikir bahwa itu hanya lelucon. Akibatnya, serigala berhasil membawa lari seekor domba miliknya dan anak gembala itu pun sangat sedih.

Kejujuran ternyata masih diperlukan di jaman sekarang ini. Pembangunan bangsa dapat berjalan dengan baik kalau ada kejujuran. Sekarang ini sebenarnya begitu banyak orang mempertanyakan kejujuran dari para pemimpin bangsa baik di eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pasalnya adalah begitu maraknya korupsi yang terjadi di berbagai lembaga negara kita.

Ketidakjujuran yang terjadi dengan adanya korupsi, kolusi dan nepotisme itu mesti dibayar mahal oleh masyarakat bangsa ini. Ada begitu banyak anggota masyarakat yang mesti menangis pilu, karena lilitan kemiskinan dalam hidup mereka. Gizi yang tidak cukup telah menyebabkan busung lapar dari anak-anak bangsa ini. Kalau hal seperti ini selalu terjadi akan berkibat buruk bagi kelangsungan generasi masa depan bangsa ini.

Kita akan memiliki suatu generasi penerus bangsa yang lemah dalam berbagai segi kehidupan. Mengapa? Karena terjadi kebohongan demi kebohongan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita telah menciptakan kecurigaan demi kecurigaan terhadap diri kita sendiri. Siapa yang mau percaya kepada kita, kalau kita mendasarkan hidup kita di atas kebohongan?

Kisah anak gembala tadi menjadi inspirasi sederhana bagi kita. Berkata yang benar masih sangat dibutuhkan di jaman sekarang ini. Kalau kita berkata jujur, kita tidak akan mengalami kesia-siaan dalam perjalanan hidup kita.

Karena itu, sebagai orang beriman kita mesti senantiasa berusaha untuk jujur baik dalam kata maupun perbuatan. Orang yang jujur itu dikasihi oleh Tuhan. Orang yang jujur itu akan mendapatkan rahmat berlimpah dari Tuhan. Mari kita tetap bertahan dalam kejujuran dan kebenaran. Hanya dengan cara ini, kita akan mengalami sukacita dan damai dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
167

14 September 2009

Cacat Bukanlah Halangan untuk Maju





Rachmita Harahap adalah anak keempat dari enam bersaudara, anak Ali Harahap dan Masniarti Siregar. Fisik ayah dan ibunya sempurna, tetapi empat di antara anak mereka, termasuk Mita cacat pendengaran. Saat kecil, Mita tidak menyadari cacatnya. Ia baru tahu saat duduk di bangku SD. Tetapi hal itu tidak membuatnya minder. Ia bersekolah di SD Fransiskus Bukittinggi, Sumatera Barat. Awalnya, semua berjalan lancar, tetapi di kelas 4, ia tidak naik kelas, karena gangguan pendengaran yang dialaminya.

Sejak itu, Mita memakai alat bantu dengar dan sekolah di SLB. Juga setelah keluarga mereka pindah ke Surabaya, ia kembali sekolah di SLB Karya Mulia. Namun, ia tidak kerasan karena merasa pelajaran di SLB tertinggal dari sekolah umum. Ia hanya tahan satu tahun di SLB. Ketika kelas 6, ia pindah ke SD umum. Namun, karena cacatnya, ia sering diolok-olok teman-temannya, tetapi ia tidak peduli. Selain itu, karena menyadari cacat pendengaran, ia memilih duduk di depan. Namun, karena posturnya tinggi, ia menghalangi anak-anak yang duduk di belakangnya. Hal itu membuat teman-temannya kesal, tetapi ia pura-pura tidak tahu. Ia lulus SD dengan menduduki ranking ke-20.

Di SMP dan SMA, ia juga masuk sekolah umum dan selalu masuk ranking sepuluh besar. Hal itu membuatnya bertekad untuk melanjutkan sekolah ke universitas. Ia mendaftarkan diri ke jurusan arsitektur Universitas Mercu Buana, Jakarta. Ternyata pilihannya tidak salah. Ia berhasil menyelesaikan kuliahnya dalam tempo empat setengah tahun dan dinobatkan sebagai lulusan terbaik.

September 1997, Mita masuk S2 teknik desain interior ITB dan ia kembali menunjukkan kemampuannya bersaing dengan mahasiswa normal. Dalam waktu dua setengah tahun kuliahnya selesai. Saat ini, ia menjadi dosen di UMB. Meskipun awalnya sempat mengalami banyak tantangan, ia berhasil melewati semuanya.

Kisah Mita memberikan suatu semangat kepada para penderita cacat. Mereka yang mengalami cacat fisik tidak mesti putus asa dalam hidup ini. Ada banyak kesempatan yang dapat mereka lakukan, kalau mereka punya kemauan dan tekad baja untuk sukses dalam hidup ini.

Memang, mesti diakui bahwa cacat fisik sering kali membuat seseorang minder dan patah semangat. Namun Mita tidak mau menyerah, ketika menyadari cacat pendengarannya. Ia maju terus menghadapi berbagai tantangan. Ia membuktikan bahwa ia tidak kalah dengan orang yang normal. Cacat tidak perlu menghalangi prestasi seseorang.

Sebagai orang beriman, kita mesti sadar bahwa hidup kita selalu berada dalam naungan Tuhan. Dia akan membantu kita dengan memberikan kekuatan-Nya. Dia dapat membantu orang yang mengalami cacat fisiknya untuk terus-menerus berusaha dan maju. Namun Tuhan juga menuntut bahwa orang yang punya kekurangan dalam hidupnya itu mesti terus-menerus berjuang. Orang tidak boleh terpuruk dalam kekurangannya itu.

Kekurangan yang ada dalam diri kita mesti menjadi pemacu semangat untuk berusaha meraih sukses dalam hidup kita. Mari kita singkirkan semua penghalang dalam diri kita. Kita terus memiliki semangat untuk tetap maju dan berkembang dalam hidup ini. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



166

13 September 2009

Kalau Mau Berusaha selalu Ada Kesempatan




Burung Sterna, burung kecil sejenis camar, tinggal di Afrika dan berkembang biak selama belahan bumi bagian utara mengalami musim panas. Ketika musim dingin tiba, burung laut itu melakukan migrasi, pindah ke selatan, ke Antartika, dengan menempuh jarak sejauh 15.000 kilometer untuk mendapatkan musim panas di bagian selatan. Ini merupakan salah satu migrasi terpanjang daripada yang dilakukan burung lainnya.

Dengan pindah ke selatan, mereka mendapatkan keuntungan, yaitu waktu siang hari yang lebih panjang untuk mencari makan. Pada waktu musim berganti lagi, dan musim panas mulai tiba di Antartika, burung-burung itu sekali lagi terbang menempuh jarak 15.000 kilometer kembali ke tempat asal mereka. Dengan demikian, burung Sterna bisa terus mencari makan dan mendapatkan cahaya matahari sepanjang tahun.

Musim dingin melambangkan kepasifan. Banyak binatang yang tidur panjang selama musim dingin seperti beruang, serigala dan ular. Namun burung Sterna tidak demikian. Jika musim dingin tiba, mereka pindah ke tempat lain yang lebih hangat di mana musim panas berlangsung. Dengan sayap kecilnya, burung-burung itu terbang menempuh jarak yang sangat jauh untuk mencari kehangatan dan makanan. Dalam satu tahun, mereka melakukan perjalanan dua kali, menempuh jarak 30.000 kilometer pergi pulang, agar tidak mengalami musim dingin dan dapat mencari makan.

Kisah di atas sangat menarik bagi hidup kita. Burung-burung kecil yang tampak kurang berdaya, ternyata mampu menggunakan instingnya untuk mempertahankan hidup. Tentu saja mereka telah dibekali kemampuan oleh Yang Mahakuasa, agar tidak begitu saja mati dalam kesia-siaan. Mereka mesti berusaha untuk mempertahankan hidup.

Manusia adalah makhluk yang lebih mulia dan lebih berakal budi daripada binatang. Kalau burung saja tetap dapat bertahan hidup dan terhindar dari musim dingin yang membekukan, kita tentu saja juga bisa bertahan dalam masa-masa yang sulit, asal kita mau bekerja keras, rajin dan kreatif mencari peluang.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk semakin hari semakin membuka diri untuk begitu banyak peluang yang ada. Orang yang tidak berani melihat peluang dalam hidupnya itu orang yang kurang beriman. Orang begitu mudah menyerah pada nasibnya. Orang yang beriman kuat itu dengan gagah berani menghadapi berbagai tantangan hidupnya. Ia tidak mudah menyerah pada garis tangan kehidupan. Mengapa? Karena ia mengandalkan Tuhan. Di dalam Tuhan, orang beriman menemukan peluang-peluang untuk kebahagiaan hidupnya.

Mari kita tetap berusaha untuk mendapatkan kesempatan-kesempatan dalam meraih sukses dalam hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

165

12 September 2009

Tetap Memiliki Semangat Berusaha




Masa kecil Walt Disney ternyata tidak seceria kisah-kisah kartun yang digagasnya. Elias, ayahnya, sering gonta-ganti pekerjaan, tetapi lebih banyak gagalnya sehingga ekonomi keluarga mereka morat-marit. Selain itu, ayahnya pelit menunjukkan kasih sayang, sehingga anak-anaknya segera meninggalkan dia begitu mendapat kesempatan.

Si bungsu Walt Disney juga demikian. Ketika berusia 16 tahun, ia bergabung dengan Korps Ambulans Palang Merah selama Perang Dunia Pertama. Ia juga sempat bekerja di redaksi surat kabar, tetapi ia dipecat karena dianggap kurang kreatif. Kemudian, ia menjadi artis komersial di Kansas City, USA. Di sinilah ia mulai mengenal animasi. Antara 1926-1928 Disney memproduksi serial kartun Oswald the Rabbit untuk Universal Pictures.

Pada awal 1928, Disney mulai memperkenalkan tokoh kartunnya yang paling populer, Mickey Mouse, dalam film kartun Plane Crazy. Mickey Mouse mendapat banyak pujian karena dipandang menggambarkan semangat Amerika yang tidak pernah menyerah.

Tahun 30-an, Disney merangkul Technicolor untuk membuat film berwarna. Film berwarna pertama Disney adalah Flowers and Trees (1932). Meskipun ia bukan pembuat film animasi yang baik, ia membuktikan dirinya sebagai pembuat lelucon dan penyunting cerita kelas wahid. Dengan anggota tim artis-artis muda yang bersemangat, tim Disney berkembang dalam teknik dan ekspresi.

Film panjangnya yang pertama, Snow White and Seven Dwarfs, semula diragukan banyak orang karena dianggap naif dan sentimentil. Namun, ternyata publik menerima film ini dengan baik. Sampai berpuluh-puluh tahun kemudian, film ini terus ditonton orang. Disney terus melakukan eksplorasi teknik dalam film-film berikutnya. Dua filmnya: Pinochio yang gelap dan brilian dan Fantasia yang ambisius sangat kaya dengan inovasi teknik.

Perjuangan Walt Disney dalam kisah di atas sangat menarik. Ia tidak mau menyerah begitu saja pada keadaan. Ia berusaha bangkit dari kegagalan hidupnya. Satu hal yang juga menarik adalah ia tidak mau menyalahkan siapa-siapa dalam hidupnya. Ia berusaha untuk menerima kenyataan hidupnya dan berusaha memperbaiki hidupnya.

Hanya dengan cara seperti inilah orang akan mampu bangkit dari keterpurukan hidupnya. Untuk itu, orang mesti belajar terus-menerus untuk memperbaiki hidupnya. Orang tidak boleh berhenti melakukan inovasi dalam hidupnya.

Banyak rintangan dan tantangan yang kita hadapi dalam dunia ini. Apalagi di jaman serba sulit seperti sekarang ini. Apapun rintangan dan tantangan yang kita hadapi, kita mesti tetap berusaha untuk berjuang terus. Hanya dengan cara ini, kita akan menemukan kebahagiaan dalam hidup kita. Tuhan senang pada orang yang berani untuk menghadapi rintangan dan tantangan.

Namun Tuhan tidak pernah tinggal diam. Tuhan selalu membantu umat-Nya. Tuhan tidak pernah melupakan umatNya berjuang sendiri. Ia akan selalu membantu umatNya. Karena itu, sebagai orang beriman, kita mesti menanamkan dalam diri kita bahwa berusaha terus-menerus bersama Tuhan akan membahagiakan hidup kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB. 164

11 September 2009

Mewariskan Nilai-nilai bagi Sesama



Waktu merayakan ulang tahunnya ke-85, almarhum Prof Sartono, mantan guru besar Fakultas Ilmu Budaya, UGM, meluncurkan buku berjudul "Sejak Indische sampai Indonesia. Buku itu merupakan kumpulan 27 tulisannya yang dimuat di media massa antara tahun 1989 hingga 2000. Buku ini berbeda dari buku-bukunya sebelumnya yang merupakan buah pikirannya secara utuh.

Ketika memperkenalkan bukunya, Prof. Sartono berkata, “Saya selalu ingat dulu ada kritikan dari orang muda UGM yang mengatakan, kalaupun ada karya manula, biasanya hanya berupa kumpulan karangan. Ternyata itu terjadi pada saya.” Meskipun begitu, menurut Prof Dr. Taufik Abdullah, buku setebal 316 halaman itu bukan sekadar kumpulan tulisan. Ia berkata, “Buku itu memperlihatkan corak kerja sesungguhnya dari seorang yang telah memilih kariernya sebagai sejarawan.”

Di hadapan tamu-tamunya, yang sebagian besar adalah murid atau mantan muridnya, Prof. Sartono memberikan nasihat. Salah satu pesan penting yang disampaikan adalah harapan agar generasi muda, khususnya sejarawan, tetap memegang prinsip mengandalkan kekuatan batin dan tidak bertumpu pada kemegahan dunia. Menurut dia, seseorang tidak pernah dinilai dari harta yang ia miliki, tetapi dari apa yang telah ia perbuat untuk orang lain. Ia berkata, “Lihat saja semua tokoh besar yang sudah meninggal. Tidak ada dari mereka yang dikenal karena memiliki mobil mewah atau rumah, tetapi karena karya yang telah ia buat selama hidupnya.”

Sesuai dengan prinsipnya, ia berusaha meninggalkan karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Selain puluhan buku yang ditulisnya, ia juga melahirkan banyak sejarawan terkenal, seperti Kuntowijoyo, Taufik Abdullah dan Ibrahim Alfian. Dekan FIB UGM, Syamsul Hadi, menyebut Prof Sartono sebagai lumbung ilmu para sejarawan. Ia berkata, "Prof Sartono adalah guru dari tujuh generasi sejarawan di Indonesia. Ini tentu luar biasa.”

Meskipun sudah berusia 85 tahun, ia tidak berhenti berkarya. Ia masih berusaha menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

Orang egois hanya memikirkan kepentingannya sendiri atau paling banter keluarganya. Orang sosial berusaha berbuat baik bagi orang lain seperti apa yang dilakukan Prof Sartono. Orang saleh berbuat baik lebih dari itu. Ia berbuat baik kepada orang lain sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan, agar Tuhan dipermuliakan dan orang yang ia layani menerima berkat terbesar.

Sebagai orang beriman, kita semua dipanggil untuk terus-menerus berbuat baik bagi Tuhan dan sesama. Perbuatan baik yang kita lakukan itu akan sangat berharga bagi sesama. Untuk itu, orang mesti mampu menanggalkan egoismenya. Orang mesti berani membuka hatinya kepada Tuhan yang telah memberinya kehidupan.

Dengan cara ini, orang beriman dapat berguna bagi sesamanya. Orang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Memikirkan orang lain dalam hidup ini merupakan suatu keutamaan yang mesti dikembangkan oleh orang beriman. Mari kita tidak jemu-jemu berbuat baik, karena Tuhan akan berkenan kepada kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.




163

10 September 2009

Berusaha Menggapai Kebahagiaan



Lionel Richie adalah seorang penyanyi legendaris yang bisa bertahan selama empat decade. Selama karirnya, pria berusia 56 tahun itu telah meraih lima Grammy Awards. Ia mengatakan bahwa sumber insprasi dari lagu-lagunya adalah ayah dan ibunya sendiri. Kebanyakan lagu yang diciptakan ia tulis saat tinggal bersama ayah ibunya di Alabama, USA. Dan tiga dari 5 Grammy Awards itu didapatkan dari lagu-lagu yang diciptakannya ketika tinggal bersama mereka. Luar biasa.

Ketika ditanya tentang apa yang paling berarti dalam hidupnya, Richie mengatakan ada tiga hal. Pertama, keluarga. Dia berkata, “Saya mempunyai tiga anak yang sangat mengagumkan. Mereka bertiga itulah yang menjadi kritikus saya yang paling loyal. Mereka memberi saran-saran tentang lagu atau pakaian yang saya kenakan di panggung.” Kedua adalah ia menikmati pekerjaannya dalam bermain musik. Ia mendambakan pekerjaan itu sejak kecil. Karena itu, ia sungguh-sungguh menikmatinya. Hal ketiga adalah kesehatan. Meskipun sudah berusia 56 tahun, Rechie masih tampak segar bugar dan energik.

Ketika ditanya resepnya, ia mengatakan ada tiga hal. Pertama, ia menikmati penampilannya di panggung. Selama dua setengah jam pentas di panggung, ia berkeringat dan merasa benar-benar sehat seperti berolahraga. Kedua, faktor keturunan. Nenek dari pihak ibunya meninggal pada usia 104 tahun dan ayahnya mencapai umur 98 tahun. Ketiga, ia berusaha selalu merasa bahagia.

Menarik sekali resep hidup Lionel Richie. Kebahagiaan dalam hidup itu membantu seseorang memiliki usia yang panjang dan sehat. Hidup yang bahagia itu tidak mesti ditandai dengan kesuksesan di berbagi bidang kehidupan. Ukuran hidup bahagia itu juga tidak diukur dari banyaknya harta yang dimiliki. Justru orang akan memiliki hidup yang bahagia, ketika ia hidup aman dan tenteram.

Gangguan-gangguan dalam hidup sering muncul ketika orang merasa hidup ini mesti dipenuhi dengan berbagai fasilitas hidup. Akibatnya, orang berusaha sekuat tenaga untuk mencurahkan seluruh hidupnya untuk mengejar fasilitas hidup itu. Mereka menyangka bahwa hanya dengan cara itu mereka menemukan kebahagiaan dalam hidup. Ketika keinginan tidak tercapai, mereka akan mengalami frustrasi dalam hidup. Kebahagiaan tidak tercapai.

Sebagai orang beriman, kita mesti memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan hidup itu dapat ditemukan dalam relasi yang baik dengan Tuhan dan sesama. Untuk itu, membangun relasi yang baik itu sangat penting dalam hidup ini. Hidup akan menjadi lebih bahagia, kalau orang berani menyerahkan hidup kepada Tuhan. Kita yakin bahwa Tuhan yang baik itu senantiasa menyertai perjalanan hidup kita. Hanya Tuhan yang mampu memberikan kebahagiaan sejati kepada kita.

Karena itu, mari kita biarkan Tuhan terlibat dalam hidup kita. Kita beri kesempatan kepada Tuhan untuk masuk dan tinggal di dalam hati kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
162

09 September 2009

Tuhan Punya Rencana atas Setiap Makhluk



Valerina Daniel adalah seorang pemain piano handal. Namun sudah lama ia tidak tampil dalam peristiwa-peristiwa besar. Karena itu, kalau belakangan ini Valerina Daniel kembali mendengarkan musik klasik, bukan cuma karena ingin mengasah kembali kemampuannya bermain piano. Rupanya Valerina yang kini berusia 28 tahun ini punya tujuan lain mendengarkan musik klasik.

Duta Lingkungan ini berkata, ”Kan, kalau usia kandunganku sekarang ini yang 4,5 bulan, katanya bayi sudah bisa dengar musik.”

Menurut Valerina, musik klasik memiliki ketukan yang bisa membuat pola pikir bayi jadi teratur. Karena itu, setiap malam sebelum tidur ia menyempatkan diri mendengarkan musik klasik.

”Lucunya, bayi juga nendangnya mengikutin musik. Kalau musiknya lagi heboh, ya nendangnya juga jadi lebih semangat,” cerita Valerina antusias.

Valerina melahirkan bayinya itu akhir November 2008 lalu. Namun, dengan bersemangat ia bercerita tentang rencana lain. Hal ini berkaitan dengan Hari Cinta Puspa Satwa Nasional yang akan jatuh pada 5 November 2008 lalu.

”Pada enggak tahu kan, padahal udah dicanangkan dari 15 tahun yang lalu, lho,” kata Valerina tentang hari yang mengampanyekan perlindungan dan pelestarian hewan ini.

Mencintai dan melestarikan hewan mesti menjadi obsesi setiap warga negara. Mengapa? Karena hewan bukan sekedar makhluk yang digunakan untuk kepentingan manusia. Hadirnya hewan itu pada dasarnya dikehendaki Sang Pencipta. Mereka hidup bukan hanya untuk diri mereka sendiri. Mereka diciptakan untuk kepentingan alam semesta yang lebih luas.

Karena itu, kalau mereka diperlakukan dengan baik, alam semesta ini menjadi tempat yang aman dan damai bagi hidup manusia. Untuk itu, pelestarian alam mesti senantiasa diperjuangkan. Valerina Daniel telah menunjukkan niat baiknya untuk melestarikan hewan yang mesti dilindungi. Meski ia baru melahirkan anaknya, ia tetap memiliki kepedulian terhadap hewan yang hampir punah dari dunia ini. Ia berusaha untuk melestarikan hewan-hewan itu. Dengan demikian spesies langka dapat berkembang biak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sang Pencipta.

Sebagai orang beriman, apa yang semestinya kita lakukan terhadap hewan yang cenderung semakin punah? Atau apa yang sudah kita buat untuk melestarikan hewan yang terancam punah? Kita semua diajak untuk memperlakukan hewan sebagai ciptaan Sang Pencipta. Tuhan punya tujuan tertentu, ketika menciptakan alam semesta termasuk hewan. Karena itu, ketika kita melestarikan hewan yang hampir punah, kita memberi suatu penghargaan yang besar terhadap Sang Pencipta. Mari kita tak henti berjuang untuk melestarikan hewan yang hampir punah. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.








161

08 September 2009

Berusaha Mengenyahkan Kekerasan





Miss Venezuela, Dayana Mendoza, langsung menitikkan air matanya begitu juri mengumumkan bahwa dialah yang menjadi Miss Universe 2008, Senin (14/7/2008) lalu. Dia menangis haru, meski berkali-kali ia menebar senyum kegembiraan. Ternyata tangis haru Dayana Mendoza itu punya alasan lain. Mahkota kemenangan itu sekaligus membuat dia lega, karena bisa meneriakkan sikap antikekerasan.

Bertempat di Nha Trang, Vietnam, Mendoza berhasil menyingkirkan pesaing dari 80 negara. ”Saya menangis begitu dalam. Saya bangga bisa terpilih,” kata perempuan kelahiran Caracas, Venezuela, 1 Juni 1986.

Mendoza mengatakan, kesempatan ini akan digunakan untuk membangkitkan semangat kampanye antikekerasan. ”Saat ini sesuatu telah terjadi di negara saya dan saya ingin tetap meneriakkan suara saya bahwa kekerasan bukanlah jawaban,” katanya.

Model yang bercita-cita menjadi desainer interior ini pernah menjadi korban penculikan di negaranya. Peristiwa pahit itu telah membentuk pribadinya agar selalu tampil tenang di saat tertekan.

Kekerasan masih saja terjadi di sekitar kita. Ada begitu banyak orang menderita karena kekerasan. Ada orang yang menderita sebagai akibat dari perang yang tak pernah berhenti di daerahnya. Ada anak-anak yang mengalami kekerasan dari orangtua mereka. Ada istri-istri yang mengalami kekerasan dari suami mereka. Pertanyaannya, mengapa kekerasan bisa terjadi di sekitar kita?

Tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun yang pasti adalah kekerasan itu bisa terjadi karena matinya suara hati. Suara hati yang mati itu menyebabkan tidak ada cinta kasih dalam hidup manusia. Manusia hidup hanya untuk dirinya sendiri. Egoisme menjadi andalan hidup manusia. Ketika menghadapi benturan dan kesulitan, kekerasan kemudian menjadi kata akhir.

Dalam rumah tangga kekerasan sering terjadi, karena melunturnya cinta kasih. Suami tidak memandang istri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dirinya. Suami cenderung menguasai istri dengan segala bentuk kekuasaan yang dimilikinya. Relasi yang dibangun bukan lagi berdasarkan cinta kasih, melainkan siapa kuat dia menang. Hasil relasi seperti ini biasanya selalu tidak harmonis. Kekerasan pun dapat terjadi.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk senantiasa mengandalkan cinta kasih dalam hidup kita. Cinta kasih itu mampu menghidupkan relasi yang kurang harmonis. Cinta kasih itu mampu membantu kita untuk mengenyahkan segala bentuk kekerasan dari kehidupan kita. Mari kita terus-menerus berusaha untuk meniadakan kekerasan dari lingkungan hidup kita. Dengan demikian hidup kita menjadi damai dan tenteram. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.
160






07 September 2009

Berusaha Melestarikan Lingkungan Hidup

Puteri Indonesia 2001, Angelina Sondakh, selama duna minggu (sejak 25 Agustus 2008 lalu) tinggal di hutan Kalimantan. Kedatangannya ke sana untuk mencari ”putri” atau princess yang tidak kalah mencuri perhatian. Siapa princess itu? Tidak lain adalah orangutan yang bernama Princess.

Angie menjalani syuting pembuatan film dokumenter tentang Princess, orangutan yang sukses menyesuaikan diri kembali dengan habitat aslinya di hutan Kalimantan. Banyak orangutan dewasa dibunuh pemburu. Anak-anaknya lalu diselundupkan ke luar hutan dan dijual secara ilegal. Salah satunya Princess.

Bagi Angie yang sejak tahun 2006 didaulat menjadi Duta Besar Orangutan oleh Orangutan Republik Education Initiative, penyelamatan orangutan berarti besar. Tidak hanya berarti menjaga orangutan dari kepunahan, tetapi secara luas juga melestarikan hutan yang menyediakan sumber air bagi kehidupan manusia. Namun, demi Princess ia rela meninggalkan hiruk-pikuk Jakarta.

”Sekalian untuk penyeimbangan. Jadi, senanglah mau masuk hutan. Siapa tahu bisa menemukan energi yang baru,” kata Angie.

Alam di sekitar kita bukan sekedar hiasan untuk kita pandangi. Namun alam di sekitar kita beserta isinya itu menjadi bagian dari hidup kita. Tanpa alam yang asri dan lestari, manusia akan segera punah. Karena itu, kepedulian terhadap alam sekitar seperti yang dilakukan oleh Angelina Sondakh merupakan sesuatu yang sangat positif.

Menyelamatkan spesies yang ada di sekitar kita berarti kita menyelamatkan diri kita sendiri. Hewan seperti orangutan itu bagian dari kehidupan manusia. Mereka dapat menjadi penyeimbang ekosistem yang baik. Namun seringkali manusia tidak menyadari kehadiran hewan di sekitarnya. Manusia memburu dan menembakinya untuk kepentingan diri sendiri. Akibatnya, terjadi banyak wabah penyakit yang mengganggu manusia itu sendiri.

Sebagai orang beriman, kesadaran akan pentingnya kelestarian alam mesti selalu menjadi bagian yang utama dalam hidup kita. Ekosistem yang rusak itu membawa akibat buruk bagi hidup manusia. Ekosistem yang rusak menghambat proses kehidupan ke arah yang lebih baik. Karena itu, kita mesti lebih memberi makna terhadap pentingnya ekosistem dan lingkungan yang menjadi bagian dari hidup kita itu.

Mari kita terus-menerus berusaha untuk memelihara lingkungan hidup di mana kita berada. Lingkungan yang sejuk dan segar memberi suatu kehidupan yang lebih menjanjikan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

159

06 September 2009

Membangun Hidup Bersama Sesama



Seorang pemuda tampak sibuk dengan hand phonenya. Dengan tipe HP mutakhir, orang muda itu tampil pede. Ia menjadi semakin yakin bahwa menggunakan HP yang canggih, ia dapat berkomunikasi dengan teman-temannya. Ia tidak peduli di keramaian, ia tetap saja menggunakan hpnya. Seolah-olah ia memang orang yang sangat sibuk.

Selidik punya selidik, ternyata pemuda itu seorang yang kesepian. Ia hanya punya seorang teman dalam hidupnya. Seorang teman lelaki yang sebenarnya sudah bosan pula meladeni pemuda itu. Hanya dengan teman itulah pemuda itu mampu berkomunikasi. Orang-orang lain di sekitarnya sudah tidak mau bergaul dengan pemuda yang kesepian itu. Karena itu, setiap kali ada kesempatan untuk berkomunikasi dengan temannya itu, pemuda itu menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya di mana pun dan kapan pun.

Suatu hari pemuda itu menjadi stress. Ia membanting hpnya yang canggih itu. Pasalnya, teman satu-satunya itu tidak menghidupkan hpnya. Ia kesal. Ia sangat butuh orang yang mampu mendengarkan keluh kesahnya saat itu juga. Lantas ia memukul-mukul kepalanya hingga darah segera mengucur. Beberapa saat kemudian ia mengambil belati dan menikamkan ke perutnya. Ia pun meninggal dalam kesepian.

Kesepian sering kali melilit diri manusia. Ada banyak alasan yang membuat orang kesepian. Pemuda dalam kisah di atas mengalami kesepian, karena tidak punya sahabat yang dapat mendengarkan keluh kesah hidupnya. Mungkin ia sendiri yang menyebabkan ia kehilangan banyak sahabat.

Dalam konteks ini kita dapat melihat bahwa membangun relasi yang baik dengan sesama itu merupakan suatu bagian dari hidup kita, hidup beriman kita. Relasi yang baik itu suatu cara kita membuka hati kepada sesama. Apa jadinya kalau kita tidak punya relasi yang baik dengan sesama? Kita akan kehilangan sahabat. Kita tidak punya orang yang dapat kita ajak untuk memiliki kepedulian terhadap kita. Kita akan menjadi orang yang kesepian dalam hidup ini.

Karena itu, kita mesti membangun suatu sikap rendah hati. Orang yang rendah hati itu memiliki banyak sahabat dalam hidupnya. Orang yang rendah hati itu orang yang menghargai sesamanya. Orang yang tidak menganggap remeh sesamanya.

Sebagai orang beriman, kita diajak untuk membangun kerendahan hati di hadapan Tuhan dan sesama. Kita mesti mengakui bahwa kita tidak hidup sendirian dalam dunia ini. Kita hidup bersama orang lain. Kita butuh orang lain untuk berbagi suka dan duka. Kita juga butuh Tuhan yang memberikan semangat bagi kita untuk memiliki kerendahan hati. Mari kita bangun relasi dengan sesama dalam semangat kerendahan hati. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.

158

05 September 2009

Membangun Perhatian dengan Sesama



Ada seorang janda tua yang telah membantu seorang kaya di sebuah rumah yang mewah selama lebih dari dua puluh tahun. Dia juga telah mendirikan sebuah gubuk dan selalu memberi makanan untuk orang kaya itu. Suatu ketika janda itu ingin mengetahui perkembangan ilmu yang telah dicapai oleh orang kaya itu.

Kebetulan, ada seorang gadis cantik dan kaya yang sedang ada dalam masalah. Si janda tua lantas menyarankan supaya gadis itu pergi kepada orang kaya tersebut untuk meminta nasihat. Janda tua itu juga menyampaikan salam dan pesan kepada orang kaya itu.

Kata si janda kepada gadis itu, "Pergi dan datangilah dia. Tolong tanyakan bagaimana keadaannya sekarang."

Gadis itu pergi ke rumah orang kaya itu dan melakukan apa yang diminta janda itu. Tanpa banyak basa-basi, gadis itu langsung mendatangi orang kaya tersebut. Dia juga menanyakan keadaannya sebagaimana pesan si janda.

Orang kaya itu menjawab pertanyaan gadis itu dengan sangat puitis, "Sebatang pohon tua tumbuh di bebatuan pada musim dingin. Tidak ada kehangatan di sana."

Gadis itu memberitahukan semua yang ia dengar kepada janda tua tersebut.

Dengan kemarahan yang besar, janda tua itu berteriak, "Telah dua puluh tahun aku membantunya. Tetapi ternyata, dia tidak punya perhatian pada orang lain. Bahkan, dia tidak berniat untuk membantumu. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan kesenangannya!"

Tidak lama kemudian, janda itu pun mendatangi rumah orang kaya tersebut dan membakarnya.

Hidup kita di dunia ini tidak hanya terbatas pada lingkup kita sendiri. Kita selalu bersosialisasi dengan sesama. Kita senantiasa bertumbuh dan berkembang dengan sesama di sekitar kita. Karena itu, relasi dengan sesama mesti ditumbuhsuburkan. Dengan relasi yang baik itu, kita memberi perhatian kepada sesama. Kita ingin agar hidup yang kita miliki ini bukan hanya untuk diri kita sendiri.

Kisah di atas memberi kita suatu kenyataan hidup bahwa kita mesti selalu berusaha untuk hidup bukan hanya bagi diri kita sendiri. Kisah ini menyadarkan kita bahwa kita memiliki sesama dan dimiliki oleh sesama di sekitar kita. Kadang-kadang kita memberi suatu senyum kepada sesama itu menjadi suatu yang sangat berharga bagi mereka. Itulah bentuk perhatian kita kepada mereka.

Namun perhatian yang kita berikan itu juga mesti suatu perhatian yang datang dari hati yang tulus. Kadang-kadang ada orang yang mau memberi perhatian kepada sesama karena mengingini sesuatu dari sesamanya itu. Untuk itu, kita mesti merefleksikan kembali bangunan relasi yang selama ini kita buat dengan sesama kita. Apakah relasi yang kita bangun itu dengan hati yang murni? Mengapa kita ingin membangun relasi dengan sesama?

Sebagai orang beriman, kita ingin agar relasi yang kita bangun dengan sesama itu berdasarkan cinta kasih sejati. Cinta kasih itu menguatkan kita untuk senantiasa memiliki perhatian bagi sesama. Mari kita bangun relasi yang baik dengan sesama berdasarkan cinta kasih. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


157

04 September 2009

Memberi Makna atas Hidup yang Sementara




Ada seorang guru kebijaksanaan yang suka mengembara. Dia pergi dari satu tempat ke tempat yang lain tanpa membawa bekal sedikit. pun. Suatu ketika dia sampai di sebuah kerajaan. Para penjaga membawanya menghadap raja. Raja menanyakan maksud kedatangan guru kebijaksanaan itu.

Sang raja bertanya, "Guru, apa yang kamu kehendaki?"

Sambil tersenyum, sang guru menjawab, “Aku mau bermalam di penginapan ini."

Kata sang raja, "Tempat ini bukan penginapan. Ini adalah istana, tempatku bertahta."

Tanya sang guru, "Siapakah pemilik tempat ini sebelumnya?"

Jawab sang raja, “Ayahku. Tapi sekarang beliau sudah meninggal."

Sang guru semakin bersemangat. Ia bertanya lagi, "Dan siapakah pemilik tempat ini sebelum ayah baginda?"

Sang raja menjawab, "Kakekku. Beliau juga sudah meninggal dunia."

Kata sang guru dengan penuh kebijaksanaan, "Nah, bukankah tempat ini adalah tempat di mana orang hidup hanya untuk sementara waktu saja lalu pergi lagi seperti kata baginda raja sendiri? Jika demikian, bukankah tempat ini adalah penginapan?"

Hidup di dunia ini hanya suatu kesementaraan. Kita mengalami hidup ini berlangsung lantas akan berakhir dengan kematian. Selama hidup di dunia yang sementara ini kita berusaha untuk hidup sebaik-baiknya. Kita membangun diri kita, agar berguna bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Dengan demikian hidup yang sementara ini memiliki makna bagi kita.

Karena itu, kita mengisi hari-hari hidup kita dengan berbagai usaha melalui kegiatan-kegiatan. Melalui hal-hal ini kita ingin mengaktualisasikan diri kita. Kita ingin agar hidup kita ini memiliki makna yang mendalam. Untuk itu, kita butuh kerja keras meskipun hidup ini hanya sementara.

Orang Jawa mengatakan bahwa hidup di dunia ini hanya mampir minum. Artinya, kita hidup di dunia ini hanya sementara saja. Namun dalam kesementaraan itu kita ingin berarti bagi diri kita sendiri dan bagi orang lain. Karena itu, kita mau menimba berbagai hal baik yang ada di sekitar kita. Kita mau agar hal-hal yang baik itu menjadi pegangan hidup kita. Kita ingin agar semua yang kita peroleh dalam hidup yang sementara ini kita gunakan untuk sesuatu yang berharga bagi hidup kita dan sesama kita.

Sebagai orang beriman, mari kita berusaha untuk semakin memberi makna atas hidup yang sementara ini. Dalam usaha memberi makna itu, kita yakin bahwa Tuhan senantiasa terlibat dalam hidup kita. Karena itu, kita mohon agar Tuhan yang mahapengasih dan penyayang itu selalu menyertai usaha-usaha kita. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.


156

03 September 2009

Hidup Ini Sangat Bernilai



Suatu hari seorang guru bijaksana berjalan-jalan bersama dengan beberapa orang muridnya. Mereka tiba di sebua, hutan di mana ratusan penebang pohon tengah menebang pohon. Para penebang itu membabat habis seluruh pohon di hutan itu, kecuali sebatang pohon yang sangat besar.

Satu-satunya pohon yang ditinggalkan itu memang luar biasa besar. Cabang-cabangnya sangat banyak dan besar-besar. Lebih dari sepuluh ribu orang bisa berteduh di bawahnya. Pohon itu seakan menjadi tenda raksasa. Ratusan penebang pohon itu pun berteduh dan beristirahat di bawah pohon itu.

Guru bijaksana itu memerintahkan murid-muridnya untuk bertanya mengapa pohon itu tidak ditebang saja seperti pohon-pohon lainnya. Murid-murid itu mengikuti perintah gurunya. Mereka duduk bergabung dengan ratusan penebang pohon yang sedang beristirahat di bawah pohon raksasa itlu.

"Pak, mengapa kalian tidak menebang pohon ini sekalian?" tanya salah seorang murid kepada penebang pohon.

"Pohon ini tidak berguna sama sekali. Kita tidak bisa membuat apa-apa dari pohon ini, karena batangnya terlalu banyak dan melengkung. Tidak ada yang lurus. Kitajuga tidak bisa memakainya untuk kayu bakar, karena asapnya berbahaya untuk mata. Pohon ini betul-betul tidak berguna. Itulah sebabnya kami tidak memotongnya," jawab salah seorang penebang pohon itu.

Kemudian para murid kembali ke guru bijaksana itu dan melaporkan jawaban dan alasan para penebang pohon itu.

Guru bijaksana itu hanya tertawa dan berkata, "Jadilah seperti pohon itu. Kalau kamu berguna, kamu akan dipotong dan dijadikan perabotan untuk dipakai di rumah orang. Kalau kamu cantik, kamu akan dijadikan barang untuk dijual di pasar. Jadilah seperti pohon itu: sama sekali tidak berguna. Dengan demikian, kamu akan tumbuh, besar, berkembang, punya banyak batang dan cabang, sehingga ribuan orang akan mendapatkan kesejukan di bawah naunganmu!”

Bagi kita, kata-kata guru bijaksana ini terasa janggal. Bukankah manusia mesti bertumbuh dan berkembang? Bukankah kita mesti mengembangkan kemampuan-kemampuan kita seluas-luasnya untuk kemajuan diri dan sesama?

Tapi baiklah. Mungkin guru bijaksana itu punya suatu pandangan yang lain tentang hidup ini. Mungkin guru bijaksana itu mau mengatakan hidup ini akan sangat berarti bagi diri sendiri, kalau dimanfaatkan seefisien mungkin. Orang semestinya tidak boleh menyia-nyiakan bakat dan kemampuannya. Orang mesti menggunakannya untuk kesejahteraan diri dan sesama.

Sebagai orang beriman, kita ingin agar hidup kita memiliki nilai yang berguna untuk Tuhan dan sesama. Karena itu, kita menggunakan hal-hal yang ada dalam diri kita sebaik-baiknya untuk perkembangan dan kemajuan hidup kita. Hidup ini sangat bernilai dan berharga. Karena itu, jangan disia-siakan. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB./155

02 September 2009

Belajar dari Hal-hal yang Kecil







Suatu hari seorang murid bertanya kepada gurunya, “Guru, apakah jalan yang sejati itu?”

Guru itu menjawab, “Setiap hari adalah jalan yang sejati itu.”

Dengan penuh semangat, murid itu bertanya lagi, “Dapatkah aku mempelajarinya?”

Sang Guru menjawab, “Semakin kamu mempelajarinya, semakin kamu jauh dari jalan itu.”

Murid itu semakin kebingungan. Ia tidak habis pikir, mengapa gurunya yang bijaksana itu menjawab seperti itu. Ia pun bertanya lagi, “Kalau aku tidak mempelajarinya, bagaimana mungkin aku dapat menjalaninya?”

Sambil tersenyum, guru bijaksana itu menatap wajah muridnya dan berkata, “Jalan itu bukanlah benda yang dapat dilihat ataupun benda yang tidak dapat dilihat. Jalan itu juga bukanlah ilmu yang dapat diketahui maupun ilmu yang tidak dapat dikeketahui. Ia tidak perlu dicari, dipelajari atau didefinisikan. Untuk menjadikan jalan itu sebagai bagian dari dirimu, bukalah dirimu lebar-lebar seluas langit di angkasa.”

Ada banyak hal di sekitar kita yang dapat kita gunakan untuk kemajuan diri kita. Namun sering kali hal-hal itu kita anggap remeh. Kita menganggapnya sebagai sesuatu yang tidak berguna. Akibatnya, kita banyak kehilangan kebijaksanaan yang semestinya dapat kita gali untuk hidup kita.

Alam, misalnya, menyediakan begitu banyak pelajaran yang berguna bagi hidup kita. Semut-semut kecil yang tampak berkeliaran di sekitar kita, ternyata memiliki semangat kebersamaan yang begitu tinggi. Dengan cara mereka sendiri, mereka dapat berkomunikasi di antara mereka. Hasilnya, mereka menemukan kebersamaan dan kerjasama yang baik. Hidup mereka damai. Mereka tidak berkelahi atau bertengkar.

Belajar dari kehidupan alam itu sangat berguna bagi kelangsungan hidup kita. Kita dapat menimba suatu suasana yang baik yang disediakan oleh alam dan segala isinya. Untuk itu, kita mesti membuka diri lebar-lebar terhadap setiap kebijaksanaan yang disediakan oleh alam dan sesama kita. Hal-hal yang tampaknya sepele itu ternyata memiliki nilai yang indah dan besar bagi kelangsungan hidup kita.

Membuka diri lebar-lebar berarti kita mau menerima sesuatu yang baik bagi diri kita. Kita ingin berkembang terus-menerus dengan belajar sesuatu yang baru dari dunia sekitar kita. Untuk itu, dibutuhkan suatu sikap rendah hati. Hati yang sombong itu biasanya menutup hal-hal baik yang berasal dari luar diri untuk dipelajari.

Mari kita berusaha untuk membuka diri lebar-lebar bagi kebijaksanaan yang ada di sekitar kita. Dengan demikian, kita dapat memiliki kebijaksanaan yang sempurna. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.



154

01 September 2009

Selesaikan Persoalan dengan Hati yang Dingin



Ketika Chung Tzu sedang berjalan-jalan, ada seorang pemuda menghampirinya. Pemuda itu meminta bantuannya untuk mengatasi sifat buruknya. Tanya Chung Tzu, “Apa masalahmu?”

Pemuda itu menjawab, “Guru, aku ini orang yang sangat emosional. Aku cepat marah. Bagaimana caranya menghentikan sifat buruk ini, Guru?”

Chung Tzu berkata lagi kepada pemuda itu, “Tunjukan kemarahanmu itu kepadaku. Mungkin itu akan sangat menarik.”

Pemuda itu menjawab, “Aku sedang tidak marah saat ini. Jadi aku tidak bisa menunjukkannya kepadamu.”

Kata Chung Tzu, “Baiklah. Bawalah saja padaku, kalau suatu saat nanti kamu sedang marah.”

Pemuda itu mulai mengeluh kepada gurunya, “Tetapi aku tidak bisa membawanya kepadamu. Tentulah kemarahanku itu hilang, ketika kubawa kepadamu.”

Dengan bijak, Chung Tzu berkata lagi, “Jika demikian, menurutku, kemarahan itu bukanlah bagian dari dirimu. Maka jika bukan merupakan bagian dari dirimu, pastilah sifat burukmu itu datang dari luar. Jadi jika suatu saat nanti kamu marah lagi, pukullah dirimu sendiri dengan tongkat hingga rasa marah itu hilang. Dengan demikian sifat burukmu juga akan hilang.”

Sering kita mengeluh tentang persoalan yang sebenarnya tidak ada dalam diri kita. Kita begitu dalam memperhatikannya. Seolah-olah hal itu begitu penting. Seolah-olah hal itu yang sangat mendominasi hidup kita. Akibatnya, kita menjadi panik. Bisa-bisa menjadi stress, karena terlalu memikirkan hal itu. Siapa yang kemudian akan menderita? Kita sendiri.

Karena itu, kita mesti membedakan antara persoalan yang berasal dari dalam diri kita sendiri dan persoalan yang berasal dari luar diri kita. Kita mesti secara kritis menilai persoalan-persoalan itu. Lalu kita susun strategi-strategi untuk mengatasinya. Kita cari akar persoalan yang datang dari luar diri kita. Lalu segera kita selesaikan dengan hati yang dingin.

Lantas persoalan yang berasal dari dalam diri kita pun kita usahakan untuk diselesaikan dengan baik. Mungkin kita butuh bantuan orang-orang lain untuk melihat secara jeli persoalan yang sedang kita hadapi. Untuk itu, dibutuhkan suatu kerendahan hati. Kita mesti membuka hati kita lebar-lebar, sehingga persoalan yang ada dalam diri kita dapat diselesaikan dengan baik.

Sebagai orang beriman, kita ingin menyelesaikan persoalan-persoalan hidup kita bersama Tuhan. Kita ingin melibatkan Tuhan dalam suka dan duka hidup kita. Tuhan akan membantu, kalau kita berani membuka diri kepada Tuhan dan sesama. Tuhan memberkati. **



Frans de Sales, SCJ

NB: Dengarkan Renungan Malam di Radio Sonora (FM 102.6) untuk mereka yang tinggal di Palembang dan sekitarnya, pukul 21.55 WIB.153